Eksistensi Perempuan di Era Jokowi

Muzayyinatul HamidiaOleh:
Muzayyinatul Hamidia
Mahasiswi S2 Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Malang

Banyak pihak yang merasa kecewa dengan pemerintahan Jokowi yang sebenarnya masih satu semester,  kekecewaan ini dipicu oleh kebijakan-kebijakan yang diambil Jokowi cukup menuai kontroversi seperti kenaikan BBM, kenaikan beras melonjak, harga rupiah anjlok, dan kisruh KPK-Polri. Namun, dibalik citra negatif tersebut ada dua hal yang perlu diapresiasi. Pertama, penerimaan pemerintah Indonesia terhadap pencari suaka, Rohingya, kemudian kedua ditetapkannya sembilan pansel (panitia seleksi) calon pimpinan KPK yang semua perempuan.
Lalu, mengapa pembentukan pansel yang semuanya kaum hawa ini perlu diapresiasi? Karena secara nyata presiden Jokowi benar-benar telah memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk ikut berperan serta dalam pembangunan negeri ini, terlebih untuk mememilih dan menentukan pimpinan KPK. Selain itu, secara implisit Jokowi telah memenuhi janjinya ketika kampanye pilpres 2014 lalu yang juga mengusung isu-isu perempuan agar bisa memberikan sumbangsih untuk kemajuan bangsa dan negara.
Kemunculan sembilan srikandi ini bagi kaum pria khususnya menimbulkan “kecemburuan” tersendiri hal ini terlihat dari pernyataan Abdullah Hehamahua yang menyatakan bahwa kebijakan Presiden Jokowi yang membentuk pansel calon KPK hanya berasal dari kalangan tokoh perempuan merupakan petanda bahwa kiamat sudah semakin dekat. Namun pada sisi yang berbeda, hal ini justru menjadi era baru bagi kebangkitan kaum perempuan Indonesia. Saatnya perempuan Indonesia menunjukkan integritas dan kredibilitasnya dalam menentukan pimpinan yang akan menumpas maling-maling negara. Tidak berhenti disitu, kemunculan srikandi-srikandi intelek ini memberikan semangat tersendiri bagi kaum perempuan di seluruh Indonesia.
Pada dasarnya sebelum sembilan pansel KPK ini terbentuk, kaum perempuan di Indonesia telah menunjukkan kemampuan dan integritasnya seperti Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti yang memiliki terobosan baru untuk menenggalamkan kapal-kapal asing illegal. Begitu juga dengan Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa yang berani memasuki manusia rimba di Jambi, Sumatera dan membagikan rokok, hal ini sempat menjadi kontroversi dan bahkan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) ingin menggugat Khofifah atas dasar pengabaian kesehatan masyarakat. Namun dengan cerdasnya Khofifah menanggapi bahwa menyapa dan memperlakukan orang rimba tidaklah sama dengan memperlakukan rakyat Indonesia yang hidup normal.
Dari gebrakan-gebrakan yang diambil oleh menteri-menteri perempuan tersebut baik secara implisit ataupun eksplisit telah menunjukkan bahwa perempuan juga memiliki kemampuan yang tak bisa disepelekan bahkan kemampuannya bisa lebih dari kaum adam. Sehingga jika ada oknum-oknum yang terlebih dahulu berfikir negatif akan terbentuknya pansel Capim KPK maka hal ini sama sekali tidak dapat dibenarkan.
Tantangan Sembilan Srikandi
Sembilan panitia seleksi pimpinan KPK itu terdiri dari Destri Damayanti, ahli Ekonomi dan Keuangan, Enni Nurbaningsih, ketua BPHN Kementerian Hukum dan HAM sekaligus dosen Tata Negara Fakultas Hukum UGM, Prof.Dr. Harkristuti Harkrisnowo ketua Badan Sumber Daya Manusiaa Kementerian hukum dan HAM , dosen Hukum Pidana UI, Betti S. Alisjahbana, ahli IT sekaligus ketua MWA ITB, Yenni Garnasih Ahli Hukum Pidana Ekonomi, dosen Fakultas Hukum Trisakti, Supra Wimbargi Ahli psikologi, dekan Fakultas Psikologi UGM, Natalia Subagyo ahli Tatat Kelola Pemerintahan, Dani Sadiawati direktur Analisa Perundang-undangan, Meuthia Ganie ahli sosiologi, dosen FISIP UI.
Kesembilan nama tersebut memiliki tantangan tersendiri untuk memilih pimpinan KPK yang benar-benar mumpuni, dalam hal ini para srikandi dituntut untuk bisa mencari calon yang minimal memiliki empat criteria yaitu integrity (integritas) artinya tidak diragukan keberaniaanya dalam memberantas korupsi, capacity (kemampuan), mempunyai jiwa kepemimpinan (leadership), serta memiliki kemampuan persuasi dalam menghadapi berbagai tekanan kepada KPK (Isra, 2015).
Hal ini cukup memberikan tantangan bagi sembilan srikandi untuk benar-benar memilih calon terbaik dengan juga mempertimbangkan kasus-kasus masa lalu, artinya calon pimpinan KPK benar-benar harus bersih karena berkaca pada pimpinan KPK sebelumnya seperti Antasari, Abraham Samad dan Bambang Widjoyanto yang akhirnya bisa ditumbangkan oleh lawan-lawan KPK karena kesalahan di masa lalu, meskipun itu sepele.
Pada lain sisi, tantangan para srikandi capim KPK adalah tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun, dan tentunya hal ini jugalah yang nampak menjadi alasan Presiden Jokowi memilih para kaum hawa menjadi pansel. Dengan kata lain, pansel KPK tidak hanya mampu memilih calon terbaik namun juga harus berani melawan intervensi orang-orang yang memiliki kepentingan terhadap KPK.
Melalui aksi sembilan srikandi ini kemampuan perempuan Indonesia dipertaruhkan, maka sudah saatnya para srikandi menunjukkan bahwa perempuan juga mampu memilih kesatria korupsi terbaik untuk bangsa.
Tentang penulis:
Nama    : Muzayyinatul Hamidia*
Alamat    : Dusun Embung Barat, desa Bangkes, kec. Kadur, kab. Pamekasan
Domisili  : Jl. Joyosuko 15, RT 06/ RW 12. Merjosari, Malang
No rek  : 0061-01-048034-50-8 a/n MUZAYYINATUL HAMIDIA pada BRI cabang Pamekasan
No Hp    : 081938898869
Pendidikan  :  Sedang menempuh Program Magister Pendidikan Bahasa Inggris
Di Pascasarjana Universitas Islam Malang

Rate this article!
Tags: