FKPT Jatim Gandeng Media untuk Cekal Paham Radikal Terorisme

FKTP Jatim bersama Ketua Dewan Pers diikuti peserta pelaku media massa menyatakan deklarasi anti hoax dan paham radikalisme terorisme, Kamis (19/10). [abednego/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jatim menggelar seminar literasi media sebagai upaya cegah tangkal (cekal) paham radikalisme dan terorisme di masyarakat, Kamis (19/10).
Forum yang di antaranya dihadiri Kepala Dewan Pers, Bidhumas Polda Jatim, dan Humas Polres se-Jatim, turut menggandeng pelaku media massa (pers) di Jatim, serta pelajar tingkat SMA dan mahasiswa.
Ketua FKPT Jatim Soubar Isman mengatakan kegiatan ini bertujuan untuk mengajak pelaku media massa untuk menyajikan berita atau informasi sesuai fakta yang ada.
“Harapan kita, dengan kegiatan ini khususnya dari media pers memberikan informasi pada masyarakat yang sebenar-benarnya. Paham radikalisme dan terorisme ini telah menyasar generasi muda kita yang usianya produktif,” kata Soubar, Kamis (19/10).
Soubar mencontohkan satu kasus, yakni bom Sarinah. Dikatakannya, dalam peristiwa tersebut tubuh si pelaku sudah hancur. Tetapi pada pemberitaan yang beredar, foto pelaku dibuat tersenyum, dan tidak ada luka sedikit pun. Parahnya dengan ditambahi keterangan “Inilah pelaku bom bunuh diri, karena merasa mau masuk surga, makanya ia senyum”.
Hal tersebut, sambung Soubar, membangkitkan emosi generasi muda yang nantinya akan terajak dan mau untuk melakukan bom bunuh diri itu. “Informasi tersebut ditakutkan akan ditiru oleh generasi muda sekarang. Padahal kenyataannya tidaklah begitu,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo menambahkan, antara paham radikalisme tersorisme dan berita hoax sama-sama berbahaya. Radikalisme, dikatakan Yosep, bisa membuat fenomena the lone wolf, atau orang yang kemudian melakukan tindakan ekstrem kemudian akan melakukan bom bunuh diri.
“Padahal pengaruh tersebut didapati hanya karena mendapatkan informasi yang sebetulnya kita tidak tahu sumbernya darimana. Tapi dia melakukan komunikasi melalui dunia maya,” tambahnya.
Sedangkan berita hoax, sambung Yosep, bisa memecah belah bangsa ini. Karena ada seseorang yang sengaja mengadu domba dalam bentuk SARA (Suku Ras Agama dan Antar Golongan). Menurut lembaga penelitian terkait indeks terorisme pada 2016 di Indonesia, mencatat bahwa Indonesia masuk urutan sekitar 55 sebagai negara dengan kasus terorisme terbanyak. “Urutan itu setelah Irak, Afghanistan dan Pakistan,” pungkasnya. [bed]

Tags: