Full Day Vs Full Play

Amir RifaiOleh :
Amir Rifai, MPd.I
Guru SMA Muhammadiyah 1 Bojonegoro dan Pendiri Rumah Baca Arum Tuban

Dewasa ini, kita tidak bisa menghindari yang namanya Gadget. Mulai orang dewasa bahkan yang masih sekolah TK semua menggunakan alat canggih serba bisa tersebut. Isinya pun beragam, mulai dari game, aplikasi, baik aplikasi pendidikan maupun sekedar mainan. Jika di isi dengan paket internet, bisa digunakan catting, buka FB, twitter, WA, BBM, Instagram dan bahkan dipakai membuka situs yang dilarang. Sungguh sangat mengagumkan dunia saat ini. Ibarat kata “dengan gadget kita bisa menggenggam dunia”.
Bahkan jika tidak bisa menggunakan barang tersebut dengan baik atau orang tua yang kurang serius dalam mengawasi putra-putrinya maka yang terjadi adalah kerusakan moral, akhlak karena ketergantungan kepada gadget tersebut. Cobalah kita lihat berita yang tersebar di berbagai media, berbagai kasus seperti pemerkosaan, penipuan, dan kasus yang lainya. Beberapa diantaranya terjadi karena pengaruh media.
Berita pemerkosaan terhadap seorang pemudi yng masih duduk di bangku SMP oleh beberapa pemuda yang terjadi di Jawa Timur beberapa waktu lalu adalah karena seringnya mereka menonton adegan terlarang melalui gadget yang mereka punya. Begitu pula penipuan melalui undian berhadian ratusan juta rupiah juga kerap kali terjadi melalui alat canggih tersebut.
Semua hal diatas merupakan berita sekaligus makanan setiap hari kita. Karena tidak bisa dipungkiri seluruh lingkungan kita mengunakan alat tersebut, bahkan hampir 24 jam mulai bangun tidur, sampai tidur lagi tangan kita tidak pernah lepas dari benda mungil nan serba guna tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah bisa kita mengimbangi peran gadget dengan belajar selama hampir 24 jam juga setiap harinya?
Pernyataan dan pertanyaan tersebut lebih cocok ditujukan kepada para orang tua yang memfasilitasi putra-putrinya yang masih dibawah umur dan sejatinya belum waktunya bermain dengan benda itu, dan juga bagi para siswa yang seharusnya lebih mengedepankan belajar daripada bermain. Tapi lagi-lagi kita tetap kalah karena berbagai alasan, jika tidak punya barang tersebut maka akan ketinggalan zaman.
Secara tidak langsung kita yang ketergantungan terhadap benda tersebut bisa dikatan telah menggunakan konsep full play dalam keseharian kita. Penulis tidak mengatakan bahwa menggunakan barang itu dilarang atau bahkan mengharamkanya “tidak”. Karena gadget juga banyak sekali manfaatnya, selain sebagai alat komunikasi juga mempermudah pekerjaan, perdagangan, pembelajaran dan sebagainya.
Berbicara masalah full play dalam menggunakan waktu selama 24 jam, akhir-akhir ini dunia pendidikan juga digemparkan dengan masalah full day scool. Sejak digantinya mentri pendidikan Anies Baswedan dengan Muhadjir Effendy oleh Presiden, maka berganti juga kebijakanya, berganti kurikulumnnya dan berganti pula kebijakanya.
Semua kurikulum, kebijakan yang direncanakan oleh menrti dari dahulu sampai sekarang mempunyai satu tujuan yaitu ingin mencerdaskan anak bangsa. Tapi berhasil atau tidak itu kembali kepada diri kita masing-masing. Karena sehebat apapun mentrinya, sebagus apapun kebijakanya, dan seindah apapun konsep kurikulumnya jika tidak diimbangi dengan kerja yang nyata dari masing-masing lembaga juga tidak akan berhasil.
Konsep full day scool yang direncanakan oleh mentri baru kita mendapat berbagai kritikan oleh beberapa kalangan, sebagian menolak dan sebagian mendukungnya. Dengan berbagai alasan kelebihan dan kekuranganya. Tapi terlepas dari berhasil atau tidaknya konsep itu diterapkan, mau atau tidak lembaga-lembaga pendidikan mengikuti instruksi dari mentri itu yang menjadi pertanyaan adalah bisa atau tidak kita sedikit meninggalkan konsep full play dalam gadget yang kita punya.
Full day dan full play sama-sama full dalam penerapanya, tapi beda kegunaanya. Jika full day diterapkan di lingkungan sekolah dengan harapan anak bisa lebih lama belajar disekolah, dan yang membuat kebijakan adalah mentri serta lembaga pendidikan. Tapi full play secara tidak langsung tanpa diterapkan kebijakan bersama, secara luas semua orang bisa menggunakanya. Sungguh sesuatu yang mengagunmkan.
Membincang persoalan pendidikan memang tiada pernah ada habisnya. Pasti ada berbagai polemik dan konfliknya. Sejak zaman Nabi Adam diturunkan ke bumi proses pendidikan sudah dimulai kepada para anaknya, begitu pula Nabi Nuh yang mempunyai beban yang sangat mendalam karena putranya sendiri tidak mau mengikutinya, sampai Nabi Isa yang justru disembah oleh para pengikutnya, hingga Nabi Muhammad yang tidak bisa mengajak pamanya untuk memeluk agama Islam. Saat ini pula berbagai metode dan media, kalangan akademisi atau pejabat semua berlomba mendidik, membimbing kepada jalan kebaikan demi satu tujuan. Tetapi tetap saja berbagai pertentangan yang didapatkan.
Pendidikan yang mempunyai cita-cita luhur memanusiakan manusia memang tidak bisa dipaksakan. Konsep full day scool yang konon katanya lebih tepat jika diterapkan di lingkungan pesantren, atau lembaga pendidikan yang ada asramanya tetap bisa diterapkan pada pendidikan umum jika semua komponen lembaga dan masyarakat bersatu mengikuti program tersebut.
Memang pasti ada kelebihan dan kekurangan masing-masing dari tiap kebijakan yang diambil, tapi semua tetap harus dipertimbangkan baik dan buruknya. Jika memang baik dan bisa diksanakan serta mempunyai banyak manfaat kedepanya, maka boleh saja dilakukan. Namun jika kebijakan itu dirasa merugikan bahkan membuat banyak madharat jika tetap dilaksanakan maka jangan dipaksakan pelaksanaanya.
Kita semua berharap semoga sistem pendidikan di Negara ini segera menemukan celah terbaik dalam program pendidikan yang akan direalisasikan kepada seluruh lembaga tanpa kendala dan kendali dari manapun dan apapun. Kita juga berharap semoga penggunaan alat komunikasi, Hp dan sejenisnya bisa digunakan dengan semestinya, sehingga penggunaanya  menjadi positif.

                                                                                                   —————— *** ——————-

Rate this article!
Full Day Vs Full Play,5 / 5 ( 1votes )
Tags: