FPKB Nilai Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Kades Tak Terkait Pilpres

Anggota DPRD Kabupaten Jombang, Kartiyono. [arif yulianto/bhirawa]

Jombang, Bhirawa.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jombang dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Kartiyono menilai, wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa yang baru-baru ini menjadi tuntutan para kepala desa tidak terkait dengan agenda politik Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2024.

Seperti diketahui sebelumnya, beberapa waktu yang lalu, para kepala desa di Indonesia menggelar aksi damai di Jakarta untuk menuntut perubahan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Para kepala desa itu juga ada yang berasal dari Kabupaten Jombang.

“Terkait wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa, saya kira tidak ada keterkaitan dengan agenda Pilpres,” ujar Kartiyono, Senin (30/01).

“Wacana penambahan durasi jabatan Kades dari 6 tahun ke 9 tahun yang semula 3 periodisasi menjadi 2 periodisasi merupakan tindak lanjut dari diskusi-diskusi yang telah lama,” ulas Kartiyono.

Sambung dia, terkait jika masa jabatan Kades nanti durasinya diperpanjang, tentu akan dampak baik positif maupun negatifnya. Kartiyono juga mengingatkan bahwa, rencana perpanjangan masa jabatan Kades yang dimaksud harus tetap melalui prosedur Undang-Undang (UU) yang berlaku, dan harus dibahas terlebih dahulu antara pemerintah dan DPR.

“Mengingat kita ini adalah negara yang berdasarkan supremasi hukum dan menganut demokrasi, jadi dua-duanya, mekanisme UU dan demokrasi harus tetap mengacu kepada norma hukum yang berlaku, tidak ‘ujuk-ujuk’ terus ditambahi begitu saja,” beber Kartiyono menjelaskan.

“Jadi tidak ada kaitannya dengan Pilpres. Pilpres dilaksanakan pada awal tahun 2024, sedangkan Pilkades serentak akan digelar pada akhir tahun 2025, jeda waktunya cukup panjang,” terangnya.

Anggota Badan Koordinasi Nasional Lembaga Pers Mahasiswa Islam HMI, Syarif Abdurrahman berpendapat, ada hal yang lebih penting dari sekadar perpanjangan masa jabatan Kades yakni, memastikan bahwa Dana Desa (DD) mengalir tepat sasaran dan tidak dikorupsi.

“Banyak penggunaan Dana Desa untuk bahan ‘bancakan’ Kades serta ‘orang-orangnya”,” ungkapnya. Menurut Syarif Abdurrahman, karena Kades mengelola Dana Desa yang sumber dananya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), maka ada baiknya sistem jabatannya juga ikut masa jabatan presiden, gubenur, bupati yakni setiap 5 tahun.

Kata dia, perpanjangan masa jabatan Kades akan berdampak adanya ‘kerajaan’ kecil di desa yang sulit dikontrol dan diatur dan tidak baik untuk demokrasi.

“Rawan penyalahgunaan wewenang dan korupsi serta kolusi yang semakin menjamur di desa,” tandasnya. Sementara itu, kalangan akademisi dari Unhasy Jombang perpanjangan masa jabatan Kades menjadi 9 tahun seperti halnya memberikan kue terlalu banyak dan terlalu manis kepada seseorang.

“Sepertinya ini enak bagi yang memakannya, tapi ini bisa menjadi racun yang tidak sengaja bagi tubuh seseorang, godaan ini benar-benar bisa menjadikan para Kades terlena. Analisa kami ada ‘hidden’ agenda politik dalam isu perpanjangan masa Kades,” kata Wakil Direktur Pasca Sarjana Unhasy Jombang, Dr. H. Khoirul Anwar M.Si.

Menurutnya, dampak sosial dari perpanjangan masa jabatan Kades tersebut sangat jelas yakni, membangun kegaduhan di masyarakat yang sampai sekarang ini reaksi-reaksi dari masyarakat terus mengalir.

“Kalau menurut saya, wacana dan isu perpanjangan masa jabatan kades ini terlalu Prematur digulirkan, karena hal ini perlu kajian dan analisa yang mendalam dari semua sisi. Jabatan Kades jadi 9 tahun sama saja dengan membunuh generasi penerus desa,” jelasnya. [rif.dre]

Tags: