Groundbreaking Trem Surabaya Ditarget Awal 2015

 Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mendampingi Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan (kanan) untuk membahas kelanjutan proyek AMC berupa trem di Surabaya  di ruang pertemuan Stasiun Gubeng Surabaya,Minggu (23/11).


Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mendampingi Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan (kanan) untuk membahas kelanjutan proyek AMC berupa trem di Surabaya di ruang pertemuan Stasiun Gubeng Surabaya,Minggu (23/11).

Pemkot Surabaya, Bhirawa
Groundbreaking proyek transportasi Angkutan Massal Cepat (AMC) berupa trem  di Kota Surabaya ditargetkan bisa dilakukan awal 2015. Jika tak ada kendala berarti, dia memprediksi, dalam dua atau tiga tahun ke depan warga Surabaya bisa memanfaatkan trem sebagai alternatif transportasi.
“Dengan perencanaan yang matang semestinya groundbreaking trem sudah bisa dilaksanakan awal 2015,” kata Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan saat melakukan pertemuan dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Stasiun Gubeng Surabaya, Minggu (23/11).
Dalam pertemuan tersebut, Wali Kota surabaya Tri Rismaharini hadir didampingi sejumlah kepala dinas. Sementara para petinggi Kemenhub dan Dirut PT KAI tampak menyertai Menhub Ignasius Jonan. Tri Rismaharin dan Ignasius Jonan membicarakan beberapa hal termasuk pembangunan akses dari dan ke Bandara Juanda. Namun, fokus pembahasan lebih kepada kelanjutan rencana pembangunan proyek trem di Surabaya.
Jonan mengatakan dengan alokasi anggaran yang ada di Kemenhub, pihaknya akan melakukan reaktivasi jalur-jalur trem yang sebelumnya pernah eksis. Tahun ini, anggaran yang tersedia sekitar Rp 200 miliar. Menurut Ignasius, alokasi anggaran akan berlanjut pada tahun berikutnya.
Kemenhub dan Pemkot Surabaya juga sepakat bahwa operasional trem akan dihandle oleh PT KAI. Sedangkan pemkot bakal menyiapkan subsidi kalau harga tiket nantinya dipandang terlalu tinggi.  “Dengan demikian, warga bisa menikmati trem dengan harga yang terjangkau. Untuk perkiraan harga tiket masih akan dibahas lebih detil,” kata mantan Dirut PT KAI ini.
Disinggung soal monorel, menteri alumnus Unair ini mengatakan bahwa pelaksanaan pembangunan trem dan monorel hendaknya tidak dilakukan bersamaan karena jika dibangun bersamaan, keruwetan di ruas jalan kemungkinan akan terjadi lantaran beban hambatan yang disebabkan pembangunan trem dan monorel akan bersinggungan dengan volume kendaraan.
Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berpendapat trem harus dikerjakan lebih dahulu. “Tapi selebihnya terkait monorel kami serahkan kepada Ibu wali kota enaknya bagaimana,” katanya.
Sementara itu Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menegaskan kebutuhan akan AMC sudah bersifat urgen dan tidak bisa ditunda lagi. Semakin lama volume kendaraan pribadi semakin meningkat. Hal itu otomatis menambah beban jalan yang kian padat.
Oleh karenanya, sudah menjadi kewajiban pemerintah menyediakan alternatif sarana transportasi yang berkualitas.
Risma optimistis keberadaan trem tidak akan menambah parah kemacetan. Sebaliknya, dia berharap warga mau beralih dari kendaraan pribadi. Asumsinya, di samping menghindari kemacetan, kesadaran publik memanfaatkan transportasi umum juga erat kaitannya dengan kampanye ramah lingkungan.
Pengeluaran bahan bakar minyak bisa ditekan plus udara lebih bersih karena jumlah kendaraan pribadi yang melintas di jalan berkurang. “Trem itu lebarnya setara mobil minibus. Jadi tidak selebar gerbong kereta api. Dengan begitu, saya rasa tidak akan terlalu memakan banyak ruang,” katanya.
Sementara itu saat meninjau Teluk Lamong di Kota Surabaya, Menhub Ignasius Jonan mengatakan operasional Terminal Teluk Lamong di Kota Surabaya masih menunggu revisi Peraturan Presiden.
“Ada beberapa hal, salah satunya peraturan presiden yang perlu direvisi supaya izinnya bisa permanen,” katanya.
Menurut dia, pihaknya sudah mengeluarkan izin sementara atau uji coba Terminal Teluk Lamong yang menempati luas lahan 40 hektare dari total 380 hektare lahan yang dimiliki PT Pelindo III (persero).
Saat ditanya kapan kepastian izin operasional itu turun, Menhub mengatakan sampai dipenuhi semua peraturan dari izin operasional. “Yang penting ini jalan dulu. Kesiapannya di sini sudah bagus, lebih modern daripada yang lama,” ujarnya.
Adapun mengenai pengembangan pelabuhan, Menhub mengatakan Indonesia merupakan negara kepulauan. “Jadi yang harus bangun banyak sekali pelabuhan,” katanya.
Menurut dia, pelabuhan yang sifatnya komersial sebaiknya dibangun oleh uang non APBN. “Pemerintah mendukung jika ada pelabuhan di Jawa dan Indonesia bagian barat yang dibangun uang non APBN terserah mau Pelindo maupun swasta,” katanya.

Rambu Standar MEA
Sementara itu persiapan jelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 terus dikebut. Semua sarana dan prasarana mulai disiapkan seperti bidang transportasi. Salah satunya pemasangan rambu-rambu baru standar MEA 2015 juga sudah mulai di pasang di jalan-jalan utama di Jatim.
Rambu lalu lintas (lalin) baru ini diberi kode AH atau singkatan dari Asean Highway. Semua negara-negara yang tergabung dalam Asean telah sepakat menggunakan rambu yang sama dengan kode AH, untuk jalan-jalan utama menuju lokasi tertentu seperti di jalan nasional.
“Kode baru ini tujuannya untuk membimbing tamu atau orang dari luar negeri ke tempat tujuannya. Seperti orang luar negeri yang ingin pergi ke Bali lewat jalur darat bisa melihat rambu yang ada kode AH,” kata Kasi Akreditasi Sarana dan Prasarana Bidang Lalu Lintas Dishub dan LLAJ Jatim Gatot Soebroto Amd, SE, PSMD,  Minggu (23/11).
Menurut dia, pemasangan rambu baru ini merupakan tugas dan kewenangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Oleh karena itu, pihaknya tidak mengetahui betul berapa jumlah rambu yang sudah dipasang di jalan nasional di Jatim.
“Yang sudah saya lihat itu ada di Ngawi, Nganjuk dan Mojokerto. Selain di daerah itu, kemungkinan sudah di pasang tapi saya belum melihatnya. Untuk jalan nasional di Jatim yaitu pantura dan jalur tengah. Untuk Pulau Madura tidak ada jalan nasionalnya,” ungkapnya.
Dijelaskan Gatot, rambu baru standar Asean ini tidak banyak berbeda jauh dengan rambu-rambu yang ada. Mulai warna, font, dan bentuknya. Yang berbeda hanyalah ada tambahan kode AH plus angka disampingnya. Contohnya, jalur yang menuju Merak, Bakauheni dan Bandar Lampung menggunakan kode AH 21. Jadi, jika masyarakat yang ingin menuju tempat tersebut harus mengikuti kode AH 21. Jika sampai mengikuti kode di luar kode AH 21, dipastikan akan tersesat.
Untuk kode angka di samping AH, jelas Gatot, tiap kota dan negara berbeda. Untuk Indonesia, yang dipasang kode  tersebut hanya untuk wilayah Aceh hingga Bali. Bali ke timur seperti NTB, NTT, Sulawesi dan Papua tidak masuk prioritas pemasangan kode AH. Sayangnya, Gatot tidak mengetahui pasti berapa kode-kode yang terpasang di Sulawesi, Jawa dan Bali tersebut.
“Kemenhub kan tidak melapor ke kita, karena itu memang kewenangan Kemenhub, bukan kewenangan pemprov. Jadi saya tidak hafal kode-kode tersebut. Yang pasti, kode itu sudah kesepakatan bersama antara negara Asean,” paparnya.
Untuk jalan provinsi ?, Gatot mengatakan, yang dipasang kode AH hanya untuk jalan nasional. Sedangkan jalan provinsi dan kabupaten/kota tidak dipasang kode internasional tersebut. “Pemasangan kode tersebut akan dipasang di semua persimpangan di jalan nasional,” pungkasnya. [dre,geh,ma,iib]

Tags: