Fungsikan Mesin Cuci Bekas Jadi Tabung Pengolahan

Andrew Juwono dan Lanny Agustine dibantu dua mahasiswanya mencoba kegunaan komposter tenaga surya ciptaannya di kampus UKWMS Jl Kalijudan, Kamis (9/6). [adit hananta utama]

Andrew Juwono dan Lanny Agustine dibantu dua mahasiswanya mencoba kegunaan komposter tenaga surya ciptaannya di kampus UKWMS Jl Kalijudan, Kamis (9/6). [adit hananta utama]

Komposter Tenaga Surya Karya Dosen UKWMS
Kota Surabaya, Bhirawa
Sampah selalu menjadi musuh bersama yang tidak pernah diharapkan kehadirannya. Namun, keberadaan sampah baik organik maupun anorganik tak pernah surut bahkan terus bertambah volumenya. Maka, yang bisa dilakukan adalah mengolah sampah kembali menjadi barang bernilai guna.
Cerita tentang keluh kesah petugas kebersihan di wilayah perkotaan terus terngiang di benak Andrew Joewono. Utamanya tentang volume sampah yang selalu bertambah, hingga mengakibatkan lingkungan kotor serta berbau. Dosen Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (UKWMS) itu pun mencari akal agar sampah dapat kembali dimanfaatkan menjadi barang bernilai guna.
Andrew pun mulai bergerak untuk menjawab kegelisahannya tentang sampah itu. Dia menginisiasi lahirnya sebuah komposter untuk mengubah sampah organik menjadi pupuk kompos.  “Petugas kebersihan punya tugas berat dan susah memperoleh pendapatan tambahan karena tidak punya waktu untuk menjalankan usaha lain,” kata Andrew ditemui di kampus UKWMS Jl Kalijudan Surabaya, Kamis (9/6).
Komposter besutan Andrew pun cukup menarik. Selain dapat menghasilkan kompos berkualitas tinggi, alatnya juga bisa menciptakan pupuk lebih cepat. Dia memanfaatkan mesin cuci bekas yang masih bisa dipakai dan digerakkan menggunakan tenaga surya. “Kita memanfaatkan tenaga surya, tidak perlu ada biaya menggunakan listrik. Selain itu juga sangat hemat waktu,” kata Andrew.
Dosen yang telah bergabung di UKWMS sejak 1997 itu lantas menjelaskan cara kerja komposter tenaga surya ini. Mulanya, bahan atau sampah organik dimasukkan ke dalam tabung pengolah yang terbuat dari mesin cuci bekas dan dicampur dengan bakteri starter secara merata. Kemudia sampah organik itu ditambahkan bulk agent (penggembur). Sesudah semua tercampur dengan baik, proses pengomposan sudah bisa dimulai. “Alat harus selalu tertutup selama pengomposan. Setiap harinya, bahan akan digiling selama 5 menit dengan sistem elektrik otomatisnya,” terang Andrew.
Dalam lima sampai tujuh hari, lanjut dia, proses pengomposan akan mengalami proses puncaknya dan sudah menjadi kompos. “Biasanya, proses pengomposan itu bisa berlangsung sampai satu bulan. Kita hemat waktu sampai tiga minggu,” ujar Andrew.
Kehebatan lainnya, komposter ini juga dapat dipergunakan untuk mengolah sampah organik di rumah-rumah susun atau perumahan, karena tidak menimbulkan bau dan tidak membutuhkan banyak tempat. Energi listrik yang diperoleh dari solar panel menjadi energi listrik disimpan dalam baterai. Solar panel yang digunakan jenis policrystaline, sehingga dengan cahaya matahari yang sedikit saja, sudah dapat menghasilkan listrik. “Jadi dengan cuaca yang agak mendung sekalipun, alat ini masih dapat menyimpan energinya dan digunakan secara normal,” kata Lanny Agustine, dosen satu tim penelitian dengan Andrew.
Project ini, lanjut Lanny, tidak hanya dikerjakan dosen. Dia dibantu dua orang mahasiswa yakni Pandyapratita Putra dan Alvian Nugraha dalam satu tim penelitian. Dari upaya tersebut, keempatnya berhasil mengantar UKWMS menjadi pemenang juara III dalam ajang Lomba Teknologi Tepat Guna Tingkat Surabaya 2016 yang diumumkan pada 31 Mei lalu.
Lanny berharap dengan alat ini masyarakat dapat memanfaatkan sistem komposter dengan mudah. Khususnya petugas kebersihan yang tidak dapat bekerja sampingan. Sebab, alat ini dapat dikelola secara mandiri oleh kelompok rukun tetangga atau yang lebih besar.  “Sampah-sampah rumah tangga (organik) dapat dipergunakan kembali untuk kepentingan penghijauan di lingkungan tempat tinggal, dapat juga dipergunakan untuk memproduksi pupuk cair dan kompos yang bernilai jual (peningkatan ekonomi masyarakat),” ucap Pandya.
Melalui proses penelitian selama lebih kurang 10 bulan, komposter tenaga surya ini digagas menjadi suatu perwujudan teknologi tepat guna yang sedianya dapat mengajarkan masyarakat untuk mengelola sampah organiknya secara pribadi. Hidup bersih dan ramah lingkungan tanpa harus membebani lahan tempat tinggal mereka dengan tempat penampungan sampah dan pembuangan akhir yang seringkali menimbulkan bau tak sedap yang bisa tercium hingga berkilo-kilometer jauhnya. Memilah sampah dan mengolahnya kembali menjadi kompos bahkan dapat membawa manfaat yang terwujud dengan menghijaunya lingkungan sekitar. “Itulah mimpi kami. Dari ajang ini, kita akan segera berlaga kembali dalam Gelar Teknologi Tepat Guna Tingkat Nasional yang akan digelar pada November 2016 mendatang di Mataram,” pungkas Lanny.  [Adit Hananta Utama]

Tags: