“Ganti Ketua KPU dengan Ahlinya”

1024535965212329_aJakarta, Bhirawa
Situasi keamanan Pemilu 2014 memang kondusif, tetapi penyelenggaraan Pileg penuh manipulasi dan kecurangan. Jual beli suara (money politics) dilakukan secara terbuka,  melibatkan penyelenggara di pusat maupun di daerah. Kolaborasi antara peserta Caleg, dengan partai dan masyarakat luas dilakukan tanpa ewuh pakewuh. Pemilu 2014 lebih buruk dibanding Pemilu Orde Baru.
Demikian benang merah dalam dialog kenegaraan tentang Potensi Sengketa Pemilu 9 April 2014 (Pileg) di loby DPD RI Senayan. Sebagai pembicara, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad, anggota DPD RI Popy Dharsono, Ketua Komite DPD RI Aliman Sori, Koordinator ICW Ade Irawan dan pengamat politik dari UI, Chusnul Mariyah.
Menurut Muhammad, UU Pemilu nomor 8 tahun 2012 telah menghasil kan Pileg yang penuh akal akalan dan jual beli suara. Kolaborasi antara pihak terkait membuahkan kemenangan Caleg yang punya uang dan kekuasa an. Sehingga DPR nanti akan dipenuhi legislator curang, bukan legislator handal yang akan membela rakyat. Harus ada upaya membentengi UU Pemilu nomor 8/2012 dengan aturan baru, agar terlepas dari tindak kejahatan.
“Pileg 2014 bulan April lalu bukan lagi disebut penuh kecurangan, tapi penuh kejahatan. Sayangnya Bawaslu tidak punya kewenanangan menyeret pelaku kejahatan Pemilu ini. Hanya Polisi yang berwenang manangani penjahat para penjual dan pembeli suara dalam Pemilu,”cetus Muhamad.
Ade Irawan dari ICW menemukan, Pileg 2014 dilakukan penuh tipu daya dan kecurangan, yang meningkat 4 kali lipat dibanding Pemilu 2009. Tak jarang pejabat menggunakan fasilitas, dana dan birokrasi untuk menang. Belum lagi nepotisme-nya, hanya Caleg dari sanak keluarga sendiri yang bisa menang. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan negara demokrasi yang benar, pelaku money politik harus dikenakan sanksi kejahatan tindak pidana korupsi.
“Dengan mengundangkan money politics sebagai tindak pidana korupsi, Pilpres 9 Juli mendatang bisa diselamatkan. Agar kedepan, Pemilu Indonesia berjalan Jurdil, tanpa kecurangan,” pesan Ade.
Chusnul Mariyah dengan lantang minta pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) diganti dengan yang ahli. Dia menyoroti ketidaklayakan dan ketidak cocokan latar belakang pendidikan pejabat KPU sekarang. Kekurangmampuan KPU dalam mengatasi kecurangan dan kejahatan Pemilu 2014 ini disebabkan karena mereka menanga ni masalah diluar bidang mereka.
“Masak Ketua KPU Sarjana Pertanian, ya tidak nyambung dengan permasalahan politik dan hukum di KPU ta? Semestinya Ketua KPU itu Doktor Ilmu Politik dan Hukum, jadi mengerti bidang yang ditangani. Lihat Pemilu ini, seperti orang menanam jagung saja. Semua ini tidak terlepas dari proses rekruitmen Komisioner Komisi KPU di DPR. Dimana semua orang bisa mencalonkan diri jadi anggota KPU, tanpa mencermati latar belakang dan figur pelamar. Hasilnya ya seperti ini,” sergah Chusnul Mariyah.
Kekecewaan Chusnul pada KPU bahkan lebih lagi, kala melihat KPU seolah hanya dikejar waktu dan tahapan Pemilu. Sehingga apapun hasil Pemilu itu harus diketok, karena sudah 30 hari. Padahal administrasi nya amburadul kacau balau, pengiri man surat suara tertukar di ratusan TPS. Belum lagi masalah penggelem bungan suara, jual beli suara, manipu lasi data dsb dsb. Ketua KPU harus diganti yang ahlinya, jika mau Pemilu Indonesia bagus, katanya. [ira]

Keterangan Foto : Pengamat politik dari UI, Chusnul Mariyah

Rate this article!
Tags: