FKPT Jatim Gandeng LDK Cegah Paham Terorisme

Kurnia Widodo, mantan narapidana teroris jaringan Cibiru, Bandung, membagi pengalaman kepada mahasiswa UNESA Surabaya, Rabu (20/9). [Abednego/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jatim, menggandeng Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dalam upaya pencegahan paham radikal terorisme. Kali ini dialog BNPT Road To Campus diselenggarakan di Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Rabu (20/9).
Bertempat di Gedung Serbaguna UNESA, acara bertemakan “Dialog Pelibatan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Dalam Pencegahan Terorisme Melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Jawa Timur” ini dihadiri ratusan mahasiswa dari berbagai universitas. Ketua FKPT Jatim, Soubar Isman mengatakan, bersama dengan BNPT pihaknya mengadakan kegiatan pencegahan dari berbagai aspek, salah satunya di kalangan mahasiswa.
Maksud dan tujuannya, lanjut Soubar, untuk membendung atau mencegah berkembangnya paham radikal terorisme khususnya di lingkungan kampus. “Karena itu kita libatkan lembaga dakwah kampus. LDK ini kepanjangan informasi dari BNPT maupun FKPT. Terlebih mengajak mahasiswa lain untuk menjauhi paham radikal terorisme yang sudah menyerang diberbagai aspek masyarakat,” kata Soubar Isman, Rabu (20/9).
Dengan adanya peran dari mahasiswa, Soubar berharap seluruh mahasiswa mempunyai suatu kesadaran bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini berdiri atas dasar Pancasila. Jangan sampai mereka (mahasiswa) calon generasi penerus bangsa ini untuk mempunyai paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Kalau ideologi Pancasila dipahami oleh mahasiswa, Soubar yakin tidak akan ada yang mencoba merubah ideologi Pancasila.
“Sebagai generasi penerus bangsa, marilah kita bersama-sama menjunjung tinggi dan mengamalkan ideologi Pancasila. Jangan sampai mahasiswa maupun teman-teman kita di kampus terpengaruh akan pahan radikal terorisme,” harapnya.
Soubar menambahkan, kegiatan serupa sudah diadakan sebelumnya di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Dialog di ITS dihadiri kurang lebih 270 mahasiswa dan Ketua BEM di seluruh Jatim. “Tujuannya sama, ktua BEM diharap dapat mengajak organisasi mahasiswa yang lain untuk menghindarkan diri dari bahaya dan pengaruh paham-paham radikalisme maupun terorisme yang masuk ke kampus,” tambahnya.
Sementara itu, Dosen Fakultas Syari’ah UIN Sunan Ampel Surabaya, Ilhamullah Sumarkan menjelaskan, ideologi Pancasila dibuat supaya masing-masing komponen yang beragam merasa nyaman di negeri ini. Persoalannya, saat ini kita dipropokasi bahwa Pancasila itu tidak ada di dalam Islam dan harus dihilangkan. Padahal esensi daripada Pancasila sesungguhnya mewadahi Islam.
Di dunia ini, lanjut Ilhamullah, tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan. Sementara di lapangan banyak orang yang melakukan teror dengan menggunakan simbol-simbol agama Islam. Padahal Islam tidak mengajarkan kekerasan. Tapi mengapa orang yang beragama islam selalu melakukan teror ? Itu bukan Islamnya, tapi oknum-oknum yang keras menggunakan simbol Islam. Maka perlu mencari ilmu Islam yang universal.
“Tanggungjawab pemuda muslim sebagai pemuda pada masa kini dan akan menjadi pemimpin di masa mendatang, yakni harus membekali diri dengan ilmu agama Islam secara sempurna, Ulul Albaab. Jangan mudah terprovokasi paham-paham radikal yang mengatasnamakan agama,” tegasnya.
Dalam dialog ini, turut pula mantan pembuat bom atau kelompok teroris jaringan Cibiru, Bandung, Jateng, Kurnia Widodo menjadi pembicara. Ia mengatakan, awal mula ketertarikannya membuat bom terjadi saat dirinya menginjak kelas XI SMA. Teman satu sekolahnya memberikan doktrin dan buku mengenai jihad dan aqidah. Hingga usai lulus sekolah dan mengambil jurusan teknik kimia di Institut Teknologi Bandung (ITB), Kurnia mengaku tetap membawa pemikiran jihad yang didoktrin temannya.
“Apalagi jurusan teknik kimia. Saya banyak memperlajari manfaatnya untuk berjihad, hingga saya bisa membuat atau merakit bom sendiri,” bebernya.
Sekitar tahun 2010, lulusan teknik kimia ITB ini merencanakan aksi teror bom ke Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok. Tujuannya untuk membebaskan rekan teroris yang ditahan disana. Sayangnya usaha itu berhasil digagalkan Polisi dan berhasil menangkapnya di daerah Cibiru, Bandung. Atas peristiwa itu, Kurnia mengaku divonis enam tahun penjara.
“Pada tahun 2014, saya bebas secara bersyarat. Sebelum bebas pun saya cukup sering selisih pendapat dengan rekan sesama teroris. Itulah yang membuat saya renggang dengan teman-teman, dan memutuskan untuk hengkang dari dunia teroris,” ungkapnya. [bed]

Tags: