Gerimis Iringi Jazz Gulung Ombak Banyuwangi

6-FOTO KAKI nan-5V5A9221Banyuwangi, Bhirawa
Luncuran gerimis tak menyurutkan Kua Etnika pimpinan komposer Djaduk Ferianto menghentak panggung jazz di pesisir pantai Boom. Berkolaborasi dengan puluhan musisi tradisional perkusi seni kuntulan, Djaduk seolah mendapat suntikan dari langit.
Alunan iramananya kian rancak dan kuat. Sebagai musisi pembuka konser, mungkin ada pesan tersirat dari aksi perdana Djaduk di atas panggung Banyuwangi Beach Jazz yang tahun ini mengambil tema: Gulung Ombak, Jazz Bersemarak.
Butiran air langit yang membasuh tubuh itu bukan penghalang untuk terus menikmati irama jazz yang menggetarkan jiwa. Usaha Djaduk rupanya ampuh meyakinkan penonton agar bertahan di posisinya. Dengan sorot tatapan ke timur, sebagian penonton tampak menikmati aksi panggung dengan membiarkan gerimis membasahi rambut dan baju yang membalut tubuh.
Tak sedikit pula penonton yang menyingkir mencari peneduh. “Saya sudah siap payung, jaga-jaga kalau hujan,” kata Imelda, seorang penikmat jazz yang malam itu beruntung membawa payung. Sambil berpayung ria di bawah rintik gerimis, Imelda berkukuh bertahan di kursinya.
Penampilan perdana nan maksimal Djaduk ini seolah menjawab pertanyaan yang meluncur sore hari sebelum jazz digelar. Kepada puluhan awak media, ia bakal menyuguhkan gaya bermusik yang beda dengan menonjolkan sisi etnik Banyuwangian.
Djaduk mengaku tak butuh waktu lama menyesuaikan ritme musik tradisional kuntulan. “Cukup satu hari langsung klik. Saya pernah berguru musik di sini. Jadi saya tahu kekuatan musik Banyuwangi, apalagi kuntulan yang sudah berkembang puluhan tahun lalu,” kata Djaduk.
Rintik gerimis berangsur reda setelah Djaduk beres mengawali aksi panggung. Sayangnya Tohpati yang mendapat kesempatan tampil kedua, minim interaksi dan terkesan dingin. Tohpati gagal melanjutkan semangat Djaduk yang tampil membara buat menggugah nyali penonton. Membawakan tujuh tembang, Tohpati praktis tampil kurang menggigit malam itu. Usai menyudahi tembang pamungkas ‘Mahabarata’, Tohpati mengakhiri konser dengan berkata: “Selamat malam Banyuwangi.”
Untungnya dua komedian, Lis Hartono alias Cak Lontong dan Akbar, membuat suasana mencair usai Tohpati unjuk gigi. Duo komedian ini sengaja diundang sebagai Master of Ceremony sekaligus membanyol. Disela-sela peralihan musisi, mereka saling serang melontarkan banyolan.
Adapun Tri Utami yang tampil bersama Kua Etnika, cukup menghibur hadirin. Enerjik. Kahitna pun menunjukkan bahwa kelompok ini belum mati. Tembang lawas nostalgia berhasil dikemas apik untuk membawa ke masa lalu era 1990an.
Itulah secuil aksi panggung Sabtu malam akhir pekan lalu, Banyuwangi kembali menggeber jazz pantai untuk kali kedua. Musisi legendaris macam Tri Utami, Tohpati, Djaduk Ferianto, Kahitna, dan musisi lokal turut ambil bagian. Mereka saling berkolaborasi dengan musik etnik khas Banyuwangi. Tema Gulung Ombak dipilih karena menyimbolkan kekayaan budaya pesisir Nusantara, Banyuwangi salah satunya.
Budaya pesisir mencerminkan kejujuran identitas, selaras dengan musik jazz itu sendiri. Dimana unsur keterbukaan, kejujuran berekspresi dan keberagaman kerap menjadi energi baru bagi musisi. Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, mengatakan gelaran ini sebagai jembatan menggali kearifan lokal lewat pendekatan musik. “Banyuwangi kaya adat kearifan lokal. Banyuwnagi beach jazz ini salah satu mediasi antara musik modern dengan etnik lokal,” kata Bupati Anas.
Selain menambah eksistensi musik khas Banyuwangi, Bupati Anas meyakini gelaran ini memacu geliat roda ekonomi masyarakat, khususnya industri ekonomi kreatif dan pariwisata even. Karena itu, dia merancang untuk lebih menggencarkan pariwisata even yang terbukti ampuh mendongkrak kesejahteraan masyarakat.
Ia pun mengusung para pebisnis nasional untuk ikut menikmati beach jazz tersebut. Kata Anas, menikmati musik sambil menjaring investor. “Musik dan pariwisata bisa menjadi alat menarik wisatawan sekaligus membangun daerah,” ia menambahkan.
Dimintai tanggapan, Yovie Widianto, pentolan Kahitna, meyakini bahwa Bupati Anas menyimpan kecintaan pada seni. Ia mencotohkan beragam even yang dikemas dalam Banyuwangi Festival ialah bukti darah seni dan pariwisata mengalir dalam tubuh Bupati Anas. “Kala tidak, mungkin jarang menggelar pertunjukkan. Tata kota juga bagus, masyarakatnya ramah, dan pembangunan terus dikebut,” kata Yovie. [nan]

Keterangan Foto: Gelaran Banywangi Beach Jazz Festival 2014, Sabtu (6/11), ditutup oleh penampilan Kahitna. Aksi panggung musik jazz diyakini bisa mendongkrak industri kreatif dan pariwisata even di Banyuwangi. [nan/bhirawa]

Tags: