Gagas Jadi Kampung Batik dan Rumah Produksi Makanan Kemasan

Pemkot Berikan Pelatihan Warga Eks Lokalisasi
Kota Surabaya, Bhirawa
Penutupan lokalisasi setahun silam bukannya membunuh peluang usaha. Kini mereka malah aktif terlibat dalam bisnis baru yang tentunya halal.
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyiapkan berbagai rencana untuk menggiatkan perekonomian kawasan eks lokalisasi. Salah satunya dengan menggagas agar kawasan tersebut menjadi kampung batik.
Terdapat dua kawasan yang akan dijadikan kampung batik yaitu Tambaksari dan Dupak Bangunsari. Pelatihan batik akan ditujukan kepada mantan PSK dan mucikari. Selain itu, warga yang dulu bergantung pada bisnis prostitusi tersebut juga akan diberikan pelatihan untuk memproduksi batik. Pemkot akan mendatangkan trainer dari perusahaan.
Selama dua hari, para mantan PSK, mucikari dan warga akan dilatih, setelah itu akan dipekerjakan oleh perusahaan. Salah satu dari perusahaan tersebut adalah milik Roesmadi Hadi Suryo.
Menurut Roesmadi, akan ada kategorisasi bagi para mantan PSK, mucikari dan warga yang akan dipekerjakan. Antara lain, untuk yang berminat membatik akan diajari cara melukis motif dan teknik celup.
Untuk yang berminat menjahit akan dilatih menjahit kain yang sudah jadi untuk dijahit menjadi tas, pakaian dan lain-lain. Sementara bagi yang berniat untuk berjualan, akan diberikan pelatihan penjualan batik.
Sejauh ada kemauan pasti ada jalan. Pepatah itulah yang paling tepat menggambarkan perjuangan para mantan pekerja seks komersial (PSK) dan mucikari di Dupak Bangunsari.
Selain ketrampilan membatik, Pemkot Surabaya juga memberikan pelatihan membuat makanan kemasan. Sebuah rumah di Jl. Dupak Bangunsari 4/7 terlihat sangat sibuk. Puluhan ibu-ibu berseliweran keluar-masuk bangunan berpagar kuning itu.
Ternyata, di dalamnya merupakan tempat produksi hasil olahan pangan kemasan. Pengelolaan usaha level home industri tersebut dibawah bendera Kube (kelompok usaha bersama) Dupak Makmur Bersama.
Jika menilik sejarah lokasi Dupak Bangunsari beberapa tahun lalu, siapa sangka bakal ada usaha produksi makanan kemasan. Maklum saja, area tersebut memang dikenal sebagai salah satu kawasan prostitusi di Surabaya.
Pastinya, bisnis yang mendominasi adalah wisma dan karaoke. Tapi, keadaan berbalik 180 derajat. Perlahan tapi pasti, setelah penutupan warga mulai mencari peluang usaha baru. Satu per satu tempat usaha bermunculan.
Kube Dupak Makmur Bersama memang bukan satu-satunya home industri yang berdiri pasca penutupan lokalisasi. Kembang Melati yang berjarak beberapa gang, lebih dulu diresmikan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini pada 28 Juni 2013.
Bedanya, produk unggulan Kembang Melati adalah karpet, pernak-pernik dan hiasan jilbab. Sedangkan Dupak Makmur Bersama fokus pada makanan kemasan.
Ketua Kube Dupak Makmur Bersama, Nur Aini menjelaskan pihaknya mengembangkan dua macam bahan dasar, yakni hasil olahan ikan dan wuluh. Masing-masing bisa mencapai 12 jenis produk. Seperti abon tuna, abon lele, wader remes, pangsit lele, dan lain sebagainya. Sementara untuk wuluh ada cake wuluh yang jadi ikon.
Dari segi pengelolaan, Dupak Makmur Bersama bisa dibilang tidak main-main. Hal ini bisa dilihat dari adanya struktur organisasi yang jelas. Mulai ketua hingga pembagian divisi yang berjumlah lima, diantaranya divisi udang dan wader, otak-otak bandeng, bandeng presto, abon lele, serta rumah produksi.
Total pekerja tetap yang ada di sana berjumlah 26 orang. Beberapa diantaranya mantan PSK dan mucikari. Mereka membaur dengan ibu-ibu yang tinggal di sekitar rumah produksi.
Pengelolaan yang baik serta kegigihan dalam menjalankan usaha menjadi kunci sukses usaha Dupak Makmur Bersama. Alhasil, ungkap Nur Aini, omzet bersih per bulan yang sekarang bisa dikumpulkan rata-rata berkisar Rp10 juta.
“Itu belum termasuk kalau kami mengikuti pameran biasanya bisa meraup Rp5 juta per event,” ujarnya. [dre]