Entas Kemiskinan, Masyarakat Harus Ikut Awasi Pengelolaan Hutan

Sekdaprov Jatim Dr H Akhmad Sukardi MM menyerahkan Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Hak Hutan saat Upacara Peringatan Hari Bakti Rimbawan ke 35 dan Hari Hutan Internasional Tahun 2018 di Dinas Kehutanan Provinsi Jatim.

Pemprov Jatim, Bhirawa
Sekdaprov Jatim Dr H Akhmad Sukardi MM meminta masyarakat untuk ikut mengawasi program pemerintah berupa pemberian hak akses kelola kepada masyarakat melalui program perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektar. Permintaan itu ia sampaikan agar program tersebut benar-benar tepat sasaran.
“Jangan sampai orang-orang yang tidak berhak malah memperoleh bagian, dan sebaliknya, orang yang berhak justru tidak dapat,” kata Sukardi, sapaan lekatnya saat menjadi inspektur upacara Hari Bhakti Rimbawan ke-35 dan Hari Hutan Internasional Tahun 2018 di Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Jatim, Kamis (22/3).
Menurutnya, pengawasan ini juga harus dilakukan agar pemanfaatan hutan sosial ini dapat mengurangi kemiskinan. Disamping itu juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. “Jangan sampai masyarakat yang punya hak ini hanya jadi penonton, setelah haknya diberikan malah mereka tidak ikut dalam masa produksi,” terangnya.
Sekdaprov Akhmad Sukardi juga mengapresiasi kepada para rimbawan yang telah ikhlas menjalankan tugas mereka. “Rimbawan ini calon penghuni surga. Bila tidak ada mereka hutan kita akan habis, bila hutan kita habis maka bencana akan datang,” katanya.
Sementara itu dalam sambutannya yang dibacakan Sekdaprov Jatim, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, meminta semua pihak untuk menjaga keseimbangan alam. Dimana manusia tidak hanya ‘mengambil’ tetapi juga harus ‘memberi’ dengan selalu mengingat bahwa hutan adalah maha taman tempat untuk bekerja. Termasuk ketika memanfaatkan kawasan untuk produksi, harus dijaga dari ancaman kebakaran hutan dan lahan, serta pencemaran.
Menurutnya, potensi pemanfaatan hutan dan pasokan bahan baku industri tahun 2045 mendatang diprediksi dapat menghasilkan devisa sebanyak 97,51 milyar USD atau setara dengan 8,9 kali devisa tahun 2017. Hal ini dapat terwujud melalui konfigurasi bisnis baru kehutanan yaitu pengembangan industri berbasis hasil hutan bukan kayu, agroforestry, ekowisata, jasa lingkungan dari air, panas bumi dan serapan karbon serta bioenergy.
Sebagai pedoman, lanjutnya, bench mark untuk pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan tahun 2018-2019 adalah atasi kemiskinan, kesempatan kerja, ekspor dan investasi. Untuk merealisasikan bench mark tersebut, perlu dilakukan enam langkah strategis, diantaranya alokasi sumberdaya hutan untuk pemerataan ekonomi, pengendalian deforestasi dan degradasi hutan, serta konservasi dan pemeliharaan bio-diversity dan biosfer.
Ditambahkannya, program perhutanan sosial memungkinkan masyarakat untuk mengolah kawasan hutan negara secara legal, tanpa merusak hutan dengan mengembangkan ekowisata dan agroforestry. Sebagai upaya mengurangi konflik, ketimpangan lahan, pengangguran dan kemiskinan masyarakat di sekitar hutan, masyarakat diberikan hak atau izin memanfaatkan hutan negara untuk kemakmuran rakyat.
Hutan negara tersebut dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, kemitraan kehutanan dan hutan adat. “Realisasi perhutanan sosial di Indonesia saat ini telah mencapai areal seluas 1,4 juta hektar dan ditargetkan sampai tahun 2019 akan terealisasi 4,5 juta hektar,” katanya.
Dalam upacara ini dilakukan serangkaian kegiatan, seperti penyerahan Satya Lencana Karya Satya ASN Kementerian LHK, demo bongkar pasang senjata api dari Polhut Kementerian LHK, demo saka wanabakti Jatim, serta penyerahan Sertifikat Legalitas Kayu/S-LK. Sertifikat ini diantaranya diberikan kepada Muksin dari Kelompok Pengelola Hutan Rakyat Wono Mulyo Lestari dari Desa Tulungrejo, Kec. Donomulyo, Kab.Malang, dan Untung Mohamad Fauzan dari Forest Management Unit Tempurejo Kembali Hijau, Desa Sanenrejo, Kec Tempurejo Kab Jember. [iib]

Tags: