Evaluasi Pembelajaran, SMAMX Gunakan Festival Tengah Semester

Salah satu pembelajaran ujian live online dalam festival tengah semester yang mengintegrasikan berbagai bidang mapel yang berkesinambungan.

Tak Gunakan Rapot, Penilaian Berbentuk Portofolio
Surabaya, Bhirawa
Konsep baru dalam evaluasi pembelajaran diterapkan SMA Muhammadiyah X Surabaya (SMAMX). Bukan lagi Ujian Tengah Semester (UTS), melainkan berbentuk festival. Yakni sebuah projek khusus yang diberikan kepada siswa.
Kepala SMAMX, Sudarosman mengungkapkan, proses pembelajaran sudah diawali dengan kontekstual. Sehingga dalam evaluasi pembelajaran pihaknya lebih memilih penilaian kecakapan hidup dibanding pertanyaan pilihan ganda.
“Jadi kami menggunakan secara otentik salah satunya dengan festival,” ujar dia, Selasa (13/10).
Menariknya, dalam konsep festival tengah semester ini materi yang diujikan terintegrasi satu sama lain. Dengan kata lain tiga bidang studi jadikan satu. Seperti fisika dan kimia atau olahraga, seni budaya dan bahasa yang masuk pada mata pelajaran culture pembangunan budaya.
“Dalam pelaksanaanya kami menerapkan metode pembelajaran yang sudah ada. Ada tiga metode, mulai pembelajaran Daring dengan mengirimkan video, ada yang live pembelajaran via zoom ada juga yang tatap muka,” kata dia.
Untuk tatap muka, lanjut Sudarosman, hanya dikhususkan pada Mapel olah raga dan budaya. Sementara dalam penilaiannya, ada enam aspek yang dinilai mulai ranah emosional, ranah pikir, ranah sosial, ranah hati, ranah raga dan ranah religi. ”Jadi dari projek tadi siswa akan diminta untuk menganalisa,” imbuhnya.
Penilaian itu, juga bisa diketahui dan dilihat oleh orang tua melalui video ujian interaktif. Festival tengah semester sudah dilakukan sejak tiga minggu lalu. Di minggu pertama, guru menyerahkan project yang berisi informasi diskripsi tugas untuk siswa. Setelahnya siswa mempelajari projek yang diberikan. Di minggu ketiga dilakukan penilaian. Baik bentuk video dan video langsung interaktif lewat zoom.
“Nilainya masuk UTS. Tapi untuk bentuk rapotnya berupa portofolio,” pungkasnya.
Waka Kurikulum, Alvin Nurwahyu menambahkan festival ini dilakukan siswa dengan menyelesaikan project khusus. ”Pemilihan project berdasarkan kelompok jurusan dan komunitas.
Sehingga setiap guru tidak bisa memaksakan model pengujian, jadi siswa bebas mengekspresikan diri dalam projectnya,” lanjutnya.
Misalkan pelajaran sejarah, siswa bisa membuat esai, kliping, podcast ataupun presentasi sesuai komunitas bahasa yang diikuti. Sehingga ada kepercayaan diri pada anak, karena ada siswa yang tidak percaya diri di kamera, atau mungkin tidak bisa editing video.
“Project ini dikumpulkan siswa dengan membuat produk berupa produk nyata, video, live report ataupun praktek tatap muka,” pungkasnya.
Hasil evaluasi ini, dikatakan Alvin, dikemas dalam rapor khusus yang dibuat sekolah. Rapor ini bisa dijadikan sebagai portofolio saat pendaftaran SNMPTN di perguruan tinggi. [ina]

Tags: