Gagal Bertemu Mahasiswa Papua, Rombongan DPR RI Kunjungi Grahadi

Gagal Bertemu Mahasiswa Papua, Rombongan DPR RI Kunjungi Grahadi

(Aspek Hak Asasi Jadi Informasi Paling Penting)

Surabaya, Bhirawa
Sejumlah anggota DPR RI mencoba untuk melakukan komunikasi dengan mahasiswa penghuni Wisma Papua di Jalan Kalasan, Surabaya. Sayang, upaya tersebut gagal setelah rombongan yang di dalamnya ada Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengetahui pintu gerbang wisma tersebut ditutup rapat. Selain itu, gerbang wisma mahasiswa juga terdapat tulisan ‘siapapun yang datang kami tolak’.
Gagal mengajak komunikasi mahasiswa Papua, Fadli Zon bersama sejumlah anggota DPR RI bergeser ke Gedung Negara Grahadi menemui Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Kapolda Jatim serta Kasdam V Brawijaya, Rabu (21/8).
“Kemarin di rapat paripurna teman-teman dari dapil Papua dan Papua Barat menyampaikan tentang apa yang terjadi. Salah satunya dimulai dari Surabaya kemudian Malang dan berlanjut dengan insiden-insiden di Papua dan Papua Barat,” tutur Fadli Zon ditemui di depan Wisma Papua Surabaya.
Menurut dia, sebagai respon DPR RI terhadap masalah tersebut, pihaknya bermaskud datang dan mendengarkan secara langsung terkait apa yang terjadi ke pada para mahasiswa dan Gubernur Jatim.
“Ini dalam rangka untuk tugas pengawasan dan mengumpulkan informasi supaya kita mendengar langsung tidak hanya dari apa yang berseliweran di media maupun media sosial,” ungkap politisi partai Gerindra tersebut.
Fadli Zon mengaku ingin mengetahui sejauh mana komunikasi dilakukan pemerintah sekaligus berharap kasus ini cepat ditangani serta tidak ada ekses-ekses lain. Terkait tindakan represif maupun ujaran rasial, Fadli Zon mengaku itu menjadi bagian dari yang ingin dicari kebenarannya.
“Itu pernyataan yang sensitif dan tidak boleh di manapun bahkan seluruh dunia membuat ucapan seperti itu karena akan menyakitkan. Kita berharap ada investigasi dengan informasi-informasi yang akurat,” ungkap dia.
Pihaknya tidak ingin menyimpulkan apapun sebelum mendapat informasi dari pihak yang ada. Yang juga penting, anggota DPR RI dari dapil Papua dan Papua Barat mungkin ada komunikasi secara adat.
Terpisah, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengaku, pihaknya telah menerima tim pemantau otonomi khusus (OTsus) DPR RI ingin mendapatkan konfirmasi dari berbagai informasi yang diterima. Apakah yang terjadi di Malang dan Surabaya?
“Silahkan langsung ke Pak Willem (Anggota Komisi X DPR RI) yang lima tahun berada di asrama Kalasan,” tutur Khofifah mengarahkan.
Willem Wendik menuturkan, pengalamannya tinggal di asrama Papua aktifitas di sana seperti baiasa dan terbuka dengan masyarakat sekitar. Tetapi terkait dengan peristiwa ini telah mengarah pada persoalan kehidupan berbangsa.
“Hari ini (kemarin) kami dari DPR RI ke Surabaya dalam rangka meninjau langsung dengan datang ke Asrama dan mengonfirmasi secara langsung apa yang dialami mereka,” tutur dia.
Tetapi begitu datang, pihaknya mengaku pintu masih ditutup dan tidak mau menerima kedatangan DPR RI sehingga pihaknya bergeser ke Grahadi bertemu dengan Gubernur dan Kapolda.
Dalam pertemuan itu, Willem mengaku telah mendapatkan sejumlah informasi dari Forkopimda. Hal itu akan menjadi refrensi dalam menindaklanjuti ke senayan. Informasi paling penting yang diterimanya dari pertemuan itu ialah aspek hak asasi manusia.
“Informasi yang terpenting adalah terkait aspek penghormatan terhadap human right,” ungkap dia.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Jimmy Jimianus Ijie mengungkapkan rasa prihatin atas peristiwa yang terjadi. Karena itu, pihaknya datang dengan maksu bertemu mahasiswa di asrama Papua.
“Karena kami di komisi X membidangi masalah pandidikan sehingga mungkin ada keinginan dari mereka yang perlu disuarakan ke pemerintah. Misalnya dukungan beasiswa,” tutur dia.
Kendati gagal, Jimmy mengaku akan terus berupaya untuk menemui dan berkomunikasi secara langsung dengan mereka. Pihaknya berharap, masyarakat di Papua untuk menahan diri karena belum ada yang tahu persis siapa yang salah.
“Biarkan pihak kepolisian terus mengusut dan mencari siapa yang melakukan perusakan bendera dan mengucapkan ujaran berbau rasis,” tutur dia.
Jimmiy menegaskan, pihaknya mendukung kepolisian untuk menuntaskan kasus tersebut. Bahkan jika pelakunya adalah mahasiswa Papua maka harus ditindak. Sebab ini negara hukum NKRI sudah final.
“Jadi kalau simbol negara itu diinjak-injak, saya sebagai orang Papua warga negara Indonesia juga tersinggung. Tapi saya belum mengatakan kalau pelakunya adalah mahasiswa Papua,” pungkas dia. [tam]

Tags: