Final “el-Classico” AFF

timnas-sepakbolaTimnas sepakbola “pengharapan” akan berlaga untuk kelima kalinya pada ajang final AFF (Asia Tenggara). Masyarakat gibol (penggila bola) sudah menunggu selama tiga periode final AFF. Coach Alfred Riedl, mesti mewujudkan pengharapan masyarakat gibol, karena periode lalu telah gagal. Timnas saat ini terasa lebih baik dibanding skuad tahun 2014. Diantaranya berisi mantan timnas U-19 yang berpengalaman mengalahkan Thailand.
Lawan timnas Garuda kali ini, adalah “petahana” (juara) AFF tahun 2014. Timnas Thailand sudah empat kali menempati podium tertinggi AFF. Dua diantaranya, berturut-turut menaklukkan timnas Garuda. Di Chiang Mai (tahun 2000) tim “gajah putih” menghajar timnas Garuda, 4 gol tanpa balas. Saat itu satu gol dicet ak oleh Kiatisuk Senamuang, sekarang menjadi pelatih Thailand. Final serupa (dua tim yang sama) terjadi lagi pada AFF 2002, lagi-lagi timnas Garuda kalah.
Sejak diselenggarakan pertama kali (tahun 1996) di Singapura, negeri penggagas AFF ini tergolong paling sukses. Yakni membawa pulang piala AFF tahun 1998, 2004, 2007 dan 2012). Disusul Thailand empat kali juara (tahun 1996, 2000, 2002, serta 2014). Serta Vietnam (2008), dan Malaysia menang tahun 2010. Prestasi timnas Indonesia hanya 4 kali runner-up, walau sudah tiga kali menjadi tuan rumah.
Ini membuktikan, bahwa timnas masih harus berupaya keras memperbaiki kinerja. Piala AFF merupakan ajang sepakbola paling bergengsi di tingkat Asia Tenggara. Pada awalnya turnamen ini dinamakan Piala Tiger (Tiger Cup), mengambil nama dari sponsor utama sebuah perusahaan bir dari Singapura. Setelah masa sponsorship selesai, titel kejuaraan ini diubah menjadi AFF Cup atau Piala AFF untuk edisi 2008.
Final AFF saat ini (2016), memperhadapkan skuad perwakilan Indonesia dengan Thailand. Personel tim, niscaya, telah berubah, bukan lagi skuad tahun 2000 atau 2002. Namun kedua tim menunjukkan kesamaan dalam rekrutmen pemain. Ternyata, dua timnas (Garuda maupun Gajah Putih) member prioritas pada personel mantan timnas yunior AFF (U-19). Itulah yang menjadi pengharapan masyarakat gibol Indonesia, ada potensi meraih piala AFF.
Itu bukan sekadar pengharapan kosong. Ingat, timnas U-19, sudah pernah membuktikan menjadi yang terbaik di Asia Tenggara. Bahkan mantan kapten U-19, Evan Dimas, membuat hattrick tiga gol, saat kejuaraan tahun 2013, di stadion Delta Surya, Sidoarjo. Prestasi gemilang (yang tidak mudah, terutama ketika melawan Vietnam) bisa diwujudkan.
Melawan Thailand pada ujung pertandingan, bagai final el-classico. Walau sebenarnya, timnas Garuda lebih banyak harus mengakui keunggulan tim Gajah Putih. Tetapi timnas Garuda kini memiliki skuad terbaik. Ada Boaz Salosa, yang berpengalaman bermain pada final AFF (tahun 2010), bisa membalaskan “dendam.” Juga ada Andik Firmansyah, pemain tengah yang dijuluki sebagai “Zidane” Indonesia. Serta Ferdinan Sinaga, dan Stevano Lilipaly.
Tidak mudah upaya timnas Garuda memasuki babak final AFF. Pertandingan melawan Vietnam, berlangsung dramatik, ditekan oleh tuan rumah sejak menit awal. Bahkan dengan 10 pemain, Vietnam di depan publiknya mampu membuat gol untuk menyamakan skor. Duet bersaudara Vu Van Than bersama Vu Minh Tuan, bermain sangat baik. Namun hanya kecerobohan penjaga gawang pengganti, menyebabkan wasit mengganjar penalt untuk keuntungan Indonesia.
Target (sama dengan tahun 2014 lalu, masuk final) untuk tim asuhan Alfred Riedl sudah terpenuhi. Musim sebelumnya (2014) Riedl gagal memenangkan final, dengan lawan yang sama. Disebabkan personel timnas Garuda, bukan yang terbaik. Mampukah timnas senior menjadi penglipur lara paceklik juara? Selain perbaikan strategi (Riedl), pemerintah mesti menanam “ke-bangga-an” timnas dan iklim per-sepakbola-an nasional.
——— 000 ———

Rate this article!
Tags: