Gubernur Jatim Desak Hapus Pajak UMKM

12-HLDPRD Jatim, Bhirawa
Kondisi perekonomian yang belum stabil membuat beberapa pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mengeluh. Utamanya pelaku UMKM yang bahan bakunya harus impor. Biaya produksi merekapun bertambah, padahal penjualan sedang lesu. Kondisi ini diperparah lagi dengan kebijakan pemerintah pusat yang menarik pajak ke UMKM 1 persen.
Gubernur Jatim, Soekarwo memahami keluhan tersebut. Pakde Karwo-panggilan akrab Soekarwo menegaskan, saat ini semua sektor usaha sedang terpuruk. Usaha besar merasakan dampak itu, apalagi usaha kecil. Karena itu, Soekarwo meminta pemerintah pusat segera mengambil kebijakan baru. ”Kebijakan ini untuk mempertahankan yang kecil,” ujarnya, Senin (31/8).
Misalnya, penghapusan pajak penghasilan (PPH) yang dipatok 1 persen. Kebijakan ini diyakini membantu pengusaha kecil. Beban mereka bisa berkurang secara perlahan.
Saat ini, di Jatim terdapat 6,8 juta UMKM. Dari jumlah itu, produk domestic regional bruto (PDRB) mencapai Rp 1 triliun lebih. Soekarwo juga sedang mempersiapkan konsep untuk menggenjot UKM dari aspek pembiayaan.
Terpisah, Ketua DPRD Jatim, A Halim Iskandar mengakui jika saat ini Pemprov Jatim melalui Gubernur Soekarwo mengusulkan surat ke OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dalam penghapusan pajak 1 persen untuk UMKM. Mengingat kondisi UMKM saat ini sangat memprihatinkan seiring dengan meroketnya nilai dolar terhadap nilai rupiah. “Memang tidak seharusnya pemerintah pusat memberatkan UMKM dengan pemungutan pajak 1 perses. Sebaliknya, mereka harus didukung dalam hal packaging dan pemasarannya, khususnya dalam menghadapi MEA,”paparnya.
Seperti diketahui, Industri tahu/tempe sepatu, sandal, dan tas adalah salah satu contoh dari usaha yang terpukul. Mereka membeli bahan kulit dari luar negeri. Harga pembelian tiba-tiba naik. ”Ongkos produksi membengkak,” kata Sahriyono, pengusaha sandal di Waru, Sidoarjo.
Dia beruntung, pangsa pasar yang dimiliki tetap. Yakni hotel dan apartemen di Malang, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Namun, bagi pelaku UMKM lainnya, kondisi ekonomi sekarang mengancam mereka tidak produksi lagi.
Permasalahan lainnya, ada kebihakan pemerintah tentang pajak penghasilan. Setiap pelaku UMKM dikenakan 1 persen. Meski tidak besar, tapi pajak tersebut cukup memberatkan pelaku usaha. ”Ibarat orang jatuh tertimpuk tangga,” tegasnya.
Saat ini, pelaku UMKM kesulitan mempertahankan usahanya. Idealnya, pemerintah membuat kebijakan yang menyesuaikan kondisi perekonomian sekarang. Salah satunya penghapusan pajak tersebut.
Ubaidillah, anggota himpunan pengusaha muda Indonesia (Hipmi) Surabaya juga mengeluhkan hal yang sama. Saat ini, biaya produksi meningkat. Penujualan sedang lesu. Kebijakan pemerintah belum berubah. ”Kami hanya bisa bertahan,” ungkap dia.
Harapannya, pemerintah mengambil langkah untuk menyelamatkan UMKM. Sektor UMKM memiliki potensi paling kuat menghadapi krisis. Jangan sampai, sektor ini mati karena nilai tukar dollar cenderung naik. [cty]

Rate this article!
Tags: