Eksplorasi Migas Blimbing Tidak Melanggar RTRW

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jombang, Yudhi Adriyanto.[Arif Yulianto/ Bhirawa]

Jombang, Bhirawa
Kegiatan ekplorasi minyak dan gas (migas) di kawasan hulu, terutama di Desa Blimbing, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, sudah sesuai prosedur. Dinas Lingkungan Hidup(DLH) Jombang menyatakan kegiatan ekplorasi telah mendapatkan rekomendasi sesuai Perda.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Jombang Yudhi Adriyanto mengatakan, rekomendasi tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, (UKL/UPL), No. 188.4.45/128/415.10.3.4/2018 yang sudah dikeluarkan untuk kegiatan ekplorasi, sama sekali tidak melanggar Peraturan Daerah (Perda) nomor 21 tahun 2009 tentang Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
“Sama sekali tidak menyalahi perda RTRW. Di dalam Perda itu ada klausul yang menyebutkan, manakala di kedalaman ada potensi gas bumi atau mineral lain, diperbolehkan untuk dilakukan eksplorasi maupun eksploitasi. Jadi tidak melanggar,” papar Yudhi Adriyanto, Sabtu (15/09).
Yudhi menambahkan, selain tidak menabrak aturan di dalam Perda RTRW, di dekat kawasan Desa Blimbing, tepatnya di Desa Watudakon, ada industri yang juga sudah melakukan ekploitasi dan produksi sejak puluhan tahun. Bahkan, di dalam proses mereka, ternyata diketahui ada potensi adanya energi yang terbuang sia-sia.
“Ada PT Kimia Farma yang sudah melakukan eksploitasi dan produksi. Eksploitasi di kedalaman 800 meter untuk mengambil yodium. Nah, ternyata selama ini mereka menemukan ada gas yang keluar. Karena ‘domain’ mereka Yodium, gas yang tak sengaja terambil akhirnya dibuang. Jadi ‘gak’ ada masalah, kami mendukung langkah stategis negara ini, toh itu juga penting bagi daerah,” papar Yudhi.
Masih menurutnya Yudhi, kegiatan Lapindo Brantas Inc sendiri sebagai pihak kontraktor SKK Migas di Desa Blimbing, Kesamben, Jombang saat ini masih sebatas eksplorasi, atau masih pemetaan dan analisa.
Terbitnya rekomendasi UKL/UPL/ yang di keluarkan DLH sudah cukup tepat. “Nah ini, UKL-UPL itu maksudnya ijin lingkungan soal rencana usaha atau kegiatan yang tidak wajib AMDAL. Jadi kalau ada yang bilang mengaitkan soal AMDAL itu disinformasi. Amdal itu kalau sudah tahap ekploitasi dan ijinnya masuk domain kementrian pusat yang tahapan kerjanya sudah berbeda,” tegas Yudhi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002 tentang UKL-UPL, (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia.
UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Jombang Hadi Purwantoro membantah jika ada lahan pertanian produktif yang hilang akibat adanya industrialisasi di Jombang, khususnya di wilayah Kecamatan Kesamben.
Data Dinas Pertanian yang mengacu pada Badan Pusat Statistik (BPS) Jombang menyebutkan, lahan pertanian produktif yang hilang besarannya 241 hektar.
“Data kita (mengacu BPS), untuk lahan produktif di Jombang yang lepas hanya untuk jalan tol, seluas 241 hektar,” pungkas Hadi Purwantoro.(rif)

Tags: