Gizi Ganda Jadi Momok Balita

3-giziSurabaya, Bhirawa
Saat ini masalah gizi ganda (Gizi kurang dan gizi lebih, red) masih menjadi perhatian banyak pihak. Gizi ganda menjadikan kesehatan anak-anak menjadi kurang optimal.
Ahli Gizi Graha Amerta RSUD. Dr. Soetomo Eko Dwi Martini mengatakan, salah satu masalah kesehatan yang memprihatinkan di Indonesia saat ini adalah masalah gizi ganda, yaitu masalah kurang gizi dan kelebihan gizi dengan berbagai resiko penyakit yang ditimbulkan. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, jumlah penderita kurang gizi di kalangan anak balita mencapai 17,9 persen yang terdiri dari 4,9 persen gizi buruk, dan 13 persen gizi kurang.
Sementara prevalensi kegemukan pada anak balita secara Nasional berdasarkan indikator berat badan menurut tinggi badan mencapai 14 persen. Masalah gizi ganda terdapat di daerah pedesaan dan perkotaan.
Menurutnya, sampai saat ini Indonesia masih memiliki tantangan besar masalah gizi yang harus dicari solusinya. Karena masalah gizi kurang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.Ia menambahkan, gizi kurang sejak balita, akan berpengaruh pada kualitas Sumber Daya Manusia( SDM) secara luas.
Dikataknnya, balita menjadi objek paling rentan terserang gizi kurang. Bahkan gizi kurang pun tidak hanya melanda orang dari keluarga tidak mampu saja. Anak dari keluarga mampu secara ekonomi juga bisa terkena gizi kurang. Perubahan gaya hidup dan perkembangan jaman yang membuat orang tua semakin sibuk bekerja, menjadi salah satu penyebab munculnya gizi kurang pada anak. Kurangnya perhatian terhadap asupan nutrisi seringkali tidak disadari para orang tua yang bekerja. Hal ini yang harus diwaspadai pada masyarakat perkotaan khususnya.
Sementara kasus gizi lebih, menurut Eko, disebabkan karena saat ini masyarakat di kota besar seperti Surabaya sudah banyak yang terpapar makanan siap saji. Sejak usia dini sudah mengenal makanan yang tidak dipersiapkan oleh orang tuanya.
Kurang olahraga juga menjadi faktor pendukung terjadinya gizi lebih. Karena aktivitas anak saat ini lebih banyak ke otak daripada aktivitas fisik. Permainan game atau permainan lainnya yang memanfaatkan kemajuan teknologi lebih menjadi pilihan dibandingkan aktivitas fisik, seperti permainan tradisional Gobak Sodor, engklek, dan aktivitas fisik lainnya yang sesuai dengan usia anak. Menurut Eko, pihak sekolah juga harus ikut berperan menggalakkan aktivitas fisik lewat pelajaran olahraga. dna

Rate this article!
Tags: