Empat Hari Kerja PNS Tak Mudah Diterapkan

Kemenpan Belum Rencanakan Penambahan Hari Libur
Pemprov, Bhirawa
Penerapan sistem kerja yang lebih fleksibel tak dapat serta merta mengubah jumlah hari kerja PNS. Terlebih dengan sistem penilaian PNS yang saat ini masih berbasis Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) serta kedisiplinan terhadap absensi kehadiran.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jatim Anom Surahno mengakui, pihaknya telah mendapat informasi terkait empat hari kerja PNS. Namun, hingga saat ini informasi tersebut belum tau ada petunjuk teknis untuk pelaksanaannya. Kendati demikian, Anom mengakui tidak mudah saat ini untuk menerapkan sistem empat hari kerja. Sebab, PNS masih memiliki kewajiban untuk absen dan penilaian menggunakan SKP. “Dengan sistem kerja seperti saat ini, empat hari kerja tidak mungkin dilakukan,” tutur Anom saat dikofirmasi kemarin, Rabu (11/12).
Berbeda jika peralihan jabatan struktural ke fungsional telah dilaksanakan. Anom mengakui, sistem empat hari kerja itu memungkinkan untuk diterapkan. Karena penilaiannya ada di Tim Penilai Angka Kredit (TPAK).
“Kalau modelnya seperti sekarang tidak mungkin. Tapi kalau sudah peralihan fungsional mungkin saja. Karena penilaian tidak di SKP dan absen, tapi ouput penilaiannya di angka kredit. Karena komponen angka kredit itu banyak, dengan menyelesaikan pekerjaan atau mengejar skornya sendiri,” tambah Anom.
Itu pun, lanjut dia, bisa dilakukan untuk staff administrasi. Sebab tidak mungkin skema empat hari kerja itu diterapkan untuk PNS yang memiliki tugas rutin. Misalnya petugas rumah sakit atau petugas di kesyahbandaran.
Sementara itu, Kementerian PAN-RB juga telah menegaskan bahwa pemerintah belum memiliki rencana untuk memberlakukan sistem empat hari kerja. “Pemerintah belum ada rencana menerapkan sistem empat hari kerja. Tidak ada rencana PNS libur dari Jumat hingga Minggu,” ujar Sekretaris Kementerian PAN-RB Dwi Wahyu Atmaji.
Lanjutnya dikatakan, saat ini pemerintah justru berusaha memperkuat dan meningkatkan kinerja ASN. Hal ini dilakukan dengan menerapkan PP No. 30/2019 tentang Penilaian Kinerja PNS. “Kami sedang fokus untuk menggalakkan PP 30/2019 agar sistem manajemen kinerja ASN lebih komprehensif,” jelasnya.
Dalam PP tersebut, penilaian kinerja PNS dilaksanakan dalam suatu sistem manajemen kinerja PNS. Sistem ini mengatur mulai dari perencanaan kinerja, pelaksanaan, pemantauan, pembinaan kinerja, penilaian kinerja dengan tindak lanjut berupa reward and punishment.
Pelaksanaan rencana kinerja PNS didokumentasikan secara periodik dan pejabat penilai kinerja PNS melakukan pemantauan secara berkala dan berkelanjutan. Pemantuan ini dilakukan untuk mengetahui kemajuan kinerja PNS agar tidak terjadi keterlambatan dan penyimpangan. “Sehingga kalau ada permasalahan dapat segera diatasi dan mencapai sasaran dan tujuan yang telah direncanakan semula,” jelasnya.
Dengan regulasi tersebut, penilaian tidak hanya dilakukan dari atasan kepada bawahan. Tetapi, bawahan juga menilai perilaku atasannya. Sistem ini disebut penilaian perilaku 360 derajat. “Penilaian 360 derajat bukan hanya didasarkan pada Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), tetapi juga meliputi perilaku kerja,” ujarnya.
Perilaku PNS dalam bekerja juga dinilai oleh atasan, bawahan, rekan kerja, serta diri sendiri dalam metode survei tertutup. Aspek perilaku yang dilihat berdasarkan PP ini adalah orientasi pelayanan, kepemimpinan, kerja sama, komitmen, dan inisiatif kerja.
Berdasarkan sistem penilaian perilaku kerja 360 derajat, nilai SKP berbobot 60 persen dan 40 persen berasal dari nilai perilaku. Namun, bagi instansi yang belum menerapkan sistem penilaian 360 derajat, maka SKP memiliki bobot 70 persen dan perilaku kerja sebesar 30 persen.
Ia mengungkapkan bahwa penilaian kinerja akan berjalan efektif jika memenuhi lima persyaratan yakni objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan. “Adanya PP ini merupakan upaya bagaimana agar ASN terus dituntut berkinerja sebagaimana diharapkan oleh masyarakat,” jelasnya. [tam]

Tags: