Kekeringan sumber air (dan irigasi), semakin banyak dilaporkan sebagai bencana iklim. Lahan persawahan nampak kering merekah. Namun petani tetap meng-usaha-kan ladang, dengan menanam palawija. Gejala El-Nino masih berjalan separuh waktu, tetapi dampaknya telah cukup meng-gerus potensi hasil panen. Akan lebih parah manakala pemerintah daerah tidak menyokong suplai air bersih untuk konsumsi dan sanitasi. Juga pengadaan sumur pompa untuk mengairi sawah.
Tanda-tanda El-nino, dengan ciri peningkatan suhu muka laut, patut mulai diwapadai. Pemanasan kosmis niscaya akan mengurangi (secara drastis) curah hujan. Terutama pada kawasan sebelah setalan katulistiwa. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan hujan belum akan turun pada bulan November. Seluruh permukaan tanah akan mengering. Menyebabkan penurunan hasil panen tidak memuaskan, karena kekurangan air.
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) menerima laporan Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) semakin banyak. Bukan pada kawasan “endemi” kebakaran di hutan. Melainkan pada hutan lindung, dan kawaan konservasi. Seperti terjadi pada kawasan di gunung Arjuno, Welirang, dan Penggungan, dan Taman Nasional Bromo – Tengger – Semeru (TN-BTS). Berdasar Riwayat topografi, kekeringan saat ini, juga akan menyebabkan bencana pada masa mendatang (saat musim hujan). Antara lain tanah longsor, dan likuifaksi.
BNPB menyiagakan lebih dari 30 heli patroli dan sebagai water bombing untuk dukungan operasi udara penanggulangan Karhutla. Berdasar data BNPB, Karhutla banyak terjadi pada daerah sentra pangan utama di seantero pulau Jawa. Terutama di Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Data Karhutla BNPB selaras dengan pemetaan BMKG, bahwa Jawa Timur, Jawa Tengah, sangat jarang hujan. Banyak daerah sudah mengalami 61 hari tanpa hujan. Sehingga rentan Karhutla. Bahkan semak di sisi jalan tol, juga patut di-waspadai.
Maka diperlukan “kalkulasi” bersama mengatasi dampak El-Nino. Terutama Kementerian Pertanian, PUPR, dan LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Peningkatan suhu akibat El-Nino, bisa jadi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Sekolah Lapang Cuaca, yang dikembangkan BMKG, juga patut di-masif-kan pada petani. Serta perlu penggunaan teknologi Artificial Intelijen (AI) bidang pertanian, untuk menganalisis kondisi tanah (ladang).
Sampai kawasan lereng gunung Merbabu (di Semarang), dan Lawu (perbatasan selatan Jawa Timur dengan Jawa Tengah) nampak menguning, tanda kering kerontang. Begitu pula area Wilis, dan Kelud (Jawa Timur jalur tengah), dan area Bromo – Tengger – Semeru, semakin banyak lahan kritis. Area pegunungan yang biasa asri, kini nampak kering kerontang. Sayur (dan buah) belum bisa ditanam. Musim tanam mundur. Maka musim panen juga akan mundur.
Bahkan bisa jadi akan banyak yang gagal panen (padi). Karena secara umum, tanam padi dimulai pada awal bulan November, sesuai iklim normal. Namun saat ini “bertabrakan” dengan gejala El-Nino. Berbagai waduk sudah mengering, serta debit air sungai, saluran irigasi, dan sumur menyusut dratis. Kekeringan di seantero pulau Jawa, NTB, NTT, dan Kalimantan, semakin terasa. Kewaspadaan gagal panen (tanaman pangan) patut ditingkatkan di seluruh daerah.
Sekolah Lapang Cuaca (SLC) Kepertanian yang di-inisiasi BMKG, patut disosialisasi lebih masif. Sehingga petani bisa menanam komoditas lain (yang tahan pada lahan kering), sesuai cuaca. Pemerintah patut membantu kinerja pertanian rakyat. Terutama penyediaan pompa air, dan BBM (Bahan Bakar Minyak) solar untuk pertanian.
Mengantisipasi fenomena El-Nino yang kerap datang, pemerintah merealisasi amanat UU Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Sekaligus memperbaiki metode program Food Estate yang gagal, karena salah urus.
——— 000 ———