Eksekusi Siti Zainab, Kontras Salahkan Pemerintah

Suasana duka menyelimuti keluarga Siti Zainab binti Duhri Rupa di Bangkalan, Rabu (15/4). Mereka mendesak agar jenazah TKI ini bisa dipulangkan ke Madura.

Suasana duka menyelimuti keluarga Siti Zainab binti Duhri Rupa di Bangkalan, Rabu (15/4). Mereka mendesak agar jenazah TKI ini bisa dipulangkan ke Madura.

Jakarta , Bhirawa
Peristiwa eksekusi terhadap TKI Siti Zainab  binti Duhri Rupa oleh otoritas Saudi Arabia mengundang keprihatinan banyak kalangan. Kontras bahkan terang-terangan menyebut pemerintah Saudi Arabia telah menghina pemerintah Indonesia atas kejadian ini.
“Eksekusi terhadap Siti Zainab sungguh menyakitkan, menyedihkan dan kejam. Kontra  mengecam eksekusi tersebut,” tegas Koordinator Kontras Haris Azhar di Kawasan SCBD, Rabu (15/4).
Haris menilai salah satu penyebab terjadi eksekusi ini akibat dari double standard Pemerintah RI terhadap hukuman mati. Bahkan bukan sekadar hak untuk hidup yang dilanggar, tetapi juga hak atas informasi pun tidak diberikan. “Ini kejam. Hak untuk hidup sudah dilanggar, ditambah hak atas hidup juga tidak diberikan oleh Pemerintah Saudi Arabia ke Pemerintah Indonesia dan keluarga Siti Zainab,” tegasnya.
Peristiwa ini, katanya menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia tidak dianggap, dihina dan dilecehkan oleh Pemerintah Saudi Arabia. “Ini pelajaran bagi Presiden, Menlu, Kejaksaan Agung dan pihak terkait agar tidak menetapkan standar ganda sehingga diplomasi kita untuk menyelamatkan TKI yang terancam hukuman mati bisa berhasil,” imbuh Haris
Sementara itu Direktur Perlindungan WNI, Kementerian Luar Negeri Lalu Mohammad Iqbal mengatakan Zainab sulit mendapatkan pengampunan lantaran kasus pembunuhan termasuk qisas khusus. Dalam UU Arab Saudi, kata Iqbal, terdakwa bisa bebas dari qisas khusus hanya jika memperoleh maaf dari ahli waris korban. Selain pemberian maaf, biasanya keluarga korban juga meminta denda berupa uang atau diyat. “Jika keluarga tak memaafkan, eksekusi tetap jalan,” katanya.
Bahkan, kata Iqbal, raja Arab Saudi sekalipun tidak punya kewenangan untuk memberikan pengampunan terhadap terdakwa dalam qisas khusus. Iqbal mencontohkan, pada kasus keponakan raja Arab Saudi yang menjadi terdakwa kasus pembunuhan di Inggris, tetap dihukum qisas meski dia keluarga raja.
Selain qisas khusus, Iqbal melanjutkan, ada qisas hak umum. Yang termasuk dalam qisas hak umum adalah kasus-kasus perzinahan dan sihir. Untuk kasus-kasus qisas umum, kata dia, proses pengampunannya bisa diberikan oleh Raja Arab Saudi tanpa harus meminta maaf kepada korban atau ahli waris korban.
Pemerintah mengaku kecolongan dengan eksekusi terhadap Zainab. Kementerian Luar Negeri merasa tak mendapat notifikasi apa pun dari Arab. Duta Besar Arab Saudi Mustafa Ibrahim Al-Mubarak mengatakan ia akan memeriksa alasan perwakilan Indonesia tak diberitahu ihwal pelaksanaan eksekusi mati Siti Zainab. Mustafa mengaku harus bertanya terlebih dahulu pada pemerintahnya.
Menurut Mustafa, sesuai prosedur, perwakilan pemerintah yang warganya akan dihukum mati mendapat pemberitahuan tentang waktu pelaksanaan eksekusi. “Saya tak tahu mengapa tak ada pemberitahuan, harus dicek terlebih dahulu,” ujar Mustafa usai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Kepresidenan kemarin.
Informasi pelaksanaan eksekusi pertama kali diketahui Kementerian Luar Negeri pada 14 Februari 2015 pukul 14.00. Konsulat Jenderal RI di Jeddah menerima informasi dari pengacara Khudran Al Zahrani mengenai telah dilaksanakannya hukuman mati (qisas) terhadap WNI bernama Siti Zainab binti Duhri Rupa. Siti Zainab dihukum mati di Madinah pada pukul 10.00 waktu setempat. Zainab yang lahir di Bangkalan, 12 Maret 1968 merupakan buruh migran di Arab Saudi yang dipidana atas kasus pembunuhan istri majikannya bernama Nourah binti Abdullah Duhem Al Maruba pada 1999.
Siti Zainab kemudian ditahan di penjara umum Madinah sejak 5 Oktober 1999. Setelah melalui rangkaian proses hukum pada 8 Januari 2001, pengadilan Madinah menjatuhkan vonis hukuman mati qisas kepada Siti Zainab. Dengan jatuhnya keputusan qisas itu, maka pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban.
Namun pelaksanaan hukuman mati tersebut ditunda untuk menunggu Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, putra bungsu korban mencapai usia akil balig. Pada 2013, setelah dinyatakan akil balig, Walid menyampaikan kepada pengadilan perihal penolakannya untuk memaafkan Siti Zainab. Walid tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Hal ini kemudian dicatat dalam keputusan pengadilan pada 2013.
Pemerintah Indonesia telah melakukan semua upaya secara maksimal untuk membebaskan Siti Zaenab dari hukuman mati, antara lain dengan menunjuk pengacara Khudran Al-Zahrani yang mendampingi Siti Zainab dari sisi hukum dalam setiap persidangan. Termasuk membantu melakukan pendekatan kepada keluarga untuk memberikan pemaafan. Secara informal, pendekatan juga telah dilakukan kepada pemimpin dan tokoh-tokoh masyarakat, khususnya dari kalangan kabilah Al Ahmadi yang merupakan suku asal suami korban.
Upaya terakhir pemerintah Indonesia dengan kunjungan pada 24-25 Maret 2015. Pemerintah Indonesia menawarkan pembayaran diyat atau uang darah melalui Lembaga Pemaafan Madinah sebesar 600 ribu riyal Arab Saudi atau sekitar Rp 2 miliar. Namun tawaran tersebut tetap ditolak oleh ahli waris korban.

Minta Jenazah Dipulangkan
Suasana duka menyelimuti rumah Siti Zainab di Kampung Pesarean, Desa Martajasah, Kecamatan Kota, Kabupaten Bangkalan, Madura.
“Kami meminta supaya jenazah adik saya dipulangkan ke sini. Selanjutnya akan dikebumikan di sini,” terang saudara Zainab, Halimah kepada wartawan di rumah duka.
Menurut Halimah, dirinya dan keluarga yang lain hanya bisa pasrah terhadap nasib yang menimpa Zainab. Sampai kini, pihaknya belum ada informasi dari pemerintah mengenai kejelasan jenazah Zainab, bisa dipulangkan atau tidak jenazahnya. “Kami masih menunggu informasi dari pemerintah terkait kejelasan jenazah adik saya. Semoga jenazahnya bisa dipulangkan ke sini,” paparnya.
Pantauan di lapangan, pihak keluarga bersama masyarakat bergotong royong mendirikan dua tenda di depan, dan samping rumah Zainab. Bahkan, ada anggota TNI AD yang ikut membantu mendirikan tenda.  Sejumlah tetangga dan kerabat dekat pun mulai berdatangan menyampaikan rasa duka kepada keluarga.
Anggota Komisi E DPRD Jatim Kartika Hidayati mengatakan sebanyak 19 TKI asal Jatim yang tersebar di beberapa negara, di antaranya Malaysia, Iran dan Arab Saudi terancam hukuman mati.  “Jumlahnya di masing-masing negara berbeda. Di Malaysia ada 10 orang, satu orang di Iran dan Arab Saudi sebanyak delapan orang,” jelas  Kartika Hidayati kemarin.
Untuk itu, Kartika meminta Pemprov Jatim agar mendesak pemerintah pusat untuk memperhatikan lebih serius masalah TKI di Jatim ini.  “Para TKI tersebut harus mendapat perlindungan penuh karena bagaimanapun juga para TKI tersebut adalah warga Jatim. Kami akan mendorong terus adanya perlindungan terhadap TKI asal Jatim,” pungkasnya. [ira,mb8,cty]

Tags: