Gelar Selamatan Gugur Gunung untuk Ritual Keselamatan dan Minta Hujan

Rangkaian acara Selamatan Gugur Gunung berupa ojung atau pertandingan gulat rotan di Desa Ramban Kulon Cermee Bondowoso. [samsul tahar]

Rangkaian acara Selamatan Gugur Gunung berupa ojung atau pertandingan gulat rotan di Desa Ramban Kulon Cermee Bondowoso. [samsul tahar]

Tradisi Tahunan Warga di Bondowoso
Kabupaten Bondowoso, Bhirawa
Dalam rangka meminta keselamatan bagi warga dan seluruh desa bahkan se-Bondowoso, warga Desa Ramban Kulon Kecamatan Cermee menggelar ritual  Selamatan Gugur Gunung. Selamatan ini rutin dilakukan warga setempat karena sudah menjadi tradisi yang turun temurun.
Rangkaian kegiatan dalam selamatan tersebut adalah perpaduan antara ritual Islam dan ritual para sesepuh terdahulu, di antaranya berupa istighosah, tahlil, doa, puji pujian, makan bersama, dan pertandingan gulat rotan (ojung).
Lokasi yang menjadi pusat acara selamatan tersebut yaitu di komplek makam (pesarean) Raden Imam Asy’ari (Masjid Baitur Rahman) Desa Ramban Kulon Kecamatan Cermee Bondowoso yang dilaksanakan sejak Senin hingga Selasa (8/11) sore kemarin oleh panitia setempat.
Warga yang hadir di antaranya berasal dari wilayah Babadan Raden Imam Asy’ari yang meliputi Desa Ramban Kulon, Ramban Wetan,Plalangan dan Grujugan. Adapun peserta ojung juga meliputi warga dari desa lain di wilayah Bondowoso dan Situbondo.
Menurut Andre Mustofa, tokoh pemuda setempat Selamatan Gugur Gunung adalah sebuah tradisi turun temurun yang berlangsung setiap tahun.
Dalam acara itu, lanjut Andre, setiap keluarga  membawa nampan berisi tumpeng atau makanan yang terdiri dari nasi dan lauk serta jajanan. Tumpeng tersebut kemudian dikumpulkan di tempat yang sudah disiapkan. Setelah kira-kira sudah banyak yang datang kemudian dimulailah acara yang dimulai dengan tawassul dilanjutkan pembacaan surat yasin, istighosah, tahlil, puji-pujian dan doa.
“Setelah rangkaian acara doa selesai, tumpeng kemudian diserahkan kembali kepada tiap-tiap  keluarga untuk kemudian makan bersama di sekitar pelataran, halaman, dan sekitar lokasi. Biasanya, tumpeng tersebut ditukar terlebih dahulu antar keluarga, gampangnya tumpeng keluarga A dimakan oleh keluarga B dan sebaliknya,” katanya.
Selanjutnya menurut Andre, adalah kegiatan gulat rotan atau ojung Adalah sebuah duel satu lawan satu dengan menggunakan rotan dengan diiringi tabuhan gendang dengan irama khusus dengan dipandu oleh seorang pemandu pertandingan.
Peserta dibuka secara bebas tanpa harus mendaftar. Peserta pertama langsung masuk ke arena dan langsung memilih 1 buah rotan tanda menunggu penantang. Jika kemudian datang peserta yang masuk arena dan siap menantang peserta pertama maka pertandingan siap dimulai. Dalam proses ini, tak jarang peserta pertama melepaskan rotannya tanda tidak cocok dengan lawan penantangnya. Dan hal tersebut biasa dan jamak terjadi.
“Peserta bebas memilih lawan tanding. Setelah ada pasangan tanding yang cocok maka segera akan dimulailah pertandingan ojung pertama,” ungkap pemuda desa Jebolah salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jogjakarta tersebut.
Duel ojung ini terdiri dari 3 babak. Babak pertama peserta bebas untuk memukul terlebih dahulu. Jika si A yang memukul terlebih dahulu, maka berikutnya adalah giliran si B. babak kedua giliran si A lalu si B. Babak ketiga demikian pula adanya. “Siapa yang paling banyak pukulannya mengenai sasaran dialah yang menang,” jelasnya.
Atribut ojung yang tidak dapat ditinggalkan adalah sarung dan peci hitam penutup kepala yang ghalibnya dipasang menyamping.
Sementara itu sejarah Raden Imam Asy’ari menurut Andre diyakini jika beliau adalah leluhur desa berasal dari Demak. Kuat dugaan bahwa beliau adalah salah satu guru agama yang diutus atau disebar oleh Kerajaan Demak di bawah komando Sunan Kalijaga. Kehadirannya untuk menyeru dan mengajak penduduk Jawa memeluk Islam pada periode Kerajaan Demak berkuasa menggantikan guru-guru Hindu yang ada di desa-desa sejak periode Kerajaan Majapahit.
Beliau datang ke wilayah yang saat ini dikenal dengan nama Desa Ramban Kulon bersama seorang sahabat bernama Sayyid Abu Hasan yang berasal dari Aceh. Kuat dugaan beliau adalah delegasi Kerajaan Samudra Pasai.
“Kedatangan beliau berdua tentulah membawa misi penyebaran agama Islam di nusantara sebagaimana sering disebut bahwa pada periode tersebut ada kongsi atau kerjasama tiga kerajaan Islam di nusantara yang bersepakat menyebarkan agama Islam di nusantara yaitu Kerajaan Demak yang berpusat di Jawa, Samudra Pasai di Aceh dan Kerajaan Ternate di Sulawesi,” ungkap Andre terkait sejarah pendirian desanya. [Samsul Tahar]

Tags: