Ganti Status jadi Kelurahan, Warga Kota Batu Belum Move On

Aparatur Kantor Kelurahan Ngaglik terlihat sedang melayani warga yang mengadakan kegiatan yang pembiayaanya dibantu oleh Kelurahan.

Kota Batu, Bhirawa
Beralihnya status desa menjadi kelurahan ternyata belum sepenuhnya disadari warga Batu. Banyak warga Batu masih mengajukan permintaan anggaran untuk berbagai kebutuhan seperti saat status wilayahnya masih berupa desa. Padahal setelah menjadi kelurahan , anggaran yang dikelola sangat terbatas, biasanya hanya biaya operasional birokrasi kelurahan saja.
Keluhan warga dan aparatur pemerintah kelurahan terkait anggaran kelurahan ini terserap dalam reses Ketua DPRD Kota Batu, Cahyo Edi Purnomo di Kelurahan Sisir. Saat itu para lurah di Kecamatan Batu mengeluhkan kesulitan anggaran. Bila dahulu, kelurahan masih memiliki kewenangan mengelola anggaran sendiri, kini Kelurahan bergantung pada anggaran operasional di Kecamatan.
“Kita akan belajar ke Solo untuk mencari tahu, kenapa di kota ini Kelurahan memiliki anggaran lebih. Bahkan untuk insentif Ketua RT dan RW alokasi anggaran yang disiapkan sampai Rp 50 juta,” ujar Lurah Ngaglik, Yandhi Galih Pratama, Minggu (17/9).
Selama ini, Kelurahan mengandalkan dana dari APBD yang dilewatkan melalui masing-masing Kecamatan, ditambah dana operasional rutin. Dana tersebut dipergunakan untuk operasional sehari-hari. Jika ada permintaan dana dari masyarakat, seringkali kelurahan kebingungan, karena memang tidak ada alokasi anggaran untuk kebutuhan lain-lain. Mereka berharap agar Kelurahan mendapatkan tambahan dana operasional yang bisa dikelola secara maksimal oleh kelurahan.
Cahyo Edi Purnomo mengaku memahami kesulitan yang dialami oleh kelurahan. Karena baik desa maupun kelurahan merupakan basis pelayanan dasar paling rumit pada sebuah daerah. Tidak hanya memberikan pelayanan, kelurahan dan desa harus ngemong masyarakatnya.
“Urusan penduduk bermacam-macam, mau bikin kerja bhakti juga butuh dana,” ujar Cahyo.
Menurutnya, permasalahan ini solusinya gampang, karena Pemkot Batu yang penduduknya hanya berjumlah 219 ribu memiliki dana sebesar Trilyunan Rupiah untuk pembangunan. Ia mengatakan di awal pemerintahan Eddy Rumpoko sebagai Wali Kota Batu, DPRD dan Pemkot Batu telah membuat kebijakan dengan memberikan anggaran khusus untuk desa mengunakan Alokasi Dana Desa (ADD).
“Kita ambil kebijakan ini mengalokasikan anggaran untuk desa agar pembangunan di desa tidak ketinggalan dari kelurahan, ternyata pemerintah pusat membikin kegiatan yang sama. Saya sepakat dengan Pak Wali tidak akan menghapus ADD meskipun sudah ada DD (Dana Desa), jadi dobel,” ujar Cahyo.
Dengan anggaran dobel ini, pemerintah desa harus melakukan administrasi secara terpisah. Satu membuat laporan ke pemerintah daerah untuk ADD dan satu membuat laporan ke pemerintah pusat untuk dana desa.
“Jadi pembangunan di tingkat desa itu menjadi lebih bergairah karena duitnya tambah banyak. makanya kadesnya ganteng-ganteng. Masalah di Kelurahan ini akan kita perhatikan agar nanti dalam APBD tahun 2018 jadi pemikiran yang akan kita godok dengan Pemkot Batu. Paling tidak, ada dana operasional yang harus dipersiapkan,” ujar Cahyo. (nas)

Tags: