Fenomena Distribusi Kebutuhan Pokok Melalui Raskin

M. Amir HTOleh:
M. Amir. HT
Peneliti Kebijakan Publik ; Peneliti Balitbang Provinsi Jatim

Program Millennium Development Goals (MDGs) 2015 masih menempatkan upaya penurunan angka kemiskinan sebagai isu utama terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia. Terkait dengan  banyaknya jumlah penduduk dalam kategori miskin dibanding kebutuhan akan konsumsi beras sebagai makanan pokok sehari-hari, maka pemerintah membentuk suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan bagi masyarakat miskin berbahan baku beras.
Sementara data BPS  dua tahun berjalan pada bulan Maret 2013, jumlah  penduduk miskin dengan pengeluaran per-kapita per-bulan di bawah garis kemiskinan mencapai 28,07 juta orang atau 11,37%. Maka peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan komoditi bukan makanan.
Kemiskinan dapat menjadi masalah utama dalam proses pembangunan. Penyebabnya, kemiskinan dapat  menjadi kerentanan, sehingga prioritas pembangunan nasional sedapat mungkin mempercepat pemulihan ekonomi. Salah satu diantaranya adalah penanggulangan kemiskinan dan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat.
Program-program penanggulangan kemiskinan yang selama ini dilaksanakan masih banyak mengalami kemacetan, dan kendala teknis bahkan memunculkan ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah sebagai pemberi bantuan dana dan fasilitas.
Penyaluran raskin  sejak tahun 1998, awalnya disebut program Operasi Pasar Khusus (OPK) kemudian diubah menjadi Raskin pada tahun 2002. Tujuan program raskin adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Sasaran program raskin adalah berkurangnya beban  pengeluaran rumah tangga sasaran berdasarkan data PPLS-11 BPS dalam mencukupi kebutuhan pangan beras melalui pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 180 Kg/RTS/tahun atau setara dengan 15 kg/RTS/bulan dengan harga  Rp1.600,00.
Penerapan kebijakan Beras Rakyat Miskin (RASKIN) dilaksanakan karena kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan bantuan pangan sangat diperlukan, dibutuhkan terutama oleh masyarakat miskin yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Selain kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan bantuan RASKIN, juga ada faktor lain yang memang perlu diperhatikan dalam kesuksesan kebijakan RASKIN  ini yakni memberi arahan kepada masyarakat, mengenai program-program RASKIN sebagai salah satu program penanggulangan kemiskinan klaster 1, yaitu kegiatan perlindungan sosial berbasis keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok bagi masyarakat kurang mampu.
Dimana RASKIN ini mempunyai multi fungsi yaitu memperkuat ketahanan pangan keluarga miskin, sebagai pendukung bagi kualitas sumber daya manusia, dan pendukung usaha tani padi sektor lainnya serta peningkatan pemberdayaan ekonomi daerah. Program beras untuk keluarga miskin adalah bagian dari upaya pemerintah untuk memperdayakan masyarakat dengan menanggulangi masalah kemiskinan secara terpadu. Program ini dilaksanakan di bawah tanggung jawab Departemen Dalam Negeri dan Perum BULOG sesuai dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) Menteri Dalam Negeri dengan Direktur Utama Perum BULOG No. 25 Tahun 2003 dan No. PKK- 12/07/2003, yang melibatkan instansi terkait, pemerintah daerah dan masyarakat.
Berdasarkan Surat Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat No. B-2143/KMK/Dep.II/XI/2007, salah satu alternatif tindakan yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan ini diwujudkan dalam kebijakan beras untuk keluarga miskin sebagai tindaklanjut pendistribusian beras bersubsidi dengan ketentuan setiap rumah tangga memperoleh 10 Kg hingga 15 Kg. Tetapi program raskin ini tidak berjalan seperti yang diharapkan. Banyak kendala dan penyimpangan yang terjadi, baik dari pusat maupun di daerah.
Seperti kasus yang terjadi di berbagai provinsi di Indonesia,  banyak keluhan yang disampaikan masyarakat di-daerah ke pemerintah pusat baik tentang kualitas maupun kuantitas beras itu sendiri. Seperti jumlah rumah tangga miskin paling banyak sedangkan mendapatkan  jatah raskin dari pemerintah sedikit, bahkan ada yang menerima hanya 5 kg saja. Kemudian  banyak warga miskin tidak terdaftar dalam daftar penerima raskin serta terkadang beras berkualitas buruk. Hal tersebut terjadi karena tidak ada pengawasan optimal dari tim monev.
Program raskin ini dapat  didukung melalui instrumen atau kebijakan  yang jelas serta kesediaan  petugas dalam melaksanakan raskin, serta kesediaan warga dalam menerima raskin dan ketepatan waktu para RTS dalam membayar raskin sehingga penyaluran berjalan lancer, sedangkan faktor penghambat dalam program raskin meliputi pendataan warga miskin yang tidak dilakukan dengan benar (kurang Valid), sehingga banyak warga msikin tidak tercantum dalam daftar penerima manfaat, bahkan tidak ada sistem pengaduan yang memadai, pengecekan raskin tidak dilakukan secara berkala terkadang berkualitas buruk diterima oleh para RTS dan tim monev raskin belum maksimal dalam melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi.
Solusinya petugas raskin diharapkan mampu memperbaiki kinerja yang selama ini kurang berjalan sesuai dengan ketentuan pusat agar pelaksanaan raskin bisa berjalan secara optimal dan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat miskin yang membutuhkan. Petugas raskin seharusnya melakukan pendataan secara berkala, merancang sistem pengaduan yang memadai, melakukan pengecekan secara teliti dan benar sehingga RTS merasa puas terhadap kualitas raskin, serta tim monev seharusnya melakukan monitoring dan evaluasi secara optimal.
Hal ini untuk menyikapi keluhan kualitas raskin yang masih rendah disampaikan oleh rumah tangga sasaran (RTS) atau penerima manfaat,
guna menjamin kualitas raskin, alternatif lain dalam pengadaan selanjutnya agar lebih memprioritaskan dalam bentuk gabah kering panen. Ide penyerapan gabah kering panen ini, muncul karena dalam propses penyimpanan-nya relatif lebih aman daripada menyimpan dalam bentuk beras. Dengan begitu, kualitas raskin yang diterima penerima manfaat juga lebih terjamin. Jadi pengadaan selanjutnya, sebaiknya dipikirkan untuk dilakukan dengan komposisi 60 persen gabah, dan 40 persen beras.
Sebab persoalan rendahnya kualitas raskin memang masih rentan terjadi, karena perawatan raskin yang harus disimpan lebih dari enam bulan, sebelum didistribusikan bukanlah persoalan yang mudah. Belum lagi, distribusi dan proses pengadaan di lapangan juga tidak dibarengi dengan ketersediaan petugas pengawas yang memadai. Maka perlu dipikirkan secara arif dan bijaksana.

Tags: