Empat Pasien Meninggal, Dinkes Kabupaten Probolinggo Minta Warga Kenali Gejala DBD

Dinkes Kab Probolinggo lakukan fogging di 3 kec.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Kab Probolinggo, Bhirawa.
Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Probolinggo mulai Januari hingga April 2022 meningkat. Selama empat bulan terakhir, DBD mencapai 212 kasus. Dari jumlah tersebut, empat pasien meninggal dunia. Hal yang sama kasus DBD di Kota Probolinggo juga meningkat, 3 diantaranya meninggal dunia.

Keempat pasien DBD yang meninggal ini terdiri dari 3 anak-anak dan 1 orang dewasa. Mereka berasal dari Kecamatan Sumberasih dan Kotaanyar masing-masing 1 orang dan Kecamatan Pajarakan sebanyak 2 kasus.

“Faktor kematian ini terjadi karena pasien datang ke puskesmas itu sudah dalam kondisi kurang baik, sehingga begitu masuk rumah sakit kondisinya sudah memburuk. Dan dari informasi yang saya peroleh, rata-rata kematian ini karena faktor dehidrasi,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo Mujoko, Selasa (24/5).

Mujoko menegaskan intinya pasien DBD harusnya tidak boleh ada kasus kematian. Namun karena kematian ini menurut data yang ada virulensinya begitu ganas dan cepat sekali. Sehingga penanganannya sebetulnya kalau diikuti sudah ditangani dengan baik. Tetapi balik lagi kecepatan recovery.

“Secara teori itu pasien DBD jangan mati. Namun kecepatan DBD itu luar biasa seperti air bah. Jika sampai hari kelimanya lolos maka akan lolos. Tetapi kalau semisal semakin memburuk sampai hari kelima biasanya cenderung meninggal. Sebab tubuhnya sudah drop tentunya banyak pembuluh darah yang pecah,” jelasnya.

Menurut Mujoko, untuk masyarakat harus waspada karena sekarang ini memang musimnya dan musim hujan. Daerah Kabupaten Probolinggo khususnya tepi pantai yang merupakan daerah endemis. Karena sudah endemis, maka setiap tahun pasti ada yang terkena DBD.

“Usaha pencegahan paling sederhana adalah di tempat tidur dikasih kelambu. Sebab nyamuk itu datangnya pagi mulai pukul 09.00 WIB hingga 10.00 WIB dan sore pada pukul 15.00 hingga 17.00 WIB,” tegasnya.

Mujoko menegaskan untuk mengenali penyakit DBD sangat sederhana dan sudah digembar-gemborkan selama ini. Jika seseorang terkena DBD itu gejalanya pada umumnya seperti orang sakit berupa batuk, greges, pilek, kecapekan dan sebagainya.

“Jadi gejala awal adalah panas, lemah, lesu sekali dan semuanya menurun. Biasanya kalau anak-anak gerakannya luar biasa tiba-tiba menurun. Jika dewasa itu sudah merasa loyo dan lemah. Semuanya berpotensi hanya saja tergantungbmasing-masing individu meresponnya. Bahkan ada yang kecolongan juga. Saking sangat kuat, maka panas yang ada dianggap biasa dan tetap beraktifitas. Kemudian tahu-tahu sudah drop,” ujarnya.

Lebih lanjut Mujoko menegaskan gejala DBD sangat spesifik sekali. Biasanya kalau panas hari kesatu, tiba-iba naik dan turun serta mulai ada bercak-bercak merah. Jika di tes di faskes sangat sederhana sekali. Jika diperiksa selama 5 menit, maka akan tampak pembuluh darah di bawah kulit.

“Misalnya ada anak sakit hingga panasnya tinggi dan keluar bercak berupa warna merah. Jika ditekan atau penetrasi ditarik ke kanan dan kiri. Jika merahnya semakin jelas itu ada indikasi mengarah ke DBD, tapi kalau merahnya hilang berarti itu gigitan nyamuk biasa atau alergi,” pintanya.

Mujoko menyampaikan untuk meringankan gejala yang ada maka penanganannya ringan. Jika panas bisa dilakukan kompres dan yang bersangkutan harus minum sebanyak mungkin. Sebab kalau minumnya banyak bisa terkontrol.

“Untuk meningkatkan imunologinya kalau orang dewasa harus dipaksa minum pocary, jus kurma dan jus jambu supaya stamina bisa lebih cepat,” ungkapnya.

Lebih lanjut Mujoko menegaskan upaya yang sudah dilakukan selama ini begitu ada kasus DBD dan menerima hasil laboratorium rumah sakit bahwa betul-betul diagnosa DBD, maka Dinkes melalui puskesmas akan melakukan TE dengan cepat epidemologinya. Nanti dilihat kanan kirinya sebanyak 20 rumah. Jika ada jentik diputuskan untuk dilaporkan ke Dinas Kesehatan dan ijin untuk dilakukan fogging.

“Pada dasarnya fogging ini pilihan yang terjelek. Tapi karena itu menyangkut kegiatan politis dan sebagai solusi tercepat, maka masyarakat cenderung menganggap bisa menyelesaikan. Sebetulnya yang bisa menyelesaikan masalah dilakukan melalui Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M dengan menguras, menutup dan mengubur supaya menghentikan siklus jentiknya supaya jangan sampai menjadi larva,” tuturnya.wap.gat

Hal yan sama kasus Deman Berdarah Dengue (DBD) di Kota Probolinggo di tahun 2022, mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2021 lalu. Tercatat dari data dinas Kesehatan Kota probolinggo, selama tahun 2021 ditemukan sebanyak 153 orang terjangkit DBD dan tidak ada korban yang meninggal dunia. Namun di tahun 2022, sejak awal bulan januari hingga pertengahan bulan mei ini sudah 3 orang meninggal dunia akibat DBD dari 161 temuan kasus di lima kecamatan.

Plt Kepala Dinas Kota Probolinggo Dr. Nurul Hasanah Hidayati, Senin (24/5) menjelaskan, dari lima kecamatan yang ada di kota Probolinggo, paling banyak terdapat di Kecamatan Kanigaran dimana ditemukan 64 temuan kasus DBD dan satu diantaranya meninggal dunia. “Untuk Kecamatan lain seperti Wonoasih ditemukan sebanyak Sembilan kasus, satu diantaranya meninggal dunia, disusul dengan Kademangan didapati sebanyak 27 temuan kasus yang satu diantaranya juga meninggal dunia,” ucap Dr. N.H Hidayati.

Sedangkan di wilayah Kedopok sebanyak 15 temuan kasus, dan di Kecamatan Mayangan terdapat 46 temuan kasus. Namun dua Kecamatan tersebut tidak ada korban DBD yang sampai meninggal dunia. “Oleh sebab itu, segala upaya terus kita lakukan dengan tujuan mampu menekan temuan kasus DBD ini, seperti halnya kita lakukan edukasi pola hidup sehat pada warga dan melakukan fogging di beberapa wilayah secara bergantian mas,” tambahnya.(Wap.gat)

Tags: