GBHN dan Arah Pembangunan Bangsa

muhammad aufalOleh :
Muhammad Aufal Fresky
Aktivis HMI Komisariat Ekonomi Airlangga ; Mahasiswa S1 Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Airlangga

Beberapa hari yang lalu Megawati Soekarnoputri menyampaikan hal terkait pentingnya negara dan bangsa kita memiliki kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Pernyataan tersebut diungkapkan ketika beliau membuka Rakernas PDI Perjuangan, MInggu (10/1).
Sebagai penulis, saya sepakat dengan apa yang telah disampaikannya. Karena sejauh ini, bangsa ini memerlukan patokan atau pedoman yang jelas dalam mewujudkan cita-cita yang telah ditetapkan.
GBHN di sini memiliki fungsi sebagai visi tetap yang mesti menjadi haluan setiap pemerintahan yang sedang menjalankan amanah dari rakyat. Pada dasarnya, visi dan garis-garis besar haluan negara sudah ada sejak awal kemerdekaan. Sebelum Orde Baru,  ada  Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun, dan Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana. Masa Orde Baru ada GBHN, Propenas, Propeda, dan Repelita. Lalu seiring berjalannya waktu, bangsa ini memasuki masa reformasi, di mana GBHN mulai ditiadakan. Muncul Rancangan Pembangunan Jangka Menengah dan Panjang (RPJMP) dan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Nasional.
Menurut hemat saya, pembuatan kembali GBHN yang baru sangat penting untuk memperjelas apa yang hendak dicapai oleh bangsa ini ke depannya. Sehingga hal tersebut menjadi titik tumpu bagi pemerintah dan jajarannya dalam setiap pelaksaan program dan agenda kerjanya. GBHN ibarat kompas yang akan menunjukkan arah bagi pembangunan bangsa ini. Lebih tepatnya lagi pembangunan yang seimbang dan berkelanjutan.
Tidak adanya GBHN menyebabkan pemerintah meramu serta meracik visinya sendiri. Semisal Pemerintahan Jokowi -JK yang memiliki Nawacita sebagai visi. Di dalamnya ada beberapa konsep, ide dan gagasan dalam membangun Indonesia lebih baik dan bermartabat. Entah itu di bidang sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya. Jelasnya, Nawacita adalah arah dan pedoman pemerintahan sekarang. Hal yang menjadi catatan penting adalah ketika pemerintahan Jokowi-JK sudah habis masa jabatannya dan digantikan oleh orang yang berbeda. Maka visi besar Jokowi-JK bisa saja diganti sesuai dengan visi yang baru sesuai dengan kehendak pemerintahan yang baru. Dampaknya adalah seluruh agenda dan program kerja yang sebelumnya telah berjalan bisa saja diganti dengan program kerja yang baru menyesuaikan dengan visi yang baru.
Itulah dampak sistemik dari hilangnya GBHN dalam proses pemerintahan. Setiap pemerintah bisa mengganti dan mengubah visi yang telah ditetapkan sebelumnya. Alasannya tidak ada haluan tetap yang jelas mengatur secara rinci visi besar negara ini. Jadi di sinilah letak penting GBHN perlu ditetapkan sesuai dengan apa yang menjadi cita-cita segenap komponen bangsa. Ketika GBHN yang baru telah ditetapkan maka setiap pemerintah yang sedang memimpin tidak bisa menggantinya dengan seenaknya sendiri.
Mengutip tulisannya Basis Susilo dalam Kompas (23/1/2016), bahwa  untuk membuat GBHN yang baru, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan. Pertama, GBHN haruslah disahkan oleh lembaga yang mencakup semua unsur kekuatan bangsa sehingga produknya sah dan disepakati oleh seluruh komponen bangsa, bukan eksekutif saja. Kedua, rumusan-rumusan yang ada di dalamnya mestii mengerucut pada target-target yang sederhana dan menarik sehingga muda masuk di benak semua warga negara. Ketiga, selain ada kemaun politik untuk membuat GBHN, juga harus ada kemauan politik yang mendorong dan menggerakkan seluruh energi bangsa kita untuk mencapainya.
GBHN sendiri memiliki definisi sebagai haluan negara tentang penyelenggaraan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh dan terpadu dan terpadu guna mewujudkan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Jadi titik acuan keberadaan GBHN adalah rakyat. Di sini pemerintah memiliki peran sentral dalam menghidupkan den menetapkan kembali GBHN yang baru. Tentunya keberadaan GBHN yang baru memiliki maksud agar ada kesatuan sikap, kesatuan pandangan, dan kesatuan gerak dari masing-masing pejabat negara dalam merealisasikan cita-citanya.
Penetapan GBHN yang baru akan menjadi sebuah komitmen bersama segenap pejajabat negara/ pemerintah  untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis, berkeadilan sosial, melindungi hak asasi manusia, menegakkan supermasi hukum dalam tatanan masyarakat dan bangsa yang beradab, berakhlak mulia, mandiri, bebas, dan sejahtera untuk periode waktu yang telah ditetapkan.
Salah satu problemnya yaitu terkait lembaga apa yang berhak mengesahkan GBHN yang baru tersebut. Sekali lagi ini berkaitan erat dengan dunia politik. Politik sendiri adalah seni untuk mewujudkan yang tidak mungkin menjadi mungkin. Jika ada kemauan yang kuat dari masing-masing pihak, kemungkinan besar GBHN yang baru bisa disahkan. Tentunya hal tersebut tidak sulit untuk dicapai manakala segenap petinggi negara bersatu untuk merealisasikannya. Dalam hal ini , pemerintah selaku pemegang kedaulatan rakyat bisa menjadi inisiator untuk mengumpulkan DPR, DPD, dan MPR untuk duduk bersama mendiskusikan rancangan GBHN yang baru. Selain itu, eksekutif, DPR, DPD, dan MPR mesti bersepakat untuk menunjuk suatu lembaga yang berhak mengesahkan GBHN yang baru. Dengan begitu GBHN yang baru memiliki kekuatan secara hukum dan politik yang kuat. Semoga kita bisa segera merealisaskan hal tersebut.

                                                                                                                 ——— *** ———-

Rate this article!
Tags: