Gerakan Kantong Plastik Berbayar

Ani Sri RahayuOleh :
Ani Sri Rahayu
Pengajar Civic Hukum (PPKn) Universitas Muhammadiyah Malang

Permasalah sampah seperti tidak ada hambisnya menjadi pembahasan. Baik dalam skala nasional maupun internasional. Masalah sampah plastik yang mencemari lingkungan termasuk lautan dunia makin parah. Kita banyangkan saja andai kiamat tiba kelak, kala semua yang ada di semesta raya harus hancur, plastiklah yang paling terakhir musnah.
Itulah perumpamaan untuk menggambarkan betapa sulitnya sampah plastik hancur terurai di alam. Personifikasi tersebut, sekiranya bias menjadikan suatu pengandaian untuk mengabarkan betapa plastik serupa petaka lingkungan. Berdasarkan penelitian, diperlukan waktu hingga 100 tahun bagi sampah plastik untuk terurai. Bandingkan dengan sampah kertas yang terurai dalam dua sampai lima bulan saja.
Problem sampah
Menyoal problem sampah berdasarkan data hasil penelitian yang dirilis ilmuan Journal Science asal Inggris dan dikutip laman Dailymail, (2/2016), sebanyak 192 negara di dunia menghasilkan lebih dari 275 juta ton sampah plastik. Dari jumlah tersebut, delapan juta ton di antaranya hanyut ke lautan dan tidak terolah. Data tersebut China dan Indonesia adalah dua negara yang paling banyak membuang sampah ke laut, diikuti Filipina, Vietnam dan Sri Lanka.
Setiap tahun sekitar 8,8 juta ton plastik berakhir di laut-laut di seluruh dunia, jumlah yang jauh lebih besar dari estimasi-estimasi sebelumnya, menurut sebuah studi baru yang melacak sampah di laut dari sumbernya. Jumlah itu setara dengan lima kantong belanja penuh dengan sampah plastik menutupi setiap 30 sentimeter garis pantai di seluruh dunia.
Menurut kepala penelitian Jenna Jambeck, seorang profesor teknik lingkungan di University of Georgia. Keberadaan sampah yang demikian jika para penyumbang terbesar, mayoritas negara-negara berkembang di Asia, tidak menanggulangi cara pembuangan sampah, Jambeck memperkirakan bahwa pada 2025 akumulasi sampah plastik di lautan akan mencapai sekitar 170 juta ton.
Hal itu berdasarkan tren populasi dan berlanjutnya masalah pengelolaan sampah, meski ada beberapa tanda awal perubahan, ujarnya. Lebih dari setengah sampah plastik yang mengalir ke laut datang dari lima negara: China, Indonesia, Filipina, Vietnam dan Sri Lanka, diikuti oleh Thailand, Mesir, Malaysia, Nigeria dan Bangladesh.
Negara industri barat yang ada di 20 penyumbang sampah plastik terbesar adalah Amerika Serikat pada peringkat 20. AS dan Eropa tidak membuat kesalahan dalam mengelola sampah kolektifnya, jadi sampah plastik yang datang dari negara-negara itu adalah karena pembuangan sampah sembarangan, ujar para peneliti.
Sementara China bertanggung jawab atas 2,4 juta ton plastik yang sampai di lautan, atau hampir 28 persen dari jumlah total, AS berkontribusi hanya 77.000 ton, atau kurang dari 1 persen, menurut penelitian yang dipublikasikan (12/2) di jurnal Science. Hal itu karena negara-negara maju memiliki sistem untuk menjerat dan mengumpulkan sampah plastik, ujar Jambeck.
Lebih lanjut sampah plastik yang terbuang bersama sampah-sampah lain akan terkurangi. Hal ini akan menjaga dan mengurangi kerusakan lingkungan yang lebih parah. Seperti diketahui setidaknya dibutuhkan waktu 500 hingga 1000 tahun agar plastik bisa terurai oleh tanah.
Padahal Indonesia termasuk negara dengan penggunaan plastik terbesar. Konsumsi bungkus plastik mencapai 9,8 miliar per tahun, menempati posisi nomor dua di dunia setelah Tiongkok. Urutan setelah Indonesia secara berturut-turut ditempati oleh Filipina, Vietnam, Sri Lanka. Thailand, Mesir, Malaysia, Nigeria, dan Bangladesh. Sementara itu Amerika Serikat menempati urutan ke-20 sekaligus menjadi satu-satunya negara terkaya dalam 20 besar negara pembuang sampah plastik terbesar ke laut.
Penerapan plastik berbayar
Fakta diatas sekiranya dibutuhkan kesadaran bersama untuk menjaga lingkungan. Mengingat akan hal tersebut, mulai 21 Februari pemerintah melaksanakan uji coba wajib bayar Rp 200 per kantong plastik di 22 kota seluruh Indonesia. Kantong plastik (tas kresek) yang biasanya diperoleh untuk membawa barang ketika berbelanja di minimarket, supermarket, dan hypermarket, kini tidak gratis lagi.
Pencanangannya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, uji coba akan berlaku sampai enam bulan tertanggal ditetapkan berbarengan dengan Hari Peduli Sampah Nasional. Kebijakan ini akan memiliki dampak yang sangat luas bagi lingkungan kita. Apalagi sejumlah kota menerapkan harga kantong plastik lebih tinggi, sehingga para konsumen akan merasa terbebani. Mereka dipaksa berinisiatif membawa tas belanja sendiri dari rumah. Sebut saja Balikpapan yang menetapkan Rp 1.500, Makassar Rp 4.500, dan DKI Jakarta Rp 5.000.
Penetapan harga yang tinggi ini, diharapkan bias mengurangi penggunaan kantong plastik oleh masyarakat. Bisa dibayangkan distribusi kantong plastik yang dipergunakan masyarakat konsumen. Jika setiap konsumen yang berbelanja mendapat satu kantong plastik, maka berapakah jumlah kantong plastik yang bakal menjadi sampah dalam sebulan? Bisa jutaan, bahkan mungkin miliaran kantong plastik bakal menjadi sampah tak terurai. Inilah esensi dari kebijakan penetapan harga kantong plastik tersebut.
Upaya untuk melindungi lingkungan dari serbuan sampah plastik tentunya membutuhkan dukungan aktif masyarakat. Jika menghapus tidak memungkinkan, maka setidaknya mulai timbul kesadaran untuk meminimalkan penggunaan kantong plastik. Masalahnya, menimbulkan kesadaran kepada masyarakat yang biasa digampangkan dan menggampangkan persoalan memang bukan hal mudah. Berikut sekiranya langkah-langkah yang bisa diupayakan untuk menumbuhkan kesadaran untuk meminimalkan penggunaan kantong plastik.
Pertama, perlu adanya menghadirkan pendidikan tentang lingkungan ini perlu diberikan sejak dini, baik di lingkup sekolah maupun keluarga. Anak-anak perlu tumbuh dengan mencintai lingkungannya. Kita sangat iri terhadap warga di negara-negara maju yang memiliki kesadaran ini sembari mereka tumbuh. Kita menyaksikan kota-kotanya, sungai-sungai, danau, dan laut yang benar-benar bersih. Mereka sadar betul lingkungan milik mereka, sehingga harus dijaga agar bisa dinikmati bersama.
Oleh karena itu, kita mesti menyokong pemerintah yang mencanangkan gerakan kantong plastik berbayar, kemarin. Tujuannya mengurangi (reduce) sampah plastik. Kita tahu reduce ialah salah satu program pengurangan produksi sampah, selain recycle (daur ulang) dan reuse (penggunaan kembali). Dengan gerakan kantong plastik berbayar, pemerintah memprediksi hingga 2018, sampah plastik menyusut sampai 20 persen. Penyusutan sampah plastik sebesar itu tergolong kecil. Di Washington DC, Amerika Serikat, dan Wales sampah plastik menyusut hingga 70 persen lebih dalam satu tahun penerapan gerakan kantong plastik berbayar.
Kedua, melihat realitas point yang pertama tersebut, pemerintah Indonesia perlu mengevaluasi harga kantong plastik yang saat ini cuma Rp200. Pemerintah juga perlu memperluas gerakan kantong plastik berbayar itu, tidak cuma di 23 kota seperti sekarang ini, tetapi di seluruh Indonesia, bukan hanya di minimarket, supermarket, atau hipermarket, melainkan juga di toko-toko dan pasar-pasar tradisional.
Akan tetapi, sebagai sebuah langkah awal, sebuah political will di bidang lingkungan hidup, gerakan kantong plastik berbayar amatlah bagus. Namun, kita tak menginginkan langkah mula membangun tanggung jawab terhadap lingkungan itu disalahartikan bahwa orang boleh terus merusak alam sepanjang ia sanggup membayar.
Ketiga, kita ini semestinya memaknai gerakan kantong plastik berbayar sebagai upaya membenamkan kesadaran pada diri kita untuk mengerem penggunaan kantong plastik kendati kita sanggup membelinya. Caranya antara lain membawa tas belanja sendiri ketika berbelanja. Kita hendak mengingatkan bahwa kesuksesan sebuah gerakan, sebuah kebijakan, pada akhirnya dinilai dari keberlanjutan, konsistensi, serta peningkatannya. Jangan sampai program kantong plastik berbayar berhenti pada gegap gempita seremonial belaka.
Melalui ketiga langkah upaya menumbuhkan kesadaran dalam meminimalkan penggunaan kantong plastik tersebut sangat dibutuhkan kesadaran penuh, pengawasan, dan ketegasan menjadi keniscayaan untuk mempertahankan dan meningkatkan irama gerakan yang bertujuan memuliakan lingkungan hidup itu.
Satu hal yang sekiranya perlu selalu kita ingat bersama bahwa Indonesia adalah  salah satu negara berpenduduk paling besar dengan wilayah sangat luas. Kita bisa menjadi negara yang memberi kontribusi terbesar terhadap kerusakan lingkungan bila kita mengabaikannya. Sebaliknya, kita bisa menjelma menjadi negara pemberi kontribusi terbesar terhadap pelestarian dan perbaikan lingkungan jika kita mengindahkannya. Gerakan kantong plastik berbayar menjadi langkah awal bagi Indonesia untuk menciptakan lompatan besar Indonesia bebas sampah 2020.

                                                                                                         ———— *** ————

Rate this article!
Tags: