Empat Warga Kabupaten Probolinggo Jadi Korban Tragedi Kanjuruhan

Kapolres Probolinggo, AKBP Teuku Arsya Khadafi saat ngelayat korban Kanjuruhan.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Kab Probolinggo, Bhirawa
Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan korban jiwa jadi tragedi terkelam di sepak bola Indonesia. 3 Warga Kabupaten Probolinggo juga jadi korban dalam kerusuhan selepas laga Arema melawan Persebaya itu.

Selain warga Maron Wetan, dua korban meninggal berasal dari Kraksaan dan Besuk, Kabupaten Probolinggo. Mereka adalah Abian Hasiq Rifqi 18, atau Bian, warga RT 6/RW 1, Dusun Krajan, Kelurahan Kandangjati Kulon, Kecamatan Kraksaan.

Satu lagi, Moh Kindi Arumi Purnama, 16, atau Aril, warga RT 9/RW 3, Desa Besuk Kidul, Kecamatan Besuk. Serta Yanuar Dwi Bramastyo, 15. Warga Jalan Kyai Hasan Genggong, Gang 2, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo.

Bian sendiri berangkat ke Stadion Kanjuruhan dari kontrakannya di Malang bersama delapan temannya, sekitar pukul 18.00. Semuanya warga Probolinggo yang sedang kuliah di Malang. Bian sendiri baru kuliah satu bulan di Unisma.

“Sekitar pukul delapan malam sudah sampai. Di tribun saya ada di gate 10 dekat dengan Bian,” terang Moh Syafi’i Hamdani, 18, alias Dani, teman korban.

Awalnya, kondisi di tribun baik-baik saja. Sampai akhirnya kericuhan pun terjadi usai pertandingan.

“Saya gak ikut-ikutan sama Bian. Saya berada di tribun bawah (gate 10). Saat petugas diserang, petugas nyerang balik. Lempar gas air mata ke tribun,” katanya.

Saat itulah, suporter berhamburan keluar dari stadion. Dan kekacauan pun tak terelakan. Dani pun keluar bersama Bian menuruni tangga. Mereka sempat bersama. Namun, akhirnya terpisah. Mereka terpisah saat mendekati pintu keluar tribun. Dani saat itu terjatuh dan kakinya tertindih suporter lain. Sementara Bian juga terjatuh dan terinjak-injak.

“Awalnya saya masih bisa lihat dia. Wajahnya sudah pucat, kayak sesak napas. Tapi, akhirnya posisi Bian di tengah. Saat saya mau keluar, saya lihat Bian sudah gak ada. Saya kira Bian sudah di luar,” ujarnya, Selasa (3/10).

Saat menyadari Bian tidak ada, Dani pun langsung mencari temannya itu di seputar stadion. Dia juga mencari Bian ke tiga rumah sakit terdekat mulai pukul 02.00. Dani akhirnya menemukan Bian setelah bertanya kepada seorang teman yang memiliki akses informasi ke rumah sakit di Malang. Temannya itu dievakuasi ke RS Wava Husada.

“Setahu saya, gate yang dipenuhi gas air mata itu di gate 10, 11, dan 12. Sebab, gate itu memang banyak suporter yang keluar,” tutur remaja asal Desa Widoro, Kraksaan, itu.

Andri Rubianto 32, kakak pertama Bian mengatakan, keluarga mengetahui berita duka tersebut sekitar pukul 04.00. Andri pun langsung berangkat ke RS Wava Husada.

“Langsung berangkat, sampai di sana benar. Dan keluarga meminta untuk jenazah dipulangkan,” katanya.

Menurutnya, adiknya itu memang sangat suka sepak bola. Sebelum nonton, adiknya sempat minta uang padanya.

“Saya kasih, tapi gak tahu kalau buat nonton bola. Adek ini (Bian, Red) memang maniak sepak bola. Sejak SMP memang sudah suka Arema. Kalau tanding di Malang pasti lihat dia,” katanya.

Hal yang sama dialami Rizky Dwi Yulianto, 19, warga Dusun Krajan II, Desa Maron Wetan, Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo. Ayah korban Bambang Trisila, 58, menceritakan, Sabtu (1/10) pagi korban pamitan akan nonton pertandingan Arema di Stadion Kanjuruhan.

Korban yang tercatat sebagai mahasiswa semester 3 Fakultas Sastra, Jurusan Sastra Indonesia, UNEJ, itu berangkat dari kosannya di Jember. Dia sempat mampir di rumahnya di Maron. Lalu, berangkat bersama tiga temannya mengendarai motor, Sabtu (1/10) pukul 14.00.

Saat itu kakak korban, Affandi Syifulhaq, 25, juga hendak berangkat nonton. Namun, dia berangkat naik mobil. Affandi pun sempat menawari adiknya berangkat bersama. Namun, adiknya itu menolak dengan alasan lebih nyaman menggunakan motor.

Saat gas air mata mulai ditembakkan ke tribun penonton, Affandi sudah khawatir pada adiknya. Sekitar pukul 22.00, dia mengelilingi stadion untuk mencari adiknya. Namun, tidak ditemukan. Affandi lantas menelpon HP adiknya.

Demikian pula dengan Yanuar Dwi Bramastyo, 15. Warga Jalan Kyai Hasan Genggong, Gang 2, Kelurahan Sukoharjo, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo itu menonton laga Arema v Persebaya bersama kerabat dan sejumlah temannya.
Yanuar merupakan pelajar kelas 9 SMP Namira School.

Jenazahnya sampai di rumah duka pukul 15.30. Diantar mobil jenazah milik RS Saiful Anwar Malang. Isak tangis keluarga korban langsung terdengar begitu kain kafan jenazah korban dibuka. Saat itu juga, korban disalatkan di Masjid Baburrahman. Lalu, dimakamkan di TPU Sukoharjo pukul 16.00 dengan diantar seluruh tetangga dan kerabat.

Bungsu dari dua bersaudara putra pasangan Serda Joko Faslan dan Hermin ini mengalami luka lecet pada wajah, pergelangan tangan dan kaki. Jenazah sempat dibawa ke RS Saiful Anwar Malang untuk diindentifikasi.

Armando, 30, kerabat korban yang nonton bersama korban mengatakan, mereka berangkat bersama sejumlah temannya naik Elf ke Stadion Kanjuruhan. Di stadion, mereka menyaksikan pertandingan Arema vs Persebaya dari tribun VVIP.
Usai pertandingan, seorang suporter turun ke lapangan untuk memberikan ucapan terima kasih pada pemain Arema. Tapi, tiba-tiba ada personel keamanan ikut masuk ke lapangan karena khawatir terjadi kericuhan. Akhirnya, suporter lain yang ikut masuk ke lapangan tersulut emosi. Sehingga terjadi kericuhan.

“Aparat lantas menembakkan gas air mata di segala penjuru untuk memukul mundur suporter. Akhirnya suporter panik ingin mencari jalan keluar,” ungkapnya.

Suporter berdesakan. Sehingga banyak yang jatuh dan terinjak-injak. Termasuk korban yang sampai meninggal.

“Yang kami sesalkan kenapa aparat menembakkan gas air mata. Ini membuat mata dan pernapasan kami terganggu. Makanya suporter jadi panik,” tambah Armando.(Wap.hel)

Tags: