Gubernur Apresiasi Peran Relawan Tanggap Bencana

Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Jatim, Yanuar Rachmadi (kiri) mendampingi Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawangsa melihat peralatan yang dimiliki BPBD Jatim, Selasa (5/3). [Trie Diana]

TRC BPBD Jatim Sigap Tangani Bencana di Trenggalek dan Bojonegoro
Surabaya, Bhirawa
Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa mengunjungi kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim, Selasa (5/3). Selain melihat kesiapan peralatan maupun tim tanggap bencana, Gubernur mengapresiasi peranan relawan tanggap bencana yang dimiliki BPBD Jatim.
“Saya ingin memberikan apresiasi terhadap relawan tanggap bencana (BPBD Jatim, red). Mereka luar biasa, ketika terjadi bencana alam dan bencana sosial, maka teman-teman relawan menjadi front liner (garis depan) kita untuk bisa secara lebih detail dan lebih komprehensif dalam menangani bencana,” kata Gubernur Jatim usai memberikan pemaparan di kantor BPBD Jatim.
Khofifah menjelaskan, dalam penanganan bencana, peran pemerintah ada digarda depan, tengah dan di belakang. Dalam tiga lini ini, BPBD harus tampil. Pemetaan titik-titik wilayah atau indeks risiko bencana di Jatim, menurut Khofifah, BPBD harus benar-benar mencatat detailnya. Seperti di Bojonegoro yang rawan banjir karena berkaitan dengan sungai Bengawan Solo.
Terhadap titik-titik risiko bencana, Khofifah mengaku, relatif terdeteksi. Oleh karenanya pihaknya meminta BPBD Provinsi, BPBD Kabupaten/Kota dan teman-teman relawan untuk bisa melakukan langkah-langkah solutif strategis. Langkah-langkah itu, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Di Jatim, sambung Khofifah, indeks risiko bencana yang tertinggi, kesatu adalah banjir, kedua kebakaran hutan dan ketiga adalah angin puting beliung. Menurutnya, dalam menangani bencana tersebut harus mempunyai dan membutuhkan skill atau kemampuan yang sangat berbeda.
“Memang ada sesuatu yang sangat ekstrem dan membutuhkan skill yang sangat berbeda. Misalnya skill ketika menangani kebakaran hutan. Serta bagaimana memberikan layanan ketika banjir. Itulah yang menjadi hal penting bagi para relawan dan tim dari BPBD Jatim,” jelas Khofifah.
Pada kunjungan di kantor BPBD Jatim, Khofifah juga mengecek peralatan yang dibutuhkan untuk evakuasi saat tanggap darurat. Bahkan saat melihat Pusdalops, pihaknya mengaku banyak hal yang mungkin harus di upgrade (meningkatkan) secara teknologi. Memang, diakuinya, dulu sering koordinasi dengan BNPB, karena memang kecanggihan Pusdalop ini luar biasa.
Khofifah menambahkan, peranan rekontruksi sangat penting juga dalam penanganan bencana. Dan Pemerintah harus hadir di depan. Karena saat evakuasi membutuhkan penanganan spesifik, seperti kesiapan ambulans, tanduh, dokter, dan layanan-layanan kesehatan. Pada saat tanggap darurat, SOP nya 14 hari. Dalam waktu ini harus ada solusi-solusi efektif apa yang bisa diberikan kepada masyarakat.
“Ketika Pemprov Jatim mengambil posisi ‘CETTAR’. Pada poisis ini bagaiaman kita memberi kecepatan dalam pelayanan, responsif dan solusi. Solusi ini tidak berjangka pendek, ada yang jangka panjang. Percepatan merespon akan banyak terbantu apabila bersama dengan relawan melakukan assessmen,” pungkasnya.

Bencana Trenggalek dan Bojonegoro
Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim tanggap menanggani bencana longsor di Desa Nglinggis, Kecamatan Tugu, Trenggalek pada Senin (4/3) sekitar pukul 20.30. Begitu juga banjir bandang yang terjadi di Desa/Kecamatan Gondang, Bojonegoro mendapat penanganan langsung oleh TRC BPBD Jatim.
“Alhamdulillah, teman-teman BPBD Kabupaten/Kota sudah siap siaga. Dibantu dengan TRC kami yang cepat dan tanggap menanggulangi bencana longsor di Trenggalek-Ponorogo dan banjir bandang di Bojonegoro,” kata Kepala BPBD Jatim, Suban Wahyudiono, Selasa (5/3).
Suban menjelaskan, ada beberapa angin puting beliung yang terjadi di wilayah Jatim. Tetapi tidak ada korban, hanya pohon tumbang. Begitu Pusdalop menginformasikan, sambung Suban, Tim TRC BPBD Jatim bergerak cepat dan langsung berangkat. Selanjutnya melakukan perbantuan di daerah yang terkena bencana.
“Tim (TRC, red) sudah membantu di Bojonegoro dan Trenggalek-Ponorogo. Untuk yang di Jember, tim hanya melakukan assessment (identifikasi dan analisa) saja. Intinya Tim TRC kami siap siaga dan selalu berkomunikasi dengan BPBD di Kabupaten/Kota,” ucapnya.
Ditanya terkait penempatan Early Warning System (EWS) atau sistem peringatan dini terjadinya bencana alam. Suban mengaku EWS yang dimiliki BPBD Jatim sangat dibutuhkan di seluruh wilayah Jatim. Sampai saat ini, sambung Suban, sudah ada 78 EWS yang dipasang di Jatim.
“Sebetulnya Early Warning System itu kebutuhannya banyak. Tapi itu memang mahal. Contohnya di Banyuwangi ada 46 Desa, tapi kita hanya bisa pasang tujuah alat (EWS),” jelasnya.
Kedepan, Suban mengaku akan meminta anggaran untuk pengadaan EWS. Terkait berapa banyak EWS yang dibutuhkan di Jatim, pihaknya menegaskan bahwa EWS di Jatim memang harus dicukupi sebanyak mungkin.
“Sekarang di Jatim saja ada 156 Desa yang potensi bencana. Intinya EWS nya harus kita cukupi. Memang ada bantuan 16 EWS dari BMKG, tapi itu sudah usang,” tegasnya. [bed]

Tags: