Fogging Ternyata Tak Efektif Berantas DBD

Fogging Dinkes.jpgSurabaya, Bhirawa
Saat ini penggunaan fogging untuk memberantas sarang nyamuk mulai dihindari. Fogging dinilai tidak efektif dalam membunuh nyamuk, dan justru membuat nyamuk menjadi kebal atau resisten.
”Fogging hanya mampu membunuh nyamuk dewasa, sedangkan bibit atau telur nyamuk tidak dapat mati hanya dengan fogging,” kata Kepala Dinkes Surabaya, Febria Rachmanita, Selasa(9/2).
Febria mengatakan, dalam memberantas nyamuk penggunaan fogging tidak dilarang sepenuhnya, akantetapi dapat dilakukan dengan pengawasan ketat. Dulu jika musim penghujan tiba masyarakat dapat meminta Puskemas untuk segera Fogging, akantetapi sekarang sudah dilarang. Menurutnya, sebelum ada korban demam berdarah (DBD) maka penggunaan foging akan diperketat.
”Jadi siapapun yang melakukan foging harus persetujuan Puskesmas terdekat dan Puskesmas harus mendapatkan persetujuan Dinkes setempat,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, sebenarnya pencegahan yang paling efektif dalam memberantas sarang nyamuk dengan mengiatkan program Pemberantasan sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus, yaitu menguras, menutup dan memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas.
Sedangkan Plusnya adalah menaburkan obat larvasida atau abate ke tempat penampungan air  Selain itu ada cara lain selain 3 M Plus yaitu dengan mengoleskan obat nyamuk cair ke seluruh tubuh tujuannya adalah agar nyamuk tidak hinggap dan menggigit manusia.
”Jika masyarakat sudah menerapkan program PSN maka dapat dipastikan perkembangbiakan nyamuk akan sulit terjadi. Bagaimana bisa terjadi jika sarangnya sudah tidak ada maka perkembangbiakan nyamuk tidak akan berlangsung,” katanya.
Lebih lanjut Febria mengatakan, untuk mengatisapasi terjadinya lonjakan kasus DBD di Surabaya, pihaknya sudah berkordinasi dengan pihak kecamatan, kelurahan dan dasa wisma untuk menggadakan program PSN di daerahnya masing.
Menurutnya, sebagai kota dengan jumlah penduduk di atas 2 juta Surabaya sangat rawan terjangkit DBD. Jika dilihat jumlah penderita DBD selama Januari 2016 mengalami peningatan jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada 2015. Pada Juanuari 2016, jumlah penderita demam berdarah di wilayahnya mencapai 60 orang, sedangkan tahun sebelumnya 48 orang. “Jadi tahun ini mengalami peningkatan” katanya.
Sementara itu untuk jumlah penderita DBD tahun 2015 sekitar 600 orang. Jumlah tersebut lebih sedikit dibanding tahun 2014 yang mencapai 800 kasus. Ia memperkirakan puncak DBD pada tahun 2016 terjadi sekitar Bulan Maret. ”Kita akan selalu mengawasi kasus DBD hal ini dilakukan karena kasus DBD sangat rentan menyebabkan kematian pada penderitanya,” pesannya.
Sementara itu Kepala Dinkes Jatim dr Harsono mengaku, perkembangan nyamuk paling banyak terjadi pada saat musim hujan tidak rutin. Masyarakat diharapkan berhati-hati pada saat musim hujan tidak rutin, hal ini lantaran akan banyak genangan air yang tidak mengalir. ”Jika hujannya rutin maka air yang menggenang akan cepat mengalir. Air yang mengalir akan merusak bibit nyamuk sehingga nyamuk tidak akan berkembangbiakan di air yang mengalir,” urainya. [dna]

Tags: