Evaluasi Gerakan Imunisasi MR di Jawa Timur

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Usai sudah pelaksanaan gerakan imunisasi measles dan rubella (MR) secara nasional. Data dari Kementerian Kesehatan diperoleh bahwa Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat tertinggi secara nasional atas capaian cakupan imunisasi MR yakni mencapai 106,02 persen dari target jumlah 8.468.644 anak, yang telah imunisasi sebanyak 8.978.351 anak (Jawa Pos, 3/10/2017). Capaian tersebut menunjukkan buah manis dan berkat komitmen Gubernur Jawa Timur dengan melibatkan seluruh Bupati/Walikota Se-Jawa Timur serta dukungan seluruh stakeholder atau para pihak seperti media, lembaga swasta, sponsor, LSM, dan kader masyarakat untuk menyukseskan gerakan imunisasi MR. Pelaksanaan gerakan imunisasi nasional ini terdiri dari dua tahap yaitu : Tahap pertama dilaksanakan pada Bulan Agustus, yaitu pemberian Imunisasi MR di seluruh sekolah (sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak, SD/MI/sederajat, SDLB dan SMP/MTs/sederajat dan SMPLB). Sedangkan Tahap kedua pada Bulan September yaitu pemberian imunisasi MR di pos-pos pelayanan imunisasi lainnya, seperti Posyandu, Polindes, Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit, dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Sasaran gerakan imunisasi adalah upaya mencapai target cakupan imunisasi nasional yakni sebesar 95 persen anak usia 9 bulan hingga di bawah 15 tahun terimunisasi.Program imunisasi MR sangatlah vital dan strategis untuk mencapai tujuan Indonesia Bebas MR antara lain : pertama, Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai eliminasi campak dan pengendalian rubella/Congenital Rubella Syndrome (CRS) pada tahun 2020 sehingga program ini tentu sangat berkorelasi langsung dengan target dan komitmen eliminasi MR. Kedua, tujuan dan orientasi gerakan imunisasi MR adalah melindungi bayi balita dan anak-anak agar terhindar dari serangan penyakit campak dan rubella. Setiap anak memiliki hak asasi untuk hidup sehat dimana salah satu upaya adalah pemberian imunisasi MR. Serangan peyakit measles dan rubella yang selama ini masih merupakan ancaman kesehatan balita dan salah satu potensi meningkatkan angka kesakitan bahkan kematian balita. Di sisi lain, mereka adalah generasi penerus tongkat estafet masa depan republik tercinta ini.
Sumber daya manusia inilah merupakan komponen mendasar sebuah bangsa untuk mencapai cita-cita sebuah negara. Ketiga, program imunisasi merupakan salah satu program yang merujuk pada upaya mewujudkan Indonesia Sehat, Indonesia Cerdas dimana aspek promosi dan pencegahan lebih dikedepankan, mengapa hal itu vital, karena dalam pakem kesehatan mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Kondisi tersebut berkorelasi dengan aspek pembiayaan dimana biaya kesehatan lebih banyak digunakan untuk upaya pengobatan, perawatan, dan penyembuhan seseorang ketika telah jatuh sakit sehingga gerakan ini dapat menjadi titik balik bahwa aspek promotif dan preventif lebih dorong lebih luas. Beberapa problematika yang dijumpai di lapangan antara lain : pertama, masih adanya keraguan atas aspek kehalalan vaksin. Berdasarkan keterangan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan bahwa vaksin MR memang belum mendapat sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini  karena sertifikasi membutuhkan waktu, sementara keberadaan vaksin tersebut sudah dibutuhkan oleh masyarakat. Meskipun demikian berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 tahun 2016 dinyatakan vaksin MR dianggap mubah atau diperbolehkan.
Memang sudah diprediksi sebelumnya bahwa terdapat kelompok masyarakat yang masih menganggap vaksin yang diberikan ke anak-anak mereka mengandung bahan yang tidak sepenuhnya halal. Hal ini tidak sepenuhnya salah karena disebabkan oleh efek traumatik atau publikasi vaksin palsu dan mengandung enzim dari babi pada waktu lalu. Dalam terori psikologi publik, tidak mudah untuk menyakinkan masyarakat atas produk vaksin palsu dan mengandung enzim babi yang nantinya akan diberikan di tubuh bayi, balita, dan anak-anak tercinta. Padahal Menteri Kesehatan sudah menjamin kehalalan dan orisinalitas bahan vaksin MR. Kedua, terjadinya perbedaan data sasaran dan target riil di lapangan. Hal ini bukan barang baru bahwa permasalahan data acapkali berbeda baik yang diperoleh dari sumber data antar instansi, perbedaan antara data di tingkat lapangan termasuk, validitasitas dan keabsahan data. Misalnya data jumlah anak di satu desa, antara data Dinas Kesehatan, BPS, Data Dasa Wisma (Dawis) di Desa tidak sama sehingga berimplikasi pada hasil cakupan imunisasi.
Hingga detik ini pemerintah belum mampu menghasilkan satu data (single data) yang benar-benar valid dan dijadikan rujukan berbagai instansi. Variasi data dengan metode pendekatan yang berbeda-beda membutuhkan komitmen bersama agar program yang dijalankan sesuai dengan data dasar yang disepakati bersama. Ketiga, masih adanya ketakutan atas efek pemberian vaksin meski secara uji klinis pemberian vaksinasi tidak berdampak. Vaksin yang digunakan telah mendapat rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan izin edar dari Badan POM. Vaksin ini aman dan telah digunakan di lebih dari 141 negara dunia.Memang terkadang muncul efek samping berupa badan hangat ketika setelah mendapat suntikan namun secara tinjauan medis kondisi tersebut adalah hal yang biasa. Mungkin bila ada balita yang sakit memang dianjurkan ditunda sementara agar tidak menambah penyakitnya.Di sisi lain atas informasi kasus-kasus yang muncul seperti kelumpuhan, Kementerian Kesehatan dan Tim Ahli Independen yang melakukan kajian terhadap laporan kasus -kasus yang diduga Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi yakni Komnas Pengkajian dan Penanggulangan KIPI (Komnas PP KIPI) sudah memberikan pernyataan, belum ada bukti hubungan kausalitas antara suntikan vaksin MR dengan kasus kelumpuhan yang terjadi pada anak.

                                                                                                                   ————- *** —————

Tags: