Gubernur Bolehkan Warga Jatim Demo Bela Islam Jilid III

Massa aksi 2 Desember nanti diperkirakan terkonsentrasi di Jalan Thamrin hingga Sudirman Jakarta.  Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF)  dan MUI menegaskan massa tidak ada rencana bergerak ke Istana dan Gedung DPR.

Massa aksi 2 Desember nanti diperkirakan terkonsentrasi di Jalan Thamrin hingga Sudirman Jakarta. Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) dan MUI menegaskan massa tidak ada rencana bergerak ke Istana dan Gedung DPR.

Angkut Massa Aksi 2 Desember ke Jakarta, Polres Tuban Ancam Cabut Surat Izin Jalan
Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo membolehkan warga Jatim yang ingin ikut menggelar aski Bela Islam Jilid III pada 2 Desember di Jakarta. Alasannya, dirinya tidak bisa melarang masyarakat Jatim untuk tidak demo, karena hal itu sudah dijamin konstitusi.
“Kami tidak bisa melarang warga demo. Itu hak mereka dan telah dijamin konsitusi. Sama seperti demo 4 November lalu, saya tidak bisa melarang masyarakat Jatim untuk jangan demo,” kata Gubernur Soekarwo  usai pengukuhan pengurus Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Cabang Jatim, di Graha Wicakasana Praja Kantor Gubernur Jatim, Rabu (23/11).
Meski membolehkan demo, Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Soekarwo, mengingatkan hak dan kewajiban demonstrasi. Menurutnya, kewajiban itu berbanding lurus dengan hak. Kewajiban itu yakni tertib jangan melakukan aksi dengan menutup jalan. “Kalau menutup jalan, itu mengganggu ketertiban umum. Itu yang tidak boleh,” katanya.
Mengenai tudingan adanya makar terkait aksi 2 Desember nanti, menurut Pakde Karwo, itu urusan kepolisian dan TNI untuk menanganinya. “Kalau soal tudingan makar itu bukan otoritas saya untuk mengomentarinya. Itu sudah ranah kepolisian, TNI dan intelijen,” tuturnya.
Perlu diketahui, pada demonstrasi 4 November lalu diperkirakan sebanyak 2.000 warga Jatim ikut demo Bela Islam II di Jakarta. Diperkirakan pada demo 2 Desember nanti jumlah yang ikut demonstrasi ke Jakarta juga cukup banyak. Sebab ormas  Jatim yang ingin demo nanti akan lebih terkoordinir.
Terpisah, Sekretaris Gabungan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jatim Ustadz Muhammad Yunus mengatakan, pihaknya akan mengadakan Tabligh Akbar dan Silaturahim Umat menuju aksi Bela Islam III 2 Desember di Masjid Al Falah Surabaya pada Minggu, 27 November 2016. “Dalam tabligh akbar nanti ada tokoh-tokoh nasional yang datang. Seperti Ustadz Bachtiar Nasir, Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori, Habib Achmad Zein Alkaf dan lainnya,” ungkapnya.
Sebelumnya, Wakil Gubernur Jatim Drs H Saifullah Yusuf telah mengimbau kepada umat Islam, khususnya Jatim untuk tidak melakukan salat Jumat di jalan. Apapun tujuannya, mudharat dari kegiatan tersebut lebih besar dibandingkan dengan manfaatnya.
Jajaran Kepolisian Resor (Polres) Tuban mengimbau kepada seluruh masyarakat di wilayahnya untuk tidak terlibat dalam aksi demonstrasi 2 Desember mendatang. Tak ubahnya dengan aksi 4 November lalu, unjuk rasa lanjutan tersebut dinilai banyak kepentingan yang tidak memihak kemaslahatan publik.
“Aksi 2 Desember bukan perkara wajib, jadi ketika sudah ada yang mewakili lainnya tidak harus ikut memadati ibukota,” tegas Kapolres Tuban AKBP Fadly Samad (23/11).
Pria kelahiran Makassar tersebut berpesan supaya masyarakat lebih cerdas memahami esensi setiap gerakan. Jangan sampai derasnya isu yang dilontarkan di media sosial oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, menjadikan persatuan Indonesia terpecah belah.
Untuk mengantisipasi, mulai pekan ketiga November 2016, Polres bersama Kodim 0811, dan Dishub telah berkoordinasi mengamankan aksi 2 Desember di wilayahnya. Pertama pihaknya mengimbau siapapun yang memiliki kendaraan umum, baik truk maupun bus dilarang mengangkut massa aksi.
Apabila masih nekat, terpaksa surat izin jalan akan diajukan ke Dishub supaya dicabut. Tindakan tegas ini diambil karena sesuai instruksi Kapolri Jenderal Tito Karnavian, upaya ini dinilai rawan mengganggu ketertiban umum. “Kami sudah mengimbau setiap sopir kendaraan untuk tidak mengangkut massa aksi 2 Desember mendatang,” tambahnya.
Diketahui, Kapolri Jenderal Tito Karnavian melempar pernyataan ada agenda makar dalam rencana demonstrasi lanjutan yang digelar 2 Desember mendatang. Tito melarang aksi 2 Desember itu agar ketertiban umum tidak terganggu.
Padahal Pembina GNPF MUI Muhammad Rizieq Shihab menegaskan bahwa tujuan aksi 2 Desember mendatang tetap menuntut agar tersangka kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ditahan. Ia juga menegaskan aksi 2 Desember sama sekali tidak membawa agenda untuk melanggar undang-undang.
Rizieq menjelaskan aksi 2 Desember dilindungi oleh UU No 9 Tahun 1998 yang menyatakan barang siapapun orangnya di negara tidak boleh melarang suatu unjuk rasa yang dijamin oleh UU. Sekalipun kata dia, apabila yang melarang unjuk rasa adalah Kapolri dan Presiden RI, hal tersebut tentu saja tidak dibenarkan oleh UU.
“Tujuan sama aksi bela Islam pertama tahan Ahok, aksi bela Islam kedua tahan Ahok, aksi bela Islam ketiga tahan Ahok, kenapa? karena Ahok menistakan agama,” tegasnya di Bareskrim Polri Jakarta Pusat, Rabu (23/11).
Sehingga kata dia bahwa unjuk rasa tersebut sama sekali tidak ada tujuan untuk melanggar UU. Oleh karena itu dia meminta supaya jajaran Polri agar menghargai konstitusi.

Adu Domba Umat
Sementara itu pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang melempar isu akan adanya makar pada aksi 2 Desember atau 212 dinilai sebagai tekanan kepada umat Islam untuk menghentikan tuntutan keadilannya.
Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya mengatakan konsolidasi yang dilakukan Tito kepada banyak komponen umat Islam dimaknai sebagai upaya mereduksi agenda 212 atau memecah kekuatan umat Islam. “Atau targetnya menggagalkan rencana aksi 212,” ujarnya, Rabu (23/11).
Menurut dia, langkah-langkah Kapolri tidak menjawab persoalan substansial yang dituntut umat Islam. Langkah Tito justru bisa dimaknai sebagai operasi adu domba antar umat Islam. Dia mengatakan seharusnya Kapolri memastikan rasa keadilan yang dituntut umat Islam itu terealisir bukan malah sebaliknya membuat konfrontasi secara terbuka.
Hal tersebut di antaranya menebar opini makar, melarang rencana aksi 212, berusaha membatasi gerak umat Islam dari luar Jakarta untuk gabung dalam aksi 212, bahkan mendatangi simpul-simpul umat yang efeknya kontraproduktif.
Harits menyebut umat Islam fokus menuntut keadilan sehingga akan datang dari berbagai penjuru daerah NKRI. “Mereka hendak hadir di aksi 212 bukan karena soal Ahok harus gagal di Pilgub DKI, tapi karena dorongan akidah dan moral mereka, penista agama Islam harus dihukum,” ujarnya.
Semua tersangka pelaku tindak pidana harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Jika itu semua tidak terjadi, maka rezim Jokowi dan semua instrumen hukum di bawahnya dinilai telah jelas-jelas membuat umat Islam tidak lagi percaya kepada hukum dan aparaturnya.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan pasal makar yang disebutkan dalam maklumat Kapolda Metro Jaya terkait dengan rencana aksi 2 Desember 2016 merupakan pasal karet yang multi tafsir.
“Pasal ini sering digunakan rezim Orde baru untuk mengkriminalisasi para aktivis. Pada era reformasi, pasal ini sering digunakan untuk mengkriminalisasi aktivis Papua yang melakukan protes,” kata Ghiffari, Rabu (23/11).
Dalam maklumatnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Mochamad Iriawan menyebutkan tentang larangan makar terhadap presiden dan atau wakil presiden, hendak memisahkan diri dari NKRI dan makar dengan menggulingkan Pemerintah Indonesia.
Kapolda menegaskan ancaman dengan pidana mati atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun. Hal tersebut mengacu pada Pasal 104, 106, dan 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ghiffari mengatakan dalam sebuah aksi demonstrasi, merupakan hal yang lazim bila demonstran menyampaikan ketidakpuasannya terhadap pemerintah atau meneriakkan agar presiden dan wakil presiden mengundurkan diri atau digulingkan.
“Merupakan hal yang berlebihan jika kepolisian menerapkan pasal makar hanya karena ekspresi,” ujarnya.
Padahal, menurut Ghiffari, pemerintahan yang saat ini berkuasa menikmati betul kebebasan berekspresi ketika melawan Orde Baru, menurunkan Presiden Abdurrahman Wahid bahkan mengkritisi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Kepala Polri Jenderal Polisi Tito Karnavian telah mengeluarkan pernyataan melarang aksi lanjutan pada 2 Desember 2016. Kepala Polda Metro Jaya Irjen Polisi Mochamad Iriawan juga telah mengeluarkan maklumat Mak/04/XI/2016 tentang Penyampaian Pendapat di Muka Umum. [iib,hud,cty,rol]

Tags: