Ekspektasi Sektor Pertanian dan Pangan

Oleh :
Gumoyo Mumpuni Ningsih
Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang 

Pertanian dan pangan bisa tebilang sebagai barometer hidup dan matinya sebuah bangsa. Betapa tidak, 40 persen tenaga kerja ada di sektor pertanian. Jika sektor pertanian dikelola dengan baik, angka pengangguran bisa ditekan secara signifikan dan kesejahteraan rakyat terkatrol. Tidak hanya itu, pencapaian ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat memiliki peran yang sangat besar untuk pembangunan ekonomi nasional di tengah dunia yang kian mengglobal dan bercirikan perdagangan bebas.
Seiring dengan meningkatkan daya saing produk pertanian, Indonesia akan lebih bermartabat dan berharga di mata dunia. Memperkuat daya saing butuh modernisasi pertanian yang terencana untuk mengoptimalkan tenaga kerja yang ada. Melalui komitmen yang serius dan konsisten.
Rupa-rupanya, analog saya diawal penulisan artikel atau opini ini mengantarkan saya sebagai penulis yang bisa dibilang sebagai orang yang terjun dibidang pendidikan sekaligus yang gemar memperhatikan kondisi pertanian dan pangan ingin menginformasikan pada khalayak pembaca bahwa saat ini pemerintah bisa kita bilang dalam bidang penanganan pertanian dan pangan sudah mulai membaik ada peningkatan. Ekspektasinya bisa kita bilang sudah cukup baik.
Peningkatan kinerja pertanian
Setidaknya, melalui data Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksi penduduk Indonesia di tahun 2018 ini berjumlah 265 juta jiwa, meningkat 12,8 juta jiwa dibanding tahun 2014. Artinya, setiap tahun terjadi pertambahan penduduk mencapai 3,2 juta jiwa atau tumbuh 1,27 persen per tahun. Merujuk dari data tersebut, maka secara makro berimbas pada kebutuhan pangan pokok yang tentu meningkat dan harus tersedia sepanjang waktu. Faktanya, berdasarkan data pertumbuhan penduduk di atas, kebutuhan konsumsi beras 2014-2018 bertambah 1,7 juta ton. Jumlah ini setara dengan produksi 2,82 juta ton Gabah Kering Giling (GKG).
Namun demikian, berkat program terobosan pembangunan pertanian Menteri Andi Amran Sulaiman dan didukung kerja keras semua pihak, produksi pangan justru mengalami kenaikan. Merujuk data BPS, produksi 75,36 juta ton GKG naik 6,37 persen dibandingkan tahun 2014 yang hanya 70,84 juta ton. Produksi padi di tahun 2016 pun terjadi kenaikan yakni 79.35 juta ton dan tahun 2017 juga terjadi kenaikan sebesar 81.07 juta ton.
Masih dari data BPS, selain sektor produksi, dibidang ekspor pun mengalami peningkatan. ekspor pertanian di tahun 2017 sebesar Rp 441 triliun, naik 24 persen dibandingkan 2016 yang hanya Rp 355 triliun. Begitupun, investasi pertanian 2017 Rp 45,90 triliun, atau naik 14 persen per tahun dari tahun 2013 hingga 2017,(Tribunnew.com, 23/7).
Kesimpulan sementara dari data yang ada, rupanya dapat kita tarik benang merah bahwa pertambahan penduduk yang cukup besar setiap tahunya tidak membuat ketahanan pangan kendor. Justru, yang terjadi malah produksi padi petani meningkat dan tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Apalagi diperkuat dengan kebijakan dan program Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman guna meningkatkan produksi pangan yakni Program Upaya Khusus (UPSUS) Percepatan Swasembada Pangan. Ini tentunya sangat penting sekali bagi kinerja pertanian.
Kesejahteraan petani
Alhamdulillah, dengan meningkatnya hasil produksi di bidang petanian dan pangan, tahun ini 2018 kesejahteraan petani Indonesia terlihat membaik. Sebetulnya, ada beberapa indicator yang sekiranya bisa digunakan sebagai barometer untuk melihat tingkat membaiknya kesejahteraan petani, diantaranya.
Pertama, bisa dilihat dari berkurangnya ketimpangan pengeluaran (menurunnya Gini Rasio) yang juga mencerminkan semakin meratanya pendapatan petani di pedesaaan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sejak Maret 2015 sampai Maret 2017, Gini Rasio pengeluaran masyarakat di perdesaan terus menurun, dari 0,334 pada tahun 2015 menjadi 0,327 pada tahun 2016 dan menurun lagi menjadi 0,320 pada tahun 2017.
Kondisi tersebut, setidaknya secara implisit menunjukkan semakin membaiknya pendapatan petani. Gini Rasio di perkotaan juga mengalami penurunan, namun masih berada dalam ketimpangan sedang, sementara di perdesaan sudah berada dalam ketimpangan rendah.
Kedua, membaiknya kesejahteraan petani juga terlihat dari membaiknya indek Nilai Tukar Petani (NTP) dan Indek Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP). Berdasarkan data yang dirilis BPS, secara nasional pada Mei 2018 indek NTP meningkat 0,37 persen jika dibanding April yang hanya 101,61. Begitu juga indek NTUP meningkat 0,32 persen dari 111,03 pada April 2018 menjadi 111,38 pada Mei 2018.
Melalui data kenaikan NTP dan NTUP tersebut menunjukkan membaiknya daya beli petani yang secara otomatis menunjukkan kesejahteraan petani membaik. Meningkatkanya daya beli petani juga terjadi jika dibandingkan pada tahun sebelumnya (Mei 2017). Pada tahun Mei 2017, indek NTP hanya 100,15, sementara pada Mei 2018 lebih besar, yaitu 101,99.
Memperhatikan indicator-indikator terkait dengan kesejahteraan petani saat ini, lebih riilnya dan secara cepatnya dapat dilihat dari keberhasilan pembangunan pertanian yang dijalankan selama ini untuk meningkatkan kesejahteraan petani dalam pemerintahan. Terbukti, berbagai capaian di atas optimis bisa ditingkatkan. Yakni dengan membuka diri untuk mendukung iklim investasi pertanian.
Hal tersebut, sangat penting dalam mendongkrak kinerja ekspor pangan dan tentunya berimbas juga pada peningkatan kesejahteraan petani. Untuk itu, patut diapresiasi beberapa hari lalu, Kementerian Pertanian telah meluncurkan Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) atau Padu Satu. Tidak kalah penting juga, telah menerapkan kebijakan-kebijakan yang mempermudah dan menciptakan daya tarik investor baik dari dalam maupun luar negeri.
Besar harapan kalau sudah demikian itu, pembangunan infrastruktur dan modernisasi bagi petani harus terus ditingkatkan. Selain itu, jangan sampai kondisi pasar dari komoditas pertanian itu nantinya banyak diintervensi mafia pangan. Jadinya, stop pasar yang masih dikuasai kartel dan mafia yang cenderung menginginkan impor agar mendapatkan keuntungan yang besar. Sebab, jika ini dibiarkan bisa mengancam kesejahteraan petani kita. Semua masyarakat harus paham bahwa liberalisasi perdagangan harus disikapi dengan hati-hati. Termasuk di sektor pangan. Semua itu demi menjaga kedaulatan pangan di negeri ini.

———- *** ———–

Tags: