GTT – PTT Tak Mau Gaji Turun, Apalagi Macet

Puluhan guru tidak tetap yang tergabung dalam FHK2I Surabaya wadul ke Dindik Surabaya terkait kejelasan nasib mereka pasca pelimpahan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi, Selasa (11/10). [adit hananta utama]

Puluhan guru tidak tetap yang tergabung dalam FHK2I Surabaya wadul ke Dindik Surabaya terkait kejelasan nasib mereka pasca pelimpahan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi, Selasa (11/10). [adit hananta utama]

Guru Siap-siap Unjuk Rasa, Sekolah Tarik SPP
Surabaya, Bhirawa
Bantuan operasional pendidikan daerah (Bopda) Surabaya untuk SMA/SMK tak kunjung ada kepastian. Padahal, Selasa (1/11) hari ini para Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) sudah harus mulai menerima gaji. Jika gaji tak kunjung turun, mereka berjanji akan mengerahkan massa untuk menuntut hak mereka.
Ketua Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK2I) Surabaya Eko Mardiono mengatakan selama proses transisi diberlakukan, pihaknya menginginkan posisi honorer tetap diuntungkan. Salah satunya tetap memperoleh gaji sesuai UMK dan tidak ada pengurangan. “Kalau tidak ada kejelasan, kami akan demo ke gubernuran,” katanya saat dikonfirmasi, Senin (31/10).
Dia mengungkapkan, honorer di Provinsi Jawa Barat (Jabar) sudah melakukan aksi unjuk rasa kemarin. Mereka menuntut upah layak. Tidak tertutup kemungkinan aksi tersebut akan ditiru oleh honorer di Jatim. “Pokoknya kita lihat perkembangan, kalau provinsi tidak bisa berbuat apa-apa, kita demo,” ujarnya.
Eko mengaku, hingga kemarin belum ada tanda-tanda apakah GTT-PTT SMA/SMK dibayar atau tidak. Bila dirinya sudah menerima bukti dan ada pengurangan besaran gaji, tenaga honorer akan bergerak menuntut perbaikan. “Kita lihat besok (hari ini, red). Hari ini (kemarin) belum ada buktinya,” tuturnya.
Disinggung apakah sekolah akan menalangi? Eko meragukan hal tersebut. Sebab, Bopda untuk SMA/SMK sendiri belum jelas kapan dicairkan. “Apa mampu sekolah menggaji dulu?”. Dia melanjutkan, GTT-PTT di Surabaya bisa mendapat gaji sesuai UMK sebesar Rp 3,1 juta karena adanya Bopda. Bila tidak cair, nasib honorer bakal tidak jelas.
Meskipun demikian, pihaknya punya iktikad baik terhadap semua pihak. Terutama dalam mencari solusi terbaik dalam penggajian GTT-PTT. “Jika penghasilan turun, apa cukup untuk hidup di kota. Kalau ada solusi terbaik, masih ada pembicaraan, kita tetap mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan,” ungkapnya.
Dia pun juga mendesak kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk mengeluarkan aturan supaya Bopda dapat dicairkan. “Yang bikin aturan kan Mendagri juga, saya tahu wali kota tidak mau melanggar aturan. Kalau mau mengeluarkan uang juga perlu ada aturan tegas agar tidak salah,” tandasnya.
Ketidakpastian terkait pencairan Bopda ini tak urung membuat kepala sekolah harus memutar otak. Mereka mulai menyiapkan berbagai opsi untuk mengatasi tidak adanya aliran Bopda dari Pemkot Surabaya. Salah satunya dengan menarik SPP pada wali murid.
Seperti diakui Kepala SMKN 2 Surabaya Djoko Pratmodjo. Pihaknya berencana akan menarik SPP antara Rp 200.000 hingga Rp 250.000 untuk menutup biaya operasional sekolahnya. Termasuk honor untuk GTT dan PTT.
“Minggu ini kami akan rapatkan dengan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) dulu, bagaimana menggaji GTT/PTT tetap sama seperti yang diberikan pemkot. Kemungkinan kami pakai dana sisa sekolah dulu,” jelasnya.
Di sekolahnya, ia memiliki 150 GTT dan PTT, belum ditambah biaya operasional listrik, air, telepon dan internet. Sehingga menurutnya jika sampai akhir November belum ada keputusan Mendagri untuk pencairan Bopda. Pihaknya harus menarik SPP pada wali murid. “Tapi kami juga harus menunggu lagi untuk peraturan gubernurnya. Kalau asal narik SPP bisa dibilang pungli (pungutan liar) nanti,” terangnya.
Sementara itu, anggota Komisi D DPRD Surabaya Reni Astuti mengaku, pihaknya telah mendorong agar Bopda triwulan IV sudah ada kejelasan sebelum masuk 1 November. Sebab, dana BOPDA ditunggu sekolah untuk pembiayaan operasional terutama untuk penggajian GTT-PTT. Namun, hingga kini pemkot masih menunggu jawaban tertulis dari Kemendagri atas kewenangan di masa transisi ini.
“Sebenarnya dalam Permendagri 52 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2016 sudah secara gamblang tentang penganggaran urusan pendidikan menengah pada masa transisi pengalihan kewenangan dari kota ke provinsi,” pungkas Reni. [tam]

Tags: