Empat WNA Terjaring Operasi Yustisi di Kota Surabaya

Petugas Kecamatan Tambaksari mendata penduduk musiman yang tinggal di Ambengan Karya Selatan, Selasa (2/1) kemarin. [gegeh bagus setiadi/bhirawa]

(150 KK Penduduk MusimanĀ  Tanpa RT)
Surabaya, Bhirawa
Apa jadinya jika sebuah pemukiman padat penduduk tidak memiliki Ketua Rukun Tetangga (RT). Padahal, fungsi dan perannya sangat dibutuhkan dalam melayani administrasi warganya. Selain itu juga ikut menyelesaikan berbagai persoalan warga. Fungsi dan peran Ketua RT memang sebagai ujung tombak pemerintahan yang langsung berhubungan dengan masyarakat.
Fenomena tersebut masih bisa dijumpai di Kota Surabaya, tepatnya di Ambengan Karya Selatan. Sebanyak 150 KK yang tinggal di rumah petak permanen itu tidak mempunyai RT. Sebagai penggantinya yakni koordinator kampung. Hal ini diketahui petugas Kecamatan Tambaksari saat melakukan pendataan penduduk serempak di seluruh Kota Surabaya.
Berbeda dengan kecamatan lain yang menyasar penduduk musiman yang tinggal di rumah sewa (kos). Di Tambaksari lebih fokus yang tinggal di bantaran sungai dan di sepanjang rel kereta api. Pasalnya, mayoritas mereka telah tinggal hingga puluhan tahun lamanya. “Kami memang fokus pada penduduk yang tinggal di bantaran sungai dan rel kereta api,” kata Camat Tambaksari Ridwan Mubarun, Selasa (2/1) kemarin.
Pihaknya pun mengaku kaget masih adanya ratusan penduduk yang tidak ada Ketua RT-nya. Selain itu, seluruh warga tersebut bukan warga asli Surabaya, namun telah tinggal sejak 15-30 tahun silam. “Mereka ini tinggal di tanah milik PT KAI sejak 15 sampai 30 tahun,” terangnya.
Dari 150 KK itu, lanjut Ridwan, menempati rumah petak yang berukuran hanya 1×3 m2 dengan kamar mandi di luar. Mayoritas penduduk juga telah bekerja dan sudah memiliki anak. “Selain pendataan, kami juga ingin mengetahui pendatang itu bekerja atau tidak. Rata-rata kerja tukang, pembantu rumah tangga dan jualan,” jelasnya.
Menurut mantan Camat Rungkut, pihaknya tidak bisa menindak tegas lantaran bangunan tersebut berdiri di atas lahan milik PT KAI. Ridwan hanya mengimbau kepada hampir 30 KK yang saat itu berada di rumah untuk terus mewaspadai tetangga kanan kirinya. “Kalau kita buatkan KTP malah kacau nanti, karena bukan warga Surabaya,” imbuhnya.
Ke depan, Ia bakal berkoordinasi dengan PT KAI agar bisa menertibkan kampungnya. Sebab, diakuinya sangat rawan kalau fenomena tersebut dibiarkan berlarut-larut.
Selain itu, petugas juga menyasar penduduk yang tinggal di bantaran sungai di wilayah Kapas Madya Baru dan Rangkah. Mereka mayoritas tinggal di sebuah rumah permanen yang dijadikan kos-kosan. “Di sini (Rangkah) sekitar ada 24 warga dari luar kota Surabaya,” pungkas Ridwan.
WNA Terjaring Yustisi
Sementara itu sebanyak empat WNA terjaring operasi yustisi atau kelengkapan adminsitrasi kependudukan yang digelar Pemkot Surabaya di Kelurahan Banyuurip dan Petemon di Kecamatan Sawahan, Selasa (2/1).
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kota Surabaya Hajar Sulistiono mengatakan keempat WNA tersebut terdiri dari warga Belanda dan tiga warga Korea.
“Untuk yang warga Belanda sudah diketahui datanya dan kini bekerja di Bali, sedangkan yang berasal dari Korea masih belum diketahui identitasnya,” katanya.
Menurutnya, operasi yustisi kependudukan ini untuk menyikapi perintah Wali Kota Surabaya untuk mengantisipasi pendatang penduduk musiman. Dari hasil operasi tersebut, diketahui selain empat WNA juga ada 25 warga non permanen di Petemon dan 50 warga non permanen di Banyuurip.
“Dikhawatirkan masuk tahun baru, penduduk lama membawa penduduk baru dari kampung halamannya,” katanya.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya terus berkoordinasi dengan RT/RW setempat dan juga melakukan pengawasan terhadap keberadaan para pendatang baru. Ia tidak ingin kecolongan dengan masuknya pendatang atau faham teroris yang merusak kawasan ini.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya mengatakan operasi yustisi pada awal 2018 perlu dilakukan untuk mengantisipasi ledakan urbanisasi yang terjadi di Kota Pahlawan.
Ia mengatakan beberapa tempat yang akan menjadi sasaran operasi yustisi antara lain perumahan, apartemen, dan bantaran sungai. Menurut dia, semakin banyak pendatang, maka beban Kota Surabaya semakin berat, mulai dari persoalan tenaga kerja, sampah, air dan lainnya. “Untuk itu, kami harus lakukan operasi yustisi untuk warga yang memang tidak punya kapasitas dan pekerjaan,” ujarnya. [geh, dre]

Tags: