Temui Komisi XI,Pengusaha Dihadang Satpam BPLS

Anggota Komisi XI saat sebelum berkunjung di tanggul.

Anggota Komisi XI saat sebelum berkunjung di tanggul.

Sidoarjo, Bhirawa
Pertemuan anggota Komisi XI dengan BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo), Kamis (20/10) kemarin, gagal diikuti korban lumpur. Para pengusaha yang menjadi korban dihadang Satpam. Mereka tidak diizinkan mengikuti pertemuan itu meski yang dibahas nasib ganti rugi senilai Rp701 miliar.
Korban yang terdiri dari pengusaha tidak masuk dalam dana talangan dari APBN 2017 yang dialokasi sebagai ganti rugi. Dana talangan yang dikucurkan senilai Rp54 miliar untuk korban dari kalangan warga. Padahal pengusaha yang notabene juga disebut korban ternyata belum dialokasikan dalam APBN 2017. Karena itu perwakilan korban (pengusaha) mendatangi komisi XI yang tengah berada di Surabaya untuk mengunjungi tanggul Lapindo dan bertemu dengan BPLS di Jl Gayungan, Surabaya.
Namun, upaya ini kandas karena dihadang Satpam BPLS. Anggota komisi XI yang membidangi keuangan, Mohammad Hatta, membenarkan bahwa kunjungan komisi X adalah untuk mendapatkan masukan tentang penafsiran kata ‘pengusaha yang menjadi korban. Menurut Hatta, ada dua penafsiran dalam penyebutan korban/pengusaha.   Menurut versi Lapindo, korban dari kalangan pengusaha masuk dalam B to B. Sementara pengusaha tidak mau dimasukkan dalam B to B.
Hatta menanyakan, kalimat mana yang benar. Sebab dalam APBN 2017 hanya mencairkan dana talangan Rp54 miliar untuk ganti rugi warga di luar area terdampak . sementara pengusaha yang justru di area terdampak belum dibayar Rp701 miliar.     ”Tetapi kalau semuanya sudah jelas, dana talangan untuk pengusaha akan diusulkan dalam APBN P 2017,” jelasnya.
Sementara Sungkono, pengusaha yang belum dibayar menolak penyebutan kalimat pengusaha dalam skema ganti rugi. Ia menyebut semua adalah korban, jangan dibuat dikotomi rakyat dan pengusaha karena akibatnya merugikan pengusaha. Sebenarnya pengusaha tidak mau ada bencana seperti ini. sebelum bencana, pengusaha juga tidak ingin menjual tanahnya prospek usahanya sebelum bencana, juga potensial.
Sungkono yang pengusaha rokok, awal usahanya juga berkembang pesat. Pemasaran rokoknya sudah masuk ke Sulawesi dan Kalimantan. Tetapi bisnisnya hancur lebur. Begitu pula pengusaha lain juga sama susahnya. Seharusnya pemerintah membantu pengusaha ini dengan menyamakan dengan korban rakyat biasa dalam ganti rugi ini.3
Sudah 10 tahun lebih pengusaha menanti ganti rugi, berkali kali berjuang ke Jakarta, menemui DPR RI, menghadap menteri dan ternyata sampai detik ini perjuangannya kandas. Tidak ada kepastian. Langkah hukum juga ditempuh dengan melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang kesamaan hak antara pengusaha dengan korban lain. ”Pengusaha ini sudah babak belur, usahanya mati. Namun ganti ruginya hingga kini tidak diperoleh juga,” ujarnya. [hds]

Tags: