Gagas Terobosan Pemurnian Minyak Nyamplung

Prof Setiyo Gunawan ST PhD

Prof Setiyo Gunawan ST PhD
Guru Besar (Gubes) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof Setiyo Gunawan ST PhD kembangkan teknologi pemurnian minyak goreng dengan metode Batch-wise Solvent Extraction dari biji nyamplung (mangrove).
Metode ini, diakui Gunawan–sapaan akrabnya, telah terbukti lebih aman dan sederhana karena menggantikan fungsi dan tahapan degumming, neutralization dan bleaching pada metode yang ada saat ini. Dalam metode ini, konsep perbedaan polaritas digunakan sebagai dasar pemurnian minyak goreng ketika senyawa nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar dan sebaliknya.
“Barulah selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan baku produksi biodiesel atau deodorizer dalam produksi minyak goreng,” ujar pengampu Laboratorium Teknologi Biokimia ini.
Gunawan menjelaskan, selama ini belum ada penelitian yang berkaitan dengan pemurnian minyak nyamplung. Padahal (minyak nyamplung) dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai tinggi untuk kebutuhan manusia baik pangan maupun nonpangan.
Dalam pemurnian minyak nyamplung menjadi sumber minyak pangan perlu diperhatikan pemilihan metode yang tepat. Sebab metode yang digunakan dalam industri saat ini secara kimia (chemical refining) dan metode fisika (physical refining). Namun, kedua metode ini memiliki tahapan proses yang dianggap berbahaya. Tak hanya itu, kandungan senyawa berbahaya seperti 3-Monochloropropane-1,2-diol (MCPD) Ester dalam minyak goreng yang dihasilkan.
“Metode ini menggunakan senyawa kimia basa natrium hidroksida yang berlebih pada proses netralisasi sehingga dapat mencemari lingkungan,” jelas dosen Departemen Teknik Kimia ITS ini.
Selain itu, kontaminan yang dihasilkan dari proses menghilangkan sebagian besar bahan pewarna tak terlarut (bleaching) pada minyak. Proses ini, kata Gunawan, di sebagian besar industri minyak nabati menggunakan karbon aktif yang berasal dari tulang hewan karena harganya murah.
“Namun, hal ini akan menjadi bahaya bila digunakan tulang hewan seperti babi karena tidak memenuhi persyaratan keamanan secara religius bagi umat muslim. Diperlukan juga solusi berupa metode yang efisien agar terbebas dari kandungan senyawa itu,” terang alumnus National Taiwan University of Science and Technology (NTUST) ini.
Guru Besar Bidang Teknologi Pangan ITS ini memaparkan jika dibandingkan dengan kualitas minyak nabati lainnya seperti minyak kelapa sawit, masih terlihat bahwa kualitas minyak nyamplung cukup menjanjikan untuk dipasarkan karena kualitas asam lemak buruknya lebih sedikit daripada minyak kelapa sawit.
“Di mana produksi minyak nyamplung secara ekonomi adalah sebesar 7-12 ton hektar per tahun lebih tinggi dibandingkan minyak sawit yang hanya lima ton per tahun,” papar Gunawan.
Dengan demikian, menimbang keunggulannya, gagasan pemanfaatan minyak nyamplung yang disampaikan oleh dosen kelahiran tahun 1976 ini pun dapat mendorong ekonomi hijau yang cocok mendukung program Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini dikarenakan tanaman nyamplung memiliki ketahanan yang tinggi terhadap kondisi yang ekstrem, seperti angin kencang, air payau, dan kekeringan. Ditambah lagi, kelestarian ekosistemnya pun dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana tsunami.
Tak luput juga, Gunawan menyatakan, gagasan ini dapat mendukung program Kawasan Industri Halal (Halal Industrial Park) yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi karena proses produksinya tidak melibatkan senyawa kimia asam, basa, dan bahan najis.
“Sehingga halal sebagai persyaratan mutu, keamanan dan kesehatan dalam penggunaan dan konsumsi produknya bagi konsumen dan pelaku industri pun dapat terpenuhi,” pungkasnya. [ina]

Tags: