Gelar Doktor Langka, Rasio 112 Banding Satu Juta

3-tamSurabaya, Bhirawa
Pemilik gelar doktor atau sarjana strata tiga (S3) ternyata masih langka di Indonesia. Rasionya pada tahun 2013 lalu bahkan baru mencapai 112 orang per satu juta penduduk. Padahal, bila mengacu di negara-negara maju, idealnya mencapai 250-300 doktor per satu juta penduduk.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan, jumlah doktor di Indonesia tahun 2013 sudah mengalami peningkatan. Sebelumnya, tahun 2009 berada di kisaran 98 orang per satu juta penduduk.
Di tahun yang sama, negara-negara lain telah mencapai 200 orang per satu juta penduduk. “Memang ada kenaikan, tapi masih kurang. Negara tetangga malah sudah 200 lebih, kita baru 112,” kata Nuh usai me-launching gedung S2 Vokasi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), Minggu (5/10).
Mantan Rektor ITS ini menyebutkan, kekurangan doktor paling banyak di bidang sains dan engineering. Oleh sebab itu, sejak dua tahun lalu, pihaknya membuka program baru. Mahasiswa lulusan S1 atau D4 bidang sains dan engineering yang ingin melanjutkan ke jenjang S2 di bidang yang sama, akan dibiayai oleh pemerintah. Semuanya gratis.
“Sementara ini untuk empat perguruan tinggi terlebih dahulu, yakni UI, ITS, UGM, dan ITB. Itu bagi mereka yang ingin melanjutkan ke S2 bidang sains dan engineering,” jelasnya. Program ini, lanjut Nuh, untuk mempercepat mahasiswa yang bergelar S3 dengan memperbanyak yang studi S2.
Menteri asal Surabaya ini menegaskan, Indonesia ingin menggerakkan economy innovative driven. Supaya bisa bergerak, dibutuhkan orang-orang yang punya keahlian dan pendidikan bagus. Kemampuan inilah yang diharapkan timbul dengan banyaknya orang yang bergelar doktor.
“Idealnya Indonesia punya 250-300 doktor per satu juta penduduk. Angka ini kami ambil dari best practice negara-negara yang maju. Kira-kira dengan jumlah ini sudah bisa menggelindingkan mobil ekonomi kita,” ungkapnya.
Direktur PENS, Zainal Arief menambahkan, sejak tahun 2012 pihaknya telah membuka S2 Vokasi atau terapan. Terutama untuk bidang Teknik Elektro dan Teknik Informatika Komputer. Program S2 terapan ini merupakan yang pertama di Indonesia.
“Mulai 2012, langsung membuka S2 terapan. Angkatan pertama menerima 9 mahasiswa. Tahun kedua menerima 15 mahasiswa. Tahun ini, menerima 24 mahasiswa dan sudah meluluskan 4 mahasiswa pascasarjana. Untuk Teknik elektro 3 orang dan teknik informatika komputer 1 orang. Yang sudah lulus bisa jadi dosen di PENS setelah lolos seleksi,” ungkapnya.
Berbeda dengan S2 pada umumnya, riset yang dilakukan oleh mahasiswa S2 terapan harus berbentuk produk yang benilai inovasi. Untuk mendukung perkuliahan, pihaknya membangun fasilitas gedung pendidikan pascasarjana vokasi yang didanai sepenuhnya oleh Kemendikbud.
“Biaya pembangunan gedung telah direalisasikan pada 2012. Diharapkan tahun 2015 mendatang bisa tuntas pengerjaannya. Gedung S2 vokasi ini bernilai Rp 160 milyar,” tandasnya. [tam]

Keterangan Foto : Mendikbud M Nuh usai melaunching gedung S2 Vokasi PENDS yang dibangun dengan biaya Rp 160 miliar. [adit hananta utama/ bhirawa]

Tags: