Empat Puskesmas Tingkatkan Kapasitas Dokter Terkait Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi

Penilaian peningkatan dokter terkait pelayanan kesehatan di Puskesmas.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Masuk Lokus Penurunan 120 AKI AKB Tahun 2021
Probolinggo, Bhirawa.
Sebanyak 4 (empat) puskesmas di Kabupaten Probolinggo mengikuti pelatihan peningkatan kapasitas dokter lokus percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) tahun 2021 melalui blended learning dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.

Hal tersebut dikarenakan Kabupaten Probolinggo masuk Lokus Penurunan 120 AKI AKB tahun 2021 se-Indonesia. Keempat puskesmas tersebut diantaranya Puskesmas Kraksaan, Puskesmas Gending, Puskesmas Maron dan Puskesmas Bantaran.

Pelatihan dilaksanakan selama 5 minggu dimulai dari tanggal 27 Maret sampai 29 April 2021 dengan agenda Sabtu sesi online, Senin hingga Rabu OJT dari RSUD Waluyo Jati Kraksaan serta Kamis hingga Jum’at tugas mandiri. Mereka didampingi oleh mentor dokter spesialis kebidanan dan kandungan dr. Yessi Rahmawati Sp.OG(K), dokter spesialis penyakit dalam dr. Nanik Sp.Pd, dan dokter spesialis anak dr. M. Reza Sp.A(K).

“Bagi dokter umum di puskesmas harus mampu melaksanakan deteksi sedini mungkin pada ibu hamil yaitu dengan USG dasar terbatas,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo dr. Shodiq Tjahjono melalui Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi Sutilah, Senin (3/5).

Menurut Sutilah, untuk bayi harus mampu melakukan penanganan awal pada kegawat daruratan bayi yang membutuhkan alat berupa Neopup atau Jacson Rees. “Maka dibutuhkan alat-alat untuk bisa menurunkan AKI dan AKB,” jelasnya.

Sutilah menerangkan, peningkatan kualitas pelayanan bagi ibu dan bayi merupakan salah satu strategi percepatan penurunan AKI dan AKB sebagai program prioritas nasional. Oleh karena itulah, Kementerian Kesehatan menetapkan Kabupaten Probolinggo lokus percepatan penurunan AKI dan AKB yang dilakukan secara bertahap dari tahun 2020-2024.

“Peningkatan kapasitas dokter terkait pelayanan kesehatan ibu dan bayi yang dilakukan secara blended learning (metode pembelajaran campuran antara mandiri-online dan On The Job Training) ini merupakan salah satu intervensinya,” tuturnya.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Probolinggo terus melakukan evaluasi program Gerakan Selamatkan Ibu dan Sehatkan Anak (Gemasiba). Hal itu dilakukan untuk terus menekan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Probolinggo.

Kepala Dinkes Kabupaten Probolinggo dr. Shodiq Tjahjono mengatakan, kegiatan ini untuk konsolidasi antara Dinkes Kabupaten Probolinggo dengan OPD terkait di wilayah Kabupaten Probolinggo. Tujuannya untuk memberikan pemahaman tentang kebijakan program kesehatan keluarga dan gizi masyarakat, standar pelayanan minimal bidang kesehatan khususnya yang ada di program kesehatan keluarga dan gizi masyarakat.

“Dalam hal ini, peran rumah sakit, Dinkes, puskesmas, dokter spesialis, IDI serta IBI dalam menurunkan AKI dan AKB sangat besar. Kami juga ingin komitmen bersama untuk mendukung penurunan jumlah AKI dan AKB di Kabupaten Probolinggo,” katanya.

Tahun 2018 AKI di Kabupaten Probolinggo mencapai 12 kematian atau 64,95 per 100.000 KH. Sementara AKB tahun 2018 mencapai 13,10/1000 KH atau 242 bayi. “Untuk kasus AKI tertinggi di Kabupaten Probolinggo berada di wilayah Puskesmas Paiton. Kasus AKI ini banyak dialami oleh wanita usia produktif 20-35 tahun dan terbanyak terjadi pada waktu masa nifas,” jelasnya.

Sedangkan untuk kasus AKB tahun 2018 terbanyak di wilayah Puskesmas Sumberasih. “Penyebab kematian bayi tersebut diantaranya karena kecacatan 76 kasus, BBLR 72 kasus, infeksi 43 kasus, asfiksia 22 kasus, aspirasi 12 kasus, ileus 6 kasus dan lain-lain 11 kasus,” tegasnya.

Sementara Bupati Probolinggo P. Tantriana Sari, mengatakan evaluasi gemasiba ini merupakan salah satu upaya untuk menyamakan langkah dan frekuensi dalam rangka untuk menurunkan AKI dan AKB di Kabupaten Probolinggo.

“Kasus terbesar penyebab AKI dan AKB adalah bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan kecacatan. Kasus kematian ibu dan bayi ini tentunya tidak hanya mampu dilakukan Dinkes yang menjadi ujung tombak, tetapi harus kerja bersama-sama sesuai dengan tupoksi masing-masing,” katanya.

Lebih lanjut Bupati Tantri menegaskan kepada Apdesi untuk disampaikan kepada seluruh kepala desa tentang perlunya desa membentuk gerakan desa siaga. Terkait dengan segala sarana dan prasarananya nantinya bisa dialokasikan melalui Dana Desa (DD). Karena menurut ketentuan perundang-undangan hal itu diperbolehkan kades menyisihkan sebagian anggaran untuk pembangunan kesehatan.

“Saat ini kepala desa sudah menjadi ujung tombak dan ujung tombok. Karena setiap ada permasalahan, masyarakat pasti larinya ke kepala desa mulai dari mau melahirkan, berobat dan lain sebagainya semua lari ke kades. Oleh karena itu kepala desa harus siap 24 jam. Semua ini boleh dialokasikan di DD untuk transport mengantarkan pasien ke rumah sakit,” jelasnya.

Bupati Tantri meminta agar kepala puskesmas bertanggungjawab per wilayah tugasnya. Tentunya back up dari bidan desa di wilayahnya. Lakukan evaluasi berkala atau setiap muncul kasus sehingga bisa melakukan pendekatan lebih awal apabila ada kasus-kasus yang tidak diinginkan.

“Evaluasi itu harus terus dilakukan termasuk bidan desanya. Artinya dari seluruh proses pembangunan kesehatan saya ingin mendisiplinkan seluruhnya. Award dab punisment sejak 5 tahun lalu sudah terus ditingkatkan. Harapannya menjadi pemacu semangat untuk bekerja secara profesional,” tambahnya.[wap]

Tags: