Ganti Kebiasaan Konvoi, Tutup Buku dengan Sujud Syukur dan Tanam Bunga

21-menanam-penghijauanKota Surabaya, Bhirawa
Sepekan lalu, saat acara bagi-bagi es krim berlangsung di Surabaya, hampir seluruh tanaman di area Taman Bungkul ludes diinjak-injak masyarakat yang datang. Kejadian itu ternyata tak hanya berhasil memantik amarah Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Tetapi, sejumlah siswa SMA yang bersuka cita menemui kelulusannya juga ikut prihatin. Keprihatinan ini pun berhasil mengubah kebiasaan konvoi saat kelulusan SMA yang diumumkan Selasa (20/5) kemarin dengan bakti sosial menanam bunga.
Momentum tutup buku, sudah ditunggu-tunggu sejak tiga tahun oleh siswa SMA Al Muslim, Waru, Sidoarjo berproses di bangku sekolah. Kabar kelulusan yang diterima pun langsung disambut dengan sujud syukur sebagai tanda terima kasih kepada Sang Maha Pencipta. Kebahagiaan tak berhenti di situ, rasa syukur itu pun mereka luapkan dengan menanam berbagai bunga di area Taman Bungkul, Surabaya.
?”Mereka sendiri yang punya inisiatif untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi diri mereka sendiri, bagi sekolah sekaligus juga bagi masyarakat di akhir pendidikan mereka. Itu diekspresikan dengan sujud syukur dan tanam bunga di sekitar Taman Bungkul yang beberapa waktu lalu rusak saat ada pembagian gratis es krim,” ujar Humas SMA Al Muslim Sidoarjo Siti Aminah, Selasa (20/5).?
?Dalam kesempatan itu, sebanyak 30 siswa masih mengenakan seragam sekolah, berkumpul di kawasan dekat Jl Raya Darmo, tak jauh dari kompleks Taman Bungkul. Dengan bangga, mereka menunjukkan surat pemberitahuan resmi dari sekolah yang menyatakan bahwa mereka lulus sekolah.? ?Raut bahagia itu lalu diikuti secara serempak dengan sujud syukur di atas pedestrian Jl  Raya Darmo, dan saling berpelukan. Momentum ini kian khidmat setelah para siswa sungkem kepada guru yang dianggapnya telah sukses mengajar dan mendidik mereka selama tiga tahun terakhir..
?”Sejak awal para siswa memang menolak konvoi serta corat-coret seragam karena tidak ada manfaatnya. Mereka memang ingin melakukan aksi sosial. Dan di sinilah mereka melakukan sujud syukur, kemudian dilanjutkan dengan aksi menanam berbagai tanaman bersama dengan petugas Dinas Kebersihan dan Pertamanan Surabaya,” tambah Siti Aminah.
Kegiatan positif yang dilakukan para siswa ini sejatinya telah sesuai dengan imbauan Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Harun MSi beberapa waktu jelang pengumuman kelulusan. Dia menyatakan, daripada melakukan aksi corat-coret baju seragam ataupun konvoi, pakaian seragam yang tidak terpakai itu disumbangkan kepada siswa lain yang membutuhkan. Bahkan bisa diberikan kepada anak-anak panti asuhan.
Selain itu, Harun mengimbau agar sekolah juga melaksanakan kegiatan pembinaan menjelang masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN), baik itu melalui jalur tes tulis maupun mandiri. Hal ini penting demi masa depan lulusan yang ingin melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. “Bagi lulusan yang ingin langsung bekerja dapat menghubungi Disnaker setempat untuk mendapatkan kartu kuning atau bergabung dengan Forum Bursa Kerja Khusus (FBKK) Jatim,” ujar alumnus Lemhanas 2008 ini.
Sayangnya, Harun hingga saat ini masih bungkam untuk membeberkan prestasi UN Jatim di kancah nasional. Padahal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah merilis 25 besar nasional siswa SMA dan sederajat yang meraih nilai UN tertinggi. Dia beralasan, data yang diterima oleh provinsi dari Kemendikbud hanya terkait jumlah kelulusan dan rerata nilai. Namun, dengan rerata nilai UN SMA/MA sebesar 7,63, dirinya tidak mengetahui apakah Jatim berada di peringkat terbaik.
“Sejak awal sudah saya katakan, dengan rerata sebesar itu, kami tidak tahu berada di posisi mana. Apalagi berapa rerata nasional saya sendiri juga tidak tahu. Ini berbeda bila dibandingkan tahun lalu,” tutur dia.
Ketika disinggung apakah tidak jelasnya data tersebut terkait dengan kasus di Lamongan, Harun membantahnya. Menurutnya, hal itu terjadi di seluruh Indonesia, bukan hanya di Jatim.
Bagaimana dengan kabupaten/kota yang juga enggan membeber siapa peraih nilai UN terbaik, alumnus Lemhanas 2008 ini tidak menyalahkan kabupaten/kota. Sebab, data yang diterima oleh mereka juga sama dengan yang diterima oleh provinsi. Dengan demikian, untuk tahun ini tidak lagi diketahui siapa peraih nilai UN tertinggi di Jatim dan di kabupaten/kota, sekolah dengan rerata terbaik, hingga sekolah terbaik. “Darimana kami bisa dapat, wong memang gak oleh. Kami punyanya ya rerata itu,” tutur dia.*
Sementara itu, Sekdaprov Jatim Dr H Akhmad Sukardi MM menyebut, hasil UN yang diperoleh Jatim saat ini disebabkan minimnya sosialisasi dari pusat. Namun, dia tetap yakin tahun depan bisa diperbaiki kembali. “Minimnya sosialisasi pusat membuat anak-anak di Jatim belum siap. Jadi, nanti Pak Harun biar melakukan evaluasi,” tutur dia. [tam]

Tags: