Full Day School, Fleksibel

foto ilustrasi

Pelaksanaan sekolah delapan jam sehari, kini diberlakukan situasional, tidak wajib. Presiden Jokowi telah meminta Menteri Dikbud, melaksanakan full day school secara fleksibel. Sekolah boleh menolak, dan tetap belajar selama 6 jam sehari. Selanjutnya pemerintah perlu membahas pendidikan berkarakter secara lintas sektoral (berbagai Kementerian). Melibatkan tokoh-tokoh pendidikan, tokoh agama, serta Dewan Pembina pembinaan ideologi Pancasila (PIP).
Full day school (FDS), konon, merupakan cara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk merealisasi Nawacita pendidikan ber-karakter. Namun visi dan misi sektor kependidikan presiden Jokowi, itu tidak hanya berupa sekolah delapan jam sehari. Melainkan bisa dengan cara lain yang lebih menyeimbang-kan metode pendidikan. Terutama dengan mempertahankan ke-arifan lokal (kebiasaan di daerah).
Pendidikan berkarakter, misalnya, dengan memperkuat basis pendidikan ke-agama-an. Diantaranya melalui pendidikan madrasah diniyah (Madin), yang lazim dilakukan selama berabad-abad silam. Bahkan Madin, menjadi basis perlawanan terhadap penjajah sejak abad ke-19 (zaman Pangeran Diponegoro). Umumnya Madin masih dilaksanakan di mushala dan masjid, di kampung-kampung. Saat ini, banyak Madin memiliki gedung, lalu berkembang menjadi MI (Madrasah Ibtidaiyah) dan Tsanawiyah (setara SMP).
Di kota-kota metropolitan seperti Jakarta, dan Surabaya, Madin masih tumbuh subur. Umumnya dikelola secara swadaya (dan swadana) oleh tokoh-tokoh masyarakat. Ironisnya, banyak Madin tidak tersentuh bantuan pemerintah (Kementerian Agama). Sedangkan Madin yang terdaftar, lebih beruntung karena memperoleh bantuan. Hingga kini, terdapat lebih dari 3.200 lembaga Madin tingkat Ula, dan lebih dari 4.600 Madin tingkat Wustho (lanjutan).
Di Jawa Timur (sebagai “gudang” Madin), pemerintah propinsi secara rutin memberi bantuan resmi dengan alokasi APBD, sejak awal periode Pakde Karwo – Gus Ipul (tahun 2003). Konon, dengan FDS, maka Madin tidak memperoleh murid. Terancam punah. Padahal pendidikan Madin, merupakan pilar pendidikan berbasis pembangunan karakter. Fungsinya sebagai pendamping pendidikan dasar (SD dan SMP).
Semula, pemerintah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), tahun ini akan memulai jadwal sekolah lima hari sepekan. Serta lama pengajaran menjadi delapan per-hari di sekolah. Akan diberlakukan pada pendidikan dasar dan menengah (SD sampai SLTA), mulai bulan Juli 2017. Berarti pada hari Sabtu dan Minggu, seluruh sekolah libur. Tambahan jam belajar, akan digunakan (antaralain) sebagai pendidikan karakter.
Berbagai pengamat pendidikan, meng-anggap tidak tepat sekolah lima hari sepekan. Serta full day school tidak bisa menjamin pendidikan berkarakter. Bahkan sebaliknya, libur dua hari, bisa menjadi hambatan psikologis. Yakni, merasa berat dan “enggan” pada hari Senin (sebagai awal sekolah lagi). Libur dua hari juga akan menjadi arena kebebasan anak untuk semakin akrab dengan gadget telepon seluler android. Berarti semakin “me-liar-kan” pendidikan karakter.
Maka tujuan lima hari sekolah (dan FDS) malah akan menuai hasil yang menyimpang. Sebaliknya, pendidikan karakter yang diselenggarakan oleh masyarakat (berupa Madin) terancam terkikis. Maka wajar, penyelenggara pendidikan Madin, protes keras. Karena meng-khawatirkan anak-anak semakin jauh dari pendidikan agama (karakter). Padahal konstitusi mem-prioritaskan altar agama sebagai pilar pendidikan.
UUD pasal 31 ayat (3), menyatakan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa … .” Terdapat frasa kata  “keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia,” yang niscaya menjadi domain pendidikan agama. Sehingga lembaga Madin, lebih layak memperoleh prioritas.
Tidak mudah meng-gagas pendidikan berkarakter, karena harus ber-iringan dengan berbagai faktor akhlak mulia. Termasuk di dalamnya teladan orangtua, dan perilaku pejabat publik yang ter-siar di berbagai media masa.

                                                                                                                    ———   000   ———

Rate this article!
Tags: