Evaluasi Pembelajaran Jarak Jauh

foto ilustrasi

Pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar daring yang selama ini diaplikasikan selama pandemi covid-19 rupanya masih menyisakan persoalan di tengah-tengah masyarakat. Permasalahan tersebut semakin terbuktikan setelah terkabarkan tentang adanya siswi di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang diduga bunuh diri karena frustrasi selama menempuh belajar daring pada Sabtu (17/10). Sontak, kabar itupun mengundang perhatian publik dan pemerhati pendidikan di negeri ini.

Kejadian bunuh diri oleh siswa di kabupaten Gowa tersebut seharusnya menjadi alarm yang sangat keras bagi pemerintah, agar pemerintah mampu menegaskan bahwa masalah penugasan sebaiknya tidak berlebihan diberikan pada siswa, yang berujung depresi. Mengingat pula, kasus seperti ini bukanlah yang pertama kali terjadi di negeri ini.

Mengingat pula, PJJ masih berlangsung di sebagian besar sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat masih ada PJJ masih berlangsung di 1.840 sekolah di zona merah, 12.124 sekolah di zona oranye, 6.238 sekolah di zona kuning dan 764 sekolah di zona hijau. Sedangkan bantuan kuota gratis masih berlangsung hingga Desember. Bulan September lalu, kuota gratis diterima oleh 27.305.495 orang yang tersebar di 34 provinsi. Jumlah tersebut, masih jauh dari jumlah total peserta didik dan pendidik yang tercatat di Data Pokok Pendidikan, yakni 64.034.292 orang, (kompas.com, 19/10).

Itu artinya yang menerima bantuan kuota baru mencapai 42 persen. Sedangkan, kendala PJJ sendiri tidak hanya terkait biaya kuota. Melihat dinamika dan persoalan sepanjang PJJ sampai saat ini, sudah saatnya kepala sekolah dan guru berperan dalam mengukur beban penugasan yang diberikan siswa. Begitupun, pemerintah sudah semestinya tidak berlepas tangan cukup dengan memberikan kuota data kepada siswa saja tetapi memahami secara penuh suasana dan kondisi pembelajaran di masa pandemi covid-19.

Asri Kusuma Dewanti
Pengajar Universitas Muhammadiyah Malang

Rate this article!
Tags: