Fatwa MUI Jatim: Ajaran Syiah Sesat

Abdusshomad Buchori

Abdusshomad Buchori

Bandung, Bhirawa
Merebaknya paham Syiah di Indonesia dianggap oleh sebagian pihak merupakan ancaman bagi keyakinan umat Islam. Karenanya banyak organisasi masyarakat atau aliansi sejenis menggelar forum-forum yang membahas bahaya syiah.
Aliansi Anti Syiah (Annas) besutan Athian Ali menggelar seminar bertemakan ‘Bahaya Ideologi Syiah Terhadap Keutuhan NKRI’ di Masjid Al Fajr, Bandung, Minggu (29/11). Acara tersebut menghadirkan beberapa tokoh sebagai pembicara dari banyak perspektif yang menilai keberadaan pandangan Syiah terhadap keutuhan berbangsa Indonesia.
Dalam kesempatan itu Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jatim Abdusshomad Buchori mengatakan, penyimpangan Syiah di Indonesia patut diwaspadai. Bahaya tersebut harus disikapi pemerintah dengan segera sebelum membuat konflik yang mengancam kehidupan berbangsa. “Kami sampaikan bahwa bahaya Syiah harus diatasi. Harus ada kebijakan pemerintah terutama kebijakan hukum,” katanya dalam seminar itu.
Dia mengungkapkan, MUI Jatim sudah mengeluarkan fatwa yang tertuang dalam keputusan No. Kep-01/SKF-MUI/JTM/I/2012 tentang kesesatan ajaran Syiah. Para ulama MUI Jatim menilai semua negara yang dimasuki Syiah pasti tercipta konflik akibat banyaknya pemberontakan karena paham yang bertentangan.
Ia menyebutkan, penyebaran paham Syiah saat ini dilakukan dengan masif di beberapa wilayah. Salah satunya Jatim, di mana masyarakat diberikan sumbangan yang kemudian diikuti dengan penanaman paham Syiah. Terutama kepada kalangan masyarakat kelas bawah.
Mereka dinilai berusaha memberontak dengan menyebarkan paham yang bertentangan dengan Islam yang damai. Jika dibiarkan maka akan membahayakan keutuhan NKRI, bahkan dapat menimbulkan konflik beragama seperti yang terjadi di kawasan Timur Tengah. Karenanya ia menilai perlu adanya pendekatan politik dan aturan hukum yang melawan ideologi Syiah.
Menurut dia, fatwa bahaya Syiah memang belum ditetapkan juga oleh MUI pusat. Padahal MUI pusat telah mengkaji perbedaan Syiah dengan Ahlusunnah Wal Jamaah sejak 1984. Perbedaan ini dinilai seharusnya sudah mulai diantisipasi para ulama MUI pusat untuk memutuskan sebuah fatwa yang bisa direkomendasikan ke pemerintah.
Dia meminta para ulama dan pemimpin Islam di Indonesia untuk bersikap kritis akan penyebaran paham Syiah. Selain itu perlu meyakinkan pemerintah untuk bersifat tegas menyikapi ini.
“MUI Jatim mengeluarkan fatwa dan didukung banyak kalangan. Tinggal satu langkah lagi kita minta MUI pusat bikin fatwa dan juga aturan pemerintah. Minimal mulai 2016 harus dikeluarkan,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Fatthurahman Kamal juga menilai permasalahan Syiah harus disikapi dengan serius. Pasalnya mereka mulai menyebarkan paham lewat dakwah kepada kalangan muda. “Satu hal yang harus diawasi adalah mewaspadai kemungkinan anomali dakwah,” ungkapnya.
Ia menyebutkan penganut Syiah mulai melebarkan pemahamannya dengan tiga metode menyesatkan. Mulai dari filsafat, sejarah, hingga budaya.
Sayangnya permasalahan Syiah ini masih belum dapat disikapi serius oleh pemerintah. Menurut dia, pemerintah lebih menekankan data empiris terkait bahaya Syiah ketimbang teori-teori teologis yang sering dikemukakan para ulama. “Ada permasalahan dalam menyampaikan ke masyarakat dan pemerintah karena data kita selalu bersifat teologis bukan data empiris,” ujarnya.
Diakui pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf di mana pemerintah masih kesulitan mengeluarkan aturan lantaran terbentur pada HAM. Mengingat keyakinan beragama merupakan hak dari masing-masing individu yang sulit diintervensi pemerintah.
“Kalau pemerintah menyatakan Syiah sesat maka dianggap intoleran,  dianggap melanggar HAM. Diumumkan bahwa Indonesia anti HAM dan dianggap Islam tidak toleran,” ungkapnya. [cty, ins]

Rate this article!
Tags: