GTT-PTT Jatim Belum Kantongi SK Gubernur

Foto: ilustrasi

Sekolah Belum Bisa Gunakan BOS untuk Gaji
Dindik Jatim, Bhirawa
Keberadaan Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) menjadi cukup vital di sekolah. Terlebih ketika proyeksi guru dan tenaga kependidikan PNS yang akan pensiun terus bertambah. Sayang, keberadaan GTT-PTT di Jatim tak kunjung mengantongi SK Gubernur sebagai bentuk pengakuan mereka secara formal dari pemerintah.
Di Jatim, tenaga pendidik dan kependidikan non PNSĀ  itu ada sekitar 9.600 orang. Mereka telah dilimpahkan ke provinsi sejak awal tahun ini melalui pendataan yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota. Namun, Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim kembali mendata ulang keberadaan mereka hingga SK Gubernur tak kunjung diterima. Padahal, SK ini sejatinya bukan sekadar untuk pengakuan terhadap GTT-PTT. SK tersebut juga berfungsi sebagai dasar sekolah untuk menggaji guru melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Kepala SMAN 9 Surabaya M Sadeli mengatakan, belum ada GTT-PTT di manapun yang sudah mengantongi SK Gubernur saat ini. Karenanya, gaji GTT-PTT masih mengoptimalkan dana yang digali dari SPP. “Ada 12 GTT-PTT di sekolah. Mereka hanya memiliki SK dari Cabang Dindik Jatim,” tutur Sadeli, Rabu (2/8).
Karena BOS tidak dapat digunakan untuk menggaji guru, Sadeli memanfaatkan dana tersebut selain untuk operasional sekolah juga untuk pengadaan buku pelajaran. “Tidak hanya GTT-PTT, yang K-2 (Kategori-2) saja belum dapat SK,” tandasnya.
Hal senada disampaikan Kepala SMAN 22 Surabaya Karyanto. Di sekolahnya, ada enam GTT dan 17 PTT. Dalam setahun, kebutuhan untuk menggaji mereka bisa mencapai Rp650 juta. Dan sementara waktu gaji tersebut masih dibayar menggunakan SPP. “Nilainya memang cukup besar. Karena dari awal mereka sudah digaji sesuai UMK. Sekolah tidak mungkin menurunkan gaji, kalau bisa malah harusnya dinaikkan,” tutur Karyanto.
Karyanto mengakui, keberadaan GTT-PTT cukup vital lantaran jumlah guru PNS yang ada di sekolahnya terbatas. Bahkan setelah ada tambahan GTT, sejumlah guru mapel masih mengalami kekurangan. Seperti halnya guru Bimbingan Konseling (BK) yang idealnya ada lima sampai enam orang baru ada dua guru. Selain itu, kekurangan guru juga dialami mapel kesenian dan guru agama.
“Sesungguhnya meskipun bisa digaji dengan dana BOS pengaruhnya tidak terlalu besar. Karena dari segi akumulasi belanja pengeluarannya tetap sama. Sementara BOS tidak ada kenaikan,” tutur Karyanto. Menurutnya, menggaji dengan menggunakan dana BOS atau SPP tidak ada bedanya. Perbedaannya hanya menggeser-geser item belanja.
Kepala Cabang Dindik Surabaya Dr Sukaryantho menambahkan, untuk mengesahkan GTT-PTT harus menggunakan SK Gubernur. Sementara SK dari cabang dinas sifatnya hanya untuk mengesahkan jam mengajar guru dalam proses belajar mengajar. “Jadi kalau sekolah mengatur jam mengajar guru itu membutuhkan pengakuan dinas melalui SK PBM,” tandasnya.
Kepala Dindik Jatim Dr Saiful Rachman menegaskan, penerbitan SK Gubernur untuk GTT-PTT telah diproses dan akan terbit dalam waktu dekat. Namun, SK yang diterbitkan hanya diperuntukkan bagi GTT-PTT yang datanya telah tercantum sebelum pelimpahan SMA/SMk ke provinsi. “Kalau ada tambahan itu menjadi tanggung jawab sekolah,” terang dia.
Pihaknya mengaku, dana BOS hanya bisa digunakan untuk menggaji guru jika telah memiliki SK Gubernur. Namun, untuk menerbitkannya diperlukan proses. Sebab, saat ini merupakan masa transisi bagi provinsi yang selama ini tidak mengurusi beban semacam itu. “Kita sekarang harus mengurusi BOS, PPDB, RKAS rehab dan banyak sekali tentang sekolah. Dulu dipikirkan oleh 38 orang di kabupaten/kota. Sekarang beban itu dipikir satu orang, substansinya saya harus berpikir,” pungkas dia. [tam]

Tags: