GP Ansor Tuban Kecam Kerusuhan di Aceh

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Tuban, Bhirawa
Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kabupaten Tuban menyesalkan aksi pembakaran gereja di Desa Sukamakmur, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil Aceh yang dilakukan sejumlah oknum warga setempat. Apapun alasan yang melatar belakangi, aksi main hakim sendiri terlebih dilakukan dengan cara kekerasan tidak bisa dibenarkan oleh hukum.
Akibat aksi tersebut, setidaknya dua buah gereja dibakar oleh massa. Selain rusaknya tempat ibadah, korban dari kedua belah pihak yang bertikai pun berjatuhan. Sejumlah orang mengalami luka-luka, dan terdapat korban jiwa akibat terkena tembakan.
“Kami sangat menyayangkan kejadian tersebut, yang pasti Islam bukan agama yang mengajarkan kekerasan. Islam adalah agama akhak. Islam agama yang diturunkan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam, sebagaimana tuntunan dalam AlQuran,” kata Ketua PC GP Ansor Kabupaten Tuban H Syafiq Syauqi Lc, Rabu  (14/10).
Aksi kekerasan ini menambah catatan aksi intoleransi, pelanggaran hak warga negara yang dijamin konstitusi yakni hak untuk menjalankan ibadah di negeri ini. Kekerasan ini juga menunjukkan masih terlalu banyak kebencian dan ketidakmampuan untuk hidup bersama dalam perbedaan.
“Oleh karena itu, kami meminta negara harus hadir, juga meminta aparat bertindak persuasif dan melakukan mediasi, mengedepankan prinsip-prinsip maslahah ‘ammah dan penegakan hukum yang tegas, adil, dengan tetap mengedepankan ahlakul karimah,” tambah menantu Bupati Tuban ini.
Agar aksi kekerasan tidak meluas, dia mengimbau kepada semua pihak, khususnya di Bumi Wali Tuban untuk menjaga diri, menjaga toleransi, dan tidak terpancing untuk melakukan kekerasan yang akan mengakibatkan perpecahan, kekacauan, kerusuhan, dan konflik horisontal yang merugikan masyarakat.
“Kami juga mengimbau kepada semua pihak untuk mengedepankan nilai keadilan dan kedamaian, agar bisa bersikap adil kepada orang lain dan tidak mementingkan kepetingan diri atau kelompoknya saja, mengedepankan dialog agar setiap konflik tidak berujung pada kekerasan,” pungkasnya.
Sementara itu Ketua PP Pemuda Muhammadiyah  Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan bentrok antar warga yang terjadi di Singkil  Aceh disebabkan tidak ada penegakan hukum yang tegas sejak awal. Penyebab kerusuhan disebabkan sebagian masyarakat menuntut supaya beberapa gereja di daerah itu dibongkar, sebab pendirian sejumlah gereja di sana menyalahi aturan.
Disebutkan pada 1979 ada perjanjian dari umat nasrani hanya membangun satu gereja dan empat undung-undung. Namun malah berkembang jumlahnya sehingga masyarakat setempat minta pemkab menertibkan gereja yang tidak berizin itu.
“Kalau waktu itu rumah ibadah yang tak berizin ditertibkan, maka bentrok massa seperti ini tak akan terjadi,” katanya di Jakarta.
Ketidaktegasan aparat penegak hukum, kepolisian, pemda setempat, terang Dahnil, merupakan penyebab terjadinya intoleransi dan bentrok massa ini. “Saya yakin kalau penegak hukum dan pemda sejak awal tegas terhadap rumah ibadah tak berizin, maka tindakan anarkis tak akan terjadi,” katanya.
Pencegahan, ujar dia, sejak awal tidak dilakukan. Maka inilah yang terjadi. “Sepengetahuan saya, warga Aceh itu mempunyai toleransi yang tinggi. Kalau sampai itu terjadi, ini semua karena tidak tegasnya aparat sejak awal,” katanya. [hud,ira]

Tags: