Go-Jek; Solusi Mengatasi Macet

Lintang MustikaOleh:
Lintang Mustika
Mahasiswi Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang

“Go-jek”, kata itu pasti sudah tidak asing lagi bagi masyrakat Indonesia, khususnya warga Ibu kota dan beberapa kota-kota besar di Indonesia. Fenomena Go-jek menjadi daya tarik tersendiri bagi warga yang sudah jenuh dengan kemacetan panjang Ibu kota. Kehadiran Go-jek juga memberikan kebahagiaan untuk para drivernya.
Go-jek merupakan perusahaan transportasi negara yang melayani jasa angkutan manusia dan barang dengan sepeda motor. Selain itu juga, Go-jek sudah lebih canggih jika dibandingkan dengan tukang ojek pada umumnya. Untuk pengguna jasa Go-jek sudah bisa menjajalnya hanya dengan memesan melalui Smartphone yang dimiliki, tanpa harus pergi ke pangkalan ojek. Kelebihan lainnya dari Go-jek adalah, setiap Driver pasti memiliki JPS yang akan mereka gunakan untuk mengantar penumpang dengan jarak yang jauh. Dengan bantuan teknologi tersebut, kemungkinan untuk tersesat pun sangat jauh, bahkan bisa lebih cepat sampai ke tempat tujuan, karena sudah ada petunjuk jalan yang diarahkan oleh JPS.
Go-jek merupaka sebuah perusahaan yang didirikan  oleh Nadiem Makarim pada tahun 2010 di Jakarta, tetapi baru pada awal tahun ini meluncurkan aplikasi Mobile-nya. Go-jek telah tersebar di beberapa kota besar di Indonesia diantaranya Jabodetabek, Denpasar, Bandung, Bali dan Makassar. Setiap pengemudi Go-jek dibekali masing-masing satu smartphone oleh perusahaan. Selain dibekali Smartphone, pengemudi pun wajib menggunakan jaket hijau dan helm berstandar SNI dengan logo Go-jek sebagai pelindung dan brand perusahaan tersebut. Semua perlengkapan ini diberikan sejak awal seseorang resmi menjadi pengemudi Go-jek.
Keberadaan Go-jek dirasa telah mewarnai jalanan ibukota dengan identitas warna hijaunya. Selain memberikan manfaat dan berkah kepada para pengemudinya, Go-jek juga telah memberikan manfaat yang berarti bagi para penumpangnya. Bagi ia yang enggan menikmati macetnya jalanan ibukota, ia bisa memesan layanan Go-jek hanya dengan mengguakan Smartphonenya.  Perpaduan antara alat transportasi dan kecanggihan teknologi ini telah memberikan kenyamanan bagi para penggunanya. Tak perlu susah-susah lagi, hanya dengan mengunduh aplikasi gojek di Playstore, layanan jemput-antar sudah bisa dilakukan.
Selain kenyamanan yang diberikan, Go-jek juga menyediakan tarif yang murah dan jelas. Penggunaan tarif biaya adalah 4 ribu rupiah per kilometer. Jadi jelas, tak perlu lagi melakukan tawar-menawar yang alot. Dengan sistem Android, para pengemudi Go-jek pun tak perlu lagi menghabiskan waktu di pangkalan. di mana saja bisa dan selalu siap menjemput-antar pera pelanggannya.
Namun keberadaan Go-jek tidak serta-merta mulus tanpa masalah. Memang di satu sisi Go-jek telah memberikan berkah kepada para driver-nya. Akan tetapi, keberadaan Go-jek ini seolah memarjinalkan Tukang Ojek pangkalan. Bagaimana tidak? Kemunculan Go-jek dengan segala fasilitasnya telah membuat para pelanggan ojek pangkalan berpaling darinya dan lebih memilih menggunakan jasa layanan Go-jek. Hal ini lah yang akhirnya menimbulkan kecemburuan diantara banyak tukang ojek pangkalan hingga berujung tindak kekerasan.
Suka Duka Go-jek
Terhitung setelah fenomena Go-jek bermunculan, sedikitnya ada 3 orang pengemudi Go-jek yang dianiaya oleh tukang ojek pangkalan. Para tukang ojek pangkalan ini mengklaim bahwa Go-jek telah merebut seluruh pelanggannya. Hingga akhirnya mereka merasa kesal dan bertindak anarkis. Bukan tanpa alasan memang, karena seharian mereka menunggu pelanggannya di pangkalan, tetapi ternyata semua pelanggannya telah beralih kepada Go-jek yang dirasa lebih nyaman dan lebih murah.
Kedua jasa layanan transportasi ini seperti tokoh animasi dalam kartun Tom and Jerry, tak pernah akur. Oleh karena merasa iri pada salah satu yang mendapat banyak keuntungan. Lalu bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi ini? Tak bisakah para tukang ojek pangkalan ini bergabung dengan Go-jek hingga tak ada lagi kecemburuan diantara mereka? Faktor apa yang sebenarnya menghalangi mereka untuk bergabung dengan Go-jek?
Beragam faktor yang melatar belakangi ojek pangkalan enggan bergabung dengan Go-jek, diantaranya yaitu mereka tidak mau bekerja untuk orang lain. Sebab, Go-jek adalah sebuah layanan yang dari perusahaan resmi, maka tentu saja ada sistem bagi hasil. Misalnya pengemudi mendapat 100 ribu, maka 20 ribu untuk perusahaan dan 80 ribu untuk si pengemudi. Hal lain yang dirasa tidak logis pun dijadikan alasan yaitu mereka enggan memakai jaket berwarna hijau. Namun inilah kenyataannya, tukang ojek pangkalan sudah terlalu mencintai pekerjaannya di pangkalan sehingga mereka teguh pendirian untuk tidak bergabung dengan Go-jek.
Sebenarnya kehadiran Go-jek bukanlah untuk merebut atau berkompetisi dalam hal menarik pelanggan. Go-jek hadir dengan segala fasilitas untuk mengembangkan sarana transportasi ojek agar lebih aman dan nyaman. Selain dilengkapi dengan beberapa atribut, perusahaan Go-jek juga memberikan santunan kecelakaan dan asuransi keselamatan kepada para pengemudinya. Bukankah ini suatu bukti kepedulian pemerintah terhadap para pengemudi Go-jek?
Sudah seharusnya bangsa ini berdamai dalam segala hal. termasuk dalam hal transportasi. Jika para ojek pangkalan enggan bergabung dengan perusahaan Go-jek, mereka tidak perlu sampai hati membenci apalagi bertindak anarkis terhadap pengemudi Go-jek. Jika pun mereka tidak mau bergabung dengan Go-jek, maka paling tidak bersahabat. Sebab, sejatinya rezeki telah ada yang mengatur tanpa kekeliruan. Jadi, sudah seharusnya pihak-pihak yang terkait memahami tentang hal ini.

                                                                                                            ————– *** —————-

Rate this article!
Tags: