Fenomena Kasus di India dan Vaksin Nusantara

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Dunia tengah waspada terhadap ledakan kasus Covid-19 di India. Tak tanggung-tanggung kasus harian menembus angka 300 ribu dengan kematian diatas 2 ribu jiwa. Berbagai negara seakan tengah mengembargo warga negara India untuk mencegah meluasnya kasus termasuk di Indonesia. Meski sempat “kebobolan” dengan kedatangan 127 warga India di Jakarta namun langkah preventif tengah ditempuh oleh pemerintah dengan mengkarantina WNA India secara ketat. Kasus di India merupakan bentuk pelajaran berharga bagaimana sedikit kelengahan dapat memperburuk keadaan penanganan kasus corona yang belum ada tanda-tanda melandai. “Tsunami” kasus di India menarik untuk dikaji, meski sempat dinyatakan berhasil menurunkan kasus secara signifikan namun mereka terlena oleh euphoria vaksinasi dan relaksasi atau pelonggaran berbagai kegiatan yang mengundang massa besar dan masif seperti pesta keagamaan, kampanye pemilihan umum di sebagian wilayah di India termasuk kegiatan-kegiatan yang bersifat memantik kerumunan. Selain itu terjadi indikasi terjadi penyebaran mutase atau strain virus baru yang memiliki virulensi sangat tinggi baik N439K, B.1.1.7, maupun B.1.258.

Makin besar kemungkinan virus menyebar makin besar virus bereplikasi dan makin besar kemungkinan mutasi dan varian baru. Kondisi tersebut diperparah dengan istilah superspreader, yakni individu yang terpapar virus corona, kemudian mampu menulari orang lain dalam jumlah besar. Superspreader ini memiliki peran sosial yang sangat krusial dalam menaikkan kurva jumlah kasus. Selain superspreader terdapat juga microspreader. Dalam perspektif sosiologis, “microspreader” adalah orang-orang biasa. Mereka menulari orang lain dalam jumlah yang relatif lebih sedikit mungkin dua atau tiga orang saja. Namun masalahnya, jumlah “microspreader” ini sangat banyak dan ada di mana-mana, seperti di lingkungan keluarga hingga perkantoran. Fenomena “microspreader” ini sangat sulit dilacak apalagi dihentikan, karena dia masuk ke dalam ikatan sosial yang sangat dalam/ yakni hubungan kekerabatan antarindividu dalam masyarakat. Oleh karena itu strategi 5 M (mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker, membatasi mobilitas dan menjauhi kerumunan) dan 3 T (testing, tracing, treatment) masih harus dan wajib diterapkan secara konsisten di masyarakat, jangan sampai terlena apalagi abai terhadap protokol kesehatan yang telah menjadi kebiasaan baru selama pandemi belum benar-benar berakhir.

Vaksin Nusantara

Di tengah ekspektasi atas penyediaan vaksin yang menjadi “buruan” negara-negara di dunia untuk melindungi warga negara. Keberadaan vaksin menjadi upaya pemerintah untuk mengerem laju penularan dan penyebaran virus Covid-19 dengan memutus rantai penularan dimana program vaksinasi tengah masif digencarkan oleh pemerintah. Berbagai produk vaksin baik dalam bentuk jadi maupun dalam bentuk bahan baku (bulk) kini tengah menjadi rebutan berbagai negara dalam rangka mengamankan proteksi bagi warga negara. Ketika vaksin menjadi salah satu game changer dalam upaya keluar dari lingkaran pandemi virus korona. Sebenarnya pembuatan obat apalagi vaksin membutuhkan mekanisme dan prosedur tahapan yang sangat ketat serta berbasis evidence based medicine.

Pemberian intervensi jenis obat apalagi sejenis vaksin tentu tidak asal coba-coba karena terkait langsung dengan aspek kesehatan, keselamatan dan nyawa manusia. Namun demikian dalam konteks upaya dan ikhtiyar harus diakui bahwa dibutuhkan inisiasi dan upaya mandiri pembuatan vaksin dalam negeri sebagai wujud kedaulatan negara dan eksistensi kebanggaan produk dalam negeri. Dalam dunia kedokteran, interevensi medis juga dimaknai sebagai upaya atau ikhtiyar dalam rangka pengobatan dan penyembuhan pasien dengan mengacu pada keilmuan, kode etik dan pengujian berbasis medis (medical saintis) yang dibakukan (standarisasi). Meski demikian tidak menutup kemungkinan ada keilmuan lain namun secara hasil efektif, seperti pengobatan alternatif misalnya. Setiap bahan asing baik obat, vaksin maupun bahan pangan lain yang masuk di tubuh tentu harus melalui serangkaian uji yang ketat dan harus mengacu standarisasi BPOM selaku lembaga yang memiliki kewenangan atau otoritas terkait obat dan makanan.

Mengapa tidak boleh gegabah untuk melakukan uji coba penelitian terutama menyangkut vaksin Pertama, Vaksin Covid -19 benar-benar sesuatu yang baru. Tak ada yang memprediksi bahwa korona menjadi tragedi dunia dalam waktu singkat berujung pandemi sehingga berbagai industri dan pabrikan farmasi dunia berlomba-lomba untuk sesegera mungkin menemukan vaksin penangkalnya. Hal ini berbeda dengan vaksin lainnya dimana pembuatan sudah dirancang secara standar “normal” sementara vaksin Covid-19 melalui izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA). Secara karakteristik izin darurat tentu diperoleh dari kondisi yang tidak biasa dan “dipaksakan” dalam rangka berpacu dengan meluasnya kasus dimana jumlah kematian yang terus bertambah. Kedua, kasus korona identik dengan tingkat virulensi yang sangat tinggi dimana berkait langsung dengan kesehatan bahkan nyawa manusia di seluruh penjuru dunia. Dengan jumlah kasus yang mencapai 146 juta dan 3,1 juta kematian. Bahkan berbagai negara tengah kembali dilanda gelombang ketiga (third wave) India, Brasil, Inggris dan Perancis.

Ketiga, bahan vaksin sesungguhnya adalah benda atau zat asing yang memerlukan perlakuan sangat khusus dan mengikuti metodologi atau prosedur yang ketat dan panjang seperti uji preklinis, klinis hingga dimanfaatkan secara luas dan masif. Dengan kata lain harus memenuhi kaidah penelitian ilmiah. Menyikapi Vaksin Nusantara yang digagas Terawan Agus Putranto dimana pengujian vaksin COVID-19 berbasis sel dendritik. Meski demikian pemerintah melalui Badan POM tidak boleh menutup diri dari berbagai inovasi terutama dari anak negeri selama prosesnya taat pada kaidah keilmuan sebagaimana disyaratkan Badan POM. Karena pada prinsipnya semua vaksin yang akan diberikan pada masyarakat harus mendapatkan izin dari Badan POM, terutama dalam aspek keamanan efikasi dan kelayakan. Selama memenuhi kriteria, pemerintah akan memberikan dukungan karena esensinya pengadaan vaksin merupakan salah satu upaya untuk memutus rantai penularan sebagai wujud dan manifestasi atas perlindungan negara terhadap setiap warga negara Indonesia.

—— *** ——-

Tags: