FJPI Ajak Media Terapkan Pemberitaan Sensitife Gender

Surabaya, Bhirawa
Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Jawa Timur, Uni Lubis mengajak semua media untuk sadar akan sensitive gender dalam pemberitaan. Diskriminasi perempuan dalam pemberitaan di media, yang cenderung “menyudutkan”. Salah satu contohnya soal kasus prostitusi online yang melibatkan artis ibu kota VA.
Menurut dia, pemberitaan waktu itu justru sibuk ‘mengeksploitasi’ si perempuan. Padahal kasusnya belum ditetapkan secara terbuka. Asas praduga tak bersalah pun tak digunakan. Dan selama seminggu tidak ada menanyakan laki-laki yang terlibat.
“Ini satu kasus media bersama-sama di awal itu gagal dalam menerapkan pemberitaan sensitive gender,” ungkap wanita yang juga menjabat sebagai Pimred IDN Times ini.
Yang kedua, ketika memprofil sosok perempuan sukses. Di mana, pertanyaan membagi waktu antara keluarga dan karir di pertanyakan. Padahal pertanyaan yang sama tidak pernah ditanyakan pada laki-laki sukses.
Kemudian, penggunaan diksi “polwan cantik”. Ia menilai penggunaan diksi itu justru tidak menonjolkan sisi achievement dan substansi pemberitaan.
“Ini praktek-praktek yang terjadi di news room sebagai contoh bahwa sebagian dari pemberitaan media kita belum sensitive gender,” tegasnya.
Sehingga seharusnya, kata dia, dalam prinsip pemberitaan memiliki haruslah sensitivitas terhadap gender equality. Bukan berarti memaknainya perempuan yang selalu menang. Dalam perspektifnya, hal itu tidak dibenarkan. Karena menyoal sensitive gender adalah yang berkaitan dengan kesetaraan dan empati.
“Kita harapkan dengan adanya pelatihan ini, supaya di news room jurnalis perempuan yang pertama harus punya kepedulian terhadap sensitive gender sembari mengajak jurnalis laki-laki melakukan hal yang sama. karena kesetaraan ini tugas semua jurnalis,” paparnya.
Lebih lanjut, ke depan diharapkan jurnalis perempuan menjadi garda terdepan dalam organisasi pers, organisasi profesi maupun di lingkungan masyarakat untuk menghasilkan konten-konten jurnalistik yang responsive gender.
“Kalau misalnya 50 persen saja pemberitaan yang berkaitan dengan perempuan dan anak punya empati dan responsive gender ini menurut saya sudah luar biasa kemajuannya,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Deputi Partisipasi Masyarakat Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA), Indra Gunawan menambahkan dengan adanya pelatihan Penguatan Jejaring Pengarusutaman Gender dan Hak Anak Melalui Forum Media, pihaknya ingin mengajak media untuk concern pada persoalan kesetaraan gender dan anak. Sehingga diharapkan dengan adanya ini media lebih aware terhadap isu tersebut.
“Karena media punya power, kita ingin mengajak media berperan dalam hal ini. bisa mengedukasi dan merubah penilaian dilingkungan masyarakat dan pemerintah dalam kesetaraan gender,” papar dia.
Selain itu, pihaknya juga punya kerjasama baik dengan KPI ataupun dewan pers. “Kita ingin mendorong semua pihak untuk menyoroti soal sensitive gender. Sehingga substansi dalam pemberitaan juga tersampaikan,” katanya. [ina]

Tags: