Energi Dihemat, Negara pun Selamat

Oleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa 

Energi adalah prasyarat penting untuk terjadinya pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan pemenuhan keadilan bagi masyarakat. Kebutuhan energi nasional terus meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan pertumbuhan pembangunan dan pertambahan jumlah penduduk.
Selama 10 tahun terakhir, pertumbuhan konsumsi energi rata-rata naik sebesar 7 persen per tahun dan sampai saat ini 94 persen dari kebutuhan energi nasional masih dipenuhi dari sumber energi fosil yang tidak terbarukan yaitu minyak bumi, gas bumi dan batubara. Namun, di sisi lain, sumber daya energi fosil terus mengalami penurunan, dengan kondisi seperti itu Pemerintah terus melakukan upaya untuk mencari dan mengembangkan pemanfaatan sumber energi terbarukan guna menjaga stabilitas suplai energi dalam negeri.
Di samping upaya untuk mencari alternatif sumber energi terbarukan, maka upaya untuk melakukan penghematan energi memiliki peran sangat strategis.
Gerakan Hemat Energi
Gerakan hemat energi sudah terlalu sering dikampanyekan. Gerakan ini begitu meriah saat dicanangkan, namun lambat laun melemah hingga akhirnya hilang nyaris tanpa kabar. Kebijakan hemat energi listrik misalnya, sesungguhnya bukanlah kebijakan yang baru. Dari setiap rezim pemerintahan hampir selalu mengeluarkan kebijakan berupa aturan/regulasi untuk mendorong gerakan hemat energi listrik sudah diterbitkan.
Sembilan tahun yang lalu, misalnya pemerintah sudah menekankan pentingnya melakukan audit konsumsi energi di kantor pemerintahan sebagai cara penghematan energi. Ketentuan ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi. Sayangnya, hingga kini belum ada langkah masif pemerintah untuk mengimplementasikan regulasi tersebut.
Audit konsumsi energi khususnya di lingkungan kantor pemerintahan harus dilakukan. Hal ini bukan hanya sebagai bukti telah efektifnya penggunaan energi di lingkungan kantor pemerintahan, lebih dari itu, hal ini sebagai simbol bahwa penghematan energi dilakukan secara sungguh-sungguh. Jika istana presiden memberi contoh, diikuti dengan kantor gubernur dan bupati/walikota maka kantor pemerintahan yang lain seperti kementerian, BUMN/BUMD, Dinas dan Badan akan pula mengikutinya.
Selama ini kantor pemerintahan dari pusat hingga daerah belum banyak yang secara serius merespon pelaksanaan audit energi atas konsumsi energi listrik. Padahal, aturan audit energi merupakan bagian yang tertuang dalam PP No. 70 Tahun 2009. Artinya, sudah ada beleid yang mengatur perlunya audit energi di lingkungan lembaga pemerintah. Tidak mungkin berhemat kalau tidak lebih dulu melakukan audit energi. Dengan melakukan audit energi, maka akan bisa diukur bagaimana konsumsi energi dari tahun ke tahun. Tanpa melakukan audit energi, bagaimana mungkin dapat mengukur atau menentukan pemerintahan sudah menjalankan kebijakan untuk hemat energi.
Menjadikan Gaya Hidup
Permasalahan hemat energ, bukan pada semangat masyarakat. Pangkal masalah berasal dari implementasi kebijakan dan monitoring hemat energi yang masih lemah. Bukan itu saja, gerakan-gerakan untuk melakukan hemat energi itu juga terlihat hanya sekadar gerakan saja, karena secara faktual di lingkungan kantor pemerintahan sendiri yang justru tidak memberikan contoh yang baik. Terbukti, kantor pemerintahan justru paling boros energi.
Berdasarkan hasil audit energi yang dilakukan pemerintah pusat beberapa waktu lalu, memang terjadi pemborosan energi. Yang paling tinggi terjadi di kantor pemerintah. Selain itu juga pemborosan energi terjadi di rumah sakit dan hotel. Keberhasilan gerakan hemat energi listrik akan sangat ditentukan bagaimana gaya hidup (lifestyle) masyarakat dalam mengonsumsi listrik. Ironisnya, bangsa Indonesia adalah bangsa yang dikenal sebagai bangsa yang konsumtif alis boros, termasuk dalam pemakaian energi.
Untuk itu perilaku budaya hemat listrik perlu ditanamkan secara luas dan berakar di masyarakat. Keterlibatan generasi muda, terutama anak-anak dalam melakukan perilaku hemat listrik sangat dibutuhkan. Agar terbangun masyarakat yang berbudaya hemat listrik, budaya hemat listrik bisa ditanamkan kepada anak-anak. Seperti mematikan lampu saat tidak digunakan hingga menggunakan listrik secara bijak saat memainkan playstation maupun televisi. Selain itu juga diperkenalkan memilih peralatan rumah tangga hemat listrik, perawatan hingga tips sederhana mengenai penghematan listrik di rumah tangga.
Dan yang tak kalah pentingnya, pemerintah harus memberikan apresiasi atau memberikan penghargaan kepada instansi pemerintah, industri, dan pengelola bangunan gedung atau siapa saja yang memiliki komitmen dalam gerakan ini. Keterlibatan ini bisa ditunjukkan dengan mendesak kalangan pengusaha untuk tidak boros energi, juga bisa ditunjukkan dengan mendorong kalangan industri untuk memproduksi teknologi yang hemat energi.
Perlu ada gerakan bersama di kalangan industri di tanah air untuk menciptakan produk industri khususnya elektronik yang lebih hemat listri. Nah pemerintah kalau perlu memberi kemudahan modal bagi kalangan pengusaha yang memiliki komitmen untuk menciptakan inovasi teknologi yang bisa memanfaatkan sumber energi lain misalnya teknologi sinar matahari (solar cell) harus didorong.
Masih terbatasnya inovasi teknologi yang berkait peralatan hemat energi ini membuat produk peralatan hemat energi cenderung mahal. Beberapa wilayah sudah mulai menggunakan sumber energi matahari (solar cell). Hanya sayangnya, energi matahari ini tidak bisa langsung digunakan secara massal olah masyarakat karena harus menggunakan teknologi yang mahal, belum lagi lampunya yang jauh harganya lebih mahal dibanding lampu listrik biasa.
Wujudkan Keadilan Sosial
Energi merupakan pintu gerbang menuju ke peradaban modern. Hampir tidak ada kegiatan manusia modern yang tidak menggunakan energi. Lantaran, energi tidak hanya berfungsi sebagai alat dukung strategis dalam pembangunan suatu bangsa tetapi juga sekaligus berfungsi sebagai salah satu indikator kemajuan suatu bangsa.
Di tengah masih banyaknya masyarakat yang belum menikmati listrik, suatu fakta yang ironis terjadi yakni di wilayah lain masih ada sebagian masyarakat yang menghambur-hamburkan energi listrik yang dimiliki. Sikap ini menunjukkan belum adanya kepedulian yang maksimal akan arti penting listrik dan arti penting menjaga keberlanjutan pasokannya. Salah satu di antaranya tercermin dari sikap hidup boros dalam menggunakan energi listrik.
Ketidakefisienan ini pula yang antara lain ikut mendorong terjadinya padam listrik sebagaimana terjadi pada peristiwa September black out pada tahun 2002 yang menimpa Jawa-Bali. Kejadian yang hampir sama terulang pada Agustus 2005 sebelas tahun yang lalu.
Bahwa efisiensi penggunaan listrik merupakan kebutuhan yang tak bisa ditawar demi ketahanan energi nasional serta memberikan kesempatan kepada generasi mendatang untuk tetap dapat menikmati listrik.
Besarnya potensi penghematan energi ini membawa masyarakat dunia bersepakat untuk menempatkan penghematan energi (energi efisiensi) sebagai sumber energi pertama (first fuel). Hal ini sekaligus mengamanatkan bahwa sebelum kita menggunakan jenis energi apapun (termasuk energi terbarukan) maka yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah melakukan penghematan. Dengan demikian, maka gerakan untuk melakukan penghematan energi bukan lagi sebagai sebuah retorika tetapi merupakan bagian dari tanggung jawab moral pribadi, masyarakat, Badan Usaha dan seluruh komponen bangsa untuk melaksanakan penghematan dalam menggunakan energi. Di negara-negara maju, perilaku hemat energi sudah menjadi bagian dari budaya dan gaya hidup sehari-hari.
Sementara di Indonesia, hemat energi masih belum disadari manfaat dan peran strategisnya. Bila kita menengok ke beberapa negara maju, gerakan hemat energi justru diinisiasi oleh masyarakat, melalui kelompok- individu untuk melakukan upaya penghematan energi. Hemat energi adalah menggunakan energi secara bijak yaitu efisien dan rasional tanpa mengurangi kenyamanan, kesehatan dan produktivitas. Dengan melakukan penghematan konsumsi energi, maka kita dapat memberikan akses energi kepada saudara-saudara kita yang berada di daerah terpencil. Inilah sesungguhnya makna dari energi yang berkeadilan.

———- *** ———–

Rate this article!
Tags: