Gubernur Berharap Tarif Baru Suramadu Berlaku Pertengahan Februari

Jembatan Suramadu

Jembatan Suramadu

Pemprov, Bhirawa
Setelah mendapat kepastian akan turunya tarif Jembatan Suramadu sebesar 50 persen dari Presiden RI Joko Widodo, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo berharap kebijakan ini bisa segera diberlakukan. Sebab turunnya tarif ini akan memberikan keringanan warga yang akan melintas Jembatan Suramadu.
“Setelah ini saya akan segera bertemu dengan Menteri PU agar keputusan penurunan tarif Suramadu bisa segera diberlakukan. Saya berharap pertengahan bulan ini atau paling lambat 1 Maret penurunan tarif  50 persen ini bisa diberlakukan,” kata Gubernur Soekarwo ditemui di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Kamis (4/2).
Menurut dia, landasan hukum untuk penurunan tarif Suramadu itu adalah dengan mengubah Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura (BPWS). Jika Perpres ini bisa segera diubah dan ditandatangani presiden, penurunan tarif Suramadu akan cepat bisa terealisasi.
Seperti yang diberitakan kemarin, usulan Gubernur Soekarwo yang ingin membebaskan tarif tol Jembatan Suramadu kandas. Sebab Presiden RI Joko Widodo dalam rapat terbatas dengan Gubernur hanya menyetujui dan menetapkan tarif Jembatan Suramadu turun 50 persen saja.
Dalam rapat terbatas yang dihadiri Gubernur Jatim, Menteri Kabinet Kerja dan Wali Kota Surabaya Terpilih Tri Rismaharini di Istana Negara Jakarta, Rabu (3/2), itu menghasilkan dua hal yang telah disetujui Presiden. Yakni, untuk kendaraan angkutan yang melintasi Jembatan Suramadu diturunkan lebih kecil atau sama dengan 50 persen dari harga saat ini.
Tarif tersebut berlaku baik dari Surabaya ke Madura dan sebaliknya dari Madura ke Surabaya. Selama ini, untuk kendaraan roda dua sudah digratiskan. Sementara untuk tarif kendaraan yang melintas di Jembatan Suramadu untuk truk berat sebesar Rp 90 ribu, truk sedang Rp 60 ribu dan roda empat jenis sedan Rp 30 ribu.
Selain itu sekitar 600 hektare tanah masyarakat di sekitar kaki Jembatan Suramadu sisi Surabaya akan dipermudah kepengurusan status tanah yang ditinggali selama ini.
Pakde Karwo, sapaan lekat Gubernur Soekarwo menceritakan, sebenarnya usulan untuk menggratiskan Jembatan Suramadu mendapat dukungan dari Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Namun karena ada beberapa pertimbangan akhirnya tidak bisa dibebaskan 100 persen hanya bisa 50 persen.
Pertimbangan itu yakni, ada beban pemeliharaan yang harus ditanggung dan utang sebesar 168 juta dollar AS kepada Tiongkok masih belum lunas. “Harapan saya utangnya agar bisa dilunasi pemerintah tapi tidak bisa. Saya kalah suara saat rapat tersebut. Dalam rapat itu ada yang berpendapat jangan dibebaskan dulu semuanya, karena masih ada beban utang dan pemeliharaan jembatan,” ungkapnya.
Khusus perawatan ini, Pakde Karwo berharap agar anggarannya ditambah dari Rp 9 miliar menjadi Rp 50 miliar. “Anggaran pemeliharaan terlalu kecil, saya minta bisa  ditambah. Suramadu ini membutuhkan pemeliharaan ekstra,” tandasnya.

Pencabutan Perpres
Sementara itu terkait pelimpahan kewenangan 600 hektare wilayah kaki Suramadu dari Badan Pengembangan Wilayah j Surabaya- Madura(BPWS) kepada Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim oleh Presiden Jokowi ditanggapi dingin masyarakat.
Sejumlah warga yang berdomisili di area terdampak Suramadu meminta kebijakan tersebut tidak hanya janji semata tetapi juga ditegaskan dengan pencabutan Perpres No 27 Tahun 2008 tentang Pembentukan BPWS yang di dalamnya terdapat kewenangan BPWS untuk melaksanakan pembangunan dan mengelola wilayah kaki Jembatan Suramadu, terdiri dari 600 hektare di sisi Surabaya dan 600 hektare di sisi Madura.
Bambang, salah seorang warga Pogot mengakui 600 hektare wilayah pengembangan Suramadu mencakup wilayah kelurahannya. Sejauh ini, lanjut Bambang, warga pemilik lahan di wilayah pengembangan Suramadu terhambat dalam menaikkan status tanahnya  ke sertifikat kepemilikan.
“Kalau sekadar jual beli masih bisa, dan balik nama letter C dan petok D masih dapat dilakukan. Tapi untuk menaikkan status ke sertifikat tidak bisa karena wilayah ini merupakan wilayah pengembangan Suramadu,” ujar Bambang.
Jika pemerintah mengembalikan kewenangan wilayah ini kepada daerah, khususnya Pemkot Surabaya, lanjut Bambang, maka perlu ditegaskan dikembalikan seperti apa statusnya. “Apakah kembali sebagai lahan kepemilikan seperti dahulu ataukah dikelola oleh Pemkot dan Pemprov,” ujar Bambang.
Bambang sendiri berharap wilayah kaki Suramadu dikembalikan dalam status seperti sebelum ada BPWS, sehingga masyarakat bisa menaikkan status kepemilikannya ke sertifikat. “Jadi lebih baik cabut dahulu Perpres soal BPWS dan segera sosialisasikan,’ terangnya. [iib,gat]

Tags: