Gonjang-Ganjing Rujukan Online BPJS Kesehatan

Kohar Hari Santoso

(Kadinkes-Dirut Rumah Sakit se-Jatim Cari Solusi) 

Surabaya, Bhirawa
Pasca BPJS Kesehatan mengembangkan layanan rujukan daring masih belum seluruhnya masyarakat memahaminya. Bahkan, sempat terjadi gonjang-ganjing terkait adanya rujukan online tersebut, membuat seluruh Kepala Dinkes dan Direktur rumah sakit se-Jatim melakukan pertemuan dan berdiskusi untuk menemukan solusinya.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Jawa Timur dengan Kepala Dinkes dan Direktur Rumah Sakit se-Jatim melakukan pertemuan di Hotel kawasan Kedung Baruk, Surabaya, Kamis (13/9) kemarin. Dengan topik salah satunya yakni “Pelayanan Rujuk Online BPJS Kesehatan serta Perjanjian Kerjasama dengan BPJS Kesehatan”.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim, Dr dr Kohar Hari Santoso bahwa pertemuan dan diskusi ini dinilai penting dilakukan. Sebab, Dinkes Jatim juga telah mengumpulkan seluruh data dan masukan-masukan dari rumah sakit se-Jatim.
“Dengan pertemuan ini akan ada tambahan tabulasi. sehingga, menjadi bahan untuk diteruskan ke pusat akan gonjang-ganjingnya terkait dengan rujukan online. artinya, masyarakat menggunakan sistem rujukan online,” katanya kepada Bhirawa usai membuka acara.
Selain itu, lanjut dia, Per 25 Juli 2018, BPJS Kesehatan menerapkan implementasi Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik secara klinis perlu ditinjau ulang.
“Karena harus ada modifikasi agar supaya sesuai dengan kebutuhan dari penanganan pasien. Dan perlu dicermati juga tentang pemberlakuan pembatasan yang lain dari BPJS Kesehatan yang dirasa mengganggu pelayanan lainnya,” jelasnya.
Kohar mengharapkan dengan diskusi ini ada kesepahaman untuk menangani pasien BPJS tertangani dengan baik. “Harapan kami masyarakat mendapatkan pelayanan dengan baik. Karena kalau pihak rumah sakit tidak berkenan memberikan pelayanan karena adanya pembatasan sulit diterapkan maka menjadi susah,” terangnya.
Ia mengungkapkan, dari total 377 rumah sakit di Jatim, ada sekitar 25-30 persen belum melakukan akreditasi. Beberapa kendala utama yang dihadapi oleh rumah sakit saat melakukan proses akreditasi adalah masalah manajemen, sumber daya manusia (SDM), dan fasilitas yang dimiliki. Syarat ini merupakan jaminan kualitas pelayanan dan keamanan pasien di rumah sakit tersebut.
“Kami akan terus mendorong agar rumah sakit yang belum mengajukan akreditasi untuk segera menyelesaikan kewajibannya. Tujuannya cuma satu, semua itu untuk meningkatkan kualitas fasilitas dari pelayanan kesehatan itu sendiri. Yang diuntungkan rumah sakit sendiri kok,” papar Kohar.
Selain itu, lanjutnya, ada 966 Puskesmas, 2.230 pusat pembantu, 3.213 Ponkesdes, 3.900 Polindes. Dari seluruh total tersebut akses kesehatan di Jatim dinilai cukup. “Jadi, tidak ada satu desa pun di Jatim yang tidak ada fasilitas pelayanan kesehatan,” jelasnya. (geh)

Tags: